Pelayaran Hongi
Pelayaran Hongi atau Ekspedisi Hongi atau Hongitochten adalah suatu bentuk pelayaran serta pengawasan yang dilakukan oleh pemerintahan zaman VOC Belanda yang bertujuan menjaga keberlangsungan monopoli rempah-rempah termasuk Hak Ekstirpasi, yaitu hak memusnahkan pohon Pala atau Cengkih, demi mengekalkan monopoli rempah-rempah di Kepulauan Maluku dan sekitarnya. Hal ini penting untuk dilakukan karena jika tidak, maka akan terjadi kelebihan produksi rempah, sehingga harganya pun turun dan akan mengurangi keuntungan perdagangan rempah Belanda.
Asal Istilah Pelayaran Hongi
Nama Hongi diambil dari nama kapal kora-kora yang dipakai untuk berpatroli, kapal ini terinspirasi dari Kesultanan Ternate yang berhasil mengusir Portugis dengan bantuan kapal tersebut. Kapal dengan bentuk ramping, yang didesain untuk mampu melaju dengan cepat. Didukung oleh banyak orang memegang kayu. Kapal kora-kora ini mampu melayari selat-selat kecil dan perairan dangkal ciri khas kawasan kepulauan di Maluku.[1]
Bentuk dan Tujuannya
Pelayaran Hongi dilaksanakan dengan menggunakan armada perahu Kora-kora yang kadang dikawal oleh Kapal Perang VOC untuk melayari pulau-pulau di kepulauan Maluku dan sekitar laut Banda dengan melakukan pemusnahan tanaman dan kebun-kebun cengkih dan pala illegal. Kapal-kapal ini juga bertujuan untuk mengejar pelaku penyelundupan rempah-rempah dan menangkap kapal asing lainnya yang melakukan perdagangan tanpa seizin Belanda.
Tujuan pemusnahan tersebut adalah untuk membuat harga rempah-rempah stabil ketika produksi berlebih, sehingga harga rempah-rempah yang ada di gudang kompeni tidak jatuh. Belanda sangat ingin untuk menjaga harga cengkih dan pala di pasar Eropa tinggi agar monopoli rempah yang mereka pegang menjadi semakin menguntungkan. Pelayaran Hongi berhasil mencapai tujuan karena dengan adanya kebijakan ini, semua perdagangan rempah di kepulauan Maluku dikontrol oleh Belanda.
Peraturan Hongi
Dalam aturannya Pemerintah VOC membuat perjanjian dengan raja, patih, dan orang kaya pemimpin Negeri-negeri agar mereka mengijinkan adanya pemusnahan tanaman Cengkih serta Pala di wilayahnya. Mereka juga diwajibkan menyediakan kora-kora serta pendayungnya untuk berlayar ke negeri atau pulau lain. Untuk semua kegiatan itu maka Kepala Negeri tersebut mendapatkan sejumlah ganti rugi berupa pembayaran tahunan dari pihak Belanda.
Tetapi pada kenyataannya, karena maraknya Korupsi dikalangan pegawai VOC dan kepala-kepala negeri, rakyat tidak pernah mendapatkan apa-apa. Ketika perkebunan mereka dimusnahkan dengan api, parang, dan kapak, rakyat hanya bisa meratapi semua hasil kerja kerasnya. Sementara itu, para bangsawan dan pemilik tanah menjadi semakin kaya dari uang ganti rugi yang dibayarkan oleh Belanda.
Pelayaran Hongi benar-benar membuat rakyat Kepulauan Maluku yang pada zaman dahulu kala sangat makmur menjadi jatuh dalam kemelaratan. Aturan Pelayaran Hongi benar-benar dilaksanakan VOC dengan "Tangan Besi", sebab kepala negeri yang menolak maka akan di buang, negeri dan rakyatnya akan di repatriasi atau di deportasi (pemindahan paksa penduduk antar pulau), untuk dikerjakan secara Kerja Rodi di kebun milik VOC. Rakyat laki-laki yang menolak mendayung diperahu kora-kora akan dicambuk oleh kepala negeri dan didenda. Dalam sejarah Ekstirpasi Maluku telah membuat populasi rakyat Maluku berkurang sepertiga dari jumlah awalnya.
Referensi
https://www.eduspensa.id/pengertian-tujuan-dan-sejarah-pelayaran-hongi/[pranala nonaktif permanen]