Pangkalan TNI Angkatan Udara Muljono

bandar udara di Indonesia

Pangkalan Udara Muljono adalah satuan pelaksana Komando Operasi Angkatan Udara II yang berkedudukan langsung di bawah Pangkoopsau II yang terletak di Surabaya, Provinsi Jawa Timur.[1] Pangkalan TNI AU Surabaya bertugas menyiapkan dan melaksanakan pembinaan dan pengoperasian seluruh satuan dalam jajarannya pembinaan potensi dirgantara serta menyelenggarakan dukungan operasi bagi satuan lainnya.

Pangkalan Udara TNI AU Muljono
Lambang Lanud
NegaraIndonesia Indonesia
Cabang TNI Angkatan Udara
Tipe unitPangkalan Udara Militer
Bagian dariKomando Operasi Angkatan Udara II
Moto"Prayatna Kerta Gegana"
Situs webwww.tni-au.mil.id

Dalam melaksanakan tugas pokoknya Lanud Surabaya mempunyai fungsi yaitu:

  1. Menyelenggarakan pembinaan dan pinyiapan satuan dan jajarannya
  2. Mengumpulkan dan merekam data guna penyempurnaan taktik atau tehnik operasi dan latihan
  3. Melaksanakan pembekalan dan pengadaan materiil bagi satuan jajarannya
  4. Menyelenggarakan pembinaan potensi dirgantara
  5. Menyelenggarakan pemeliharaan sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung yang menjadi tanggung jawabnya
  6. Mengadakan koordinasi dengan badan-badan dan instansi terkait di dalam dan di luar Lanud
  7. Mengajukan saran dan pertimbangan kepada Pangkoopsau II mengenai hal-hal yang berhubungan dengan bidang tugasnya.

saat ini Pangkalan Udara Surabaya berstatus type "A".

Sejarah

Periode Penjajahan

Awal keberadaan pangkalan Udara Surabaya adalah pada masa penjajahan Belanda, pada tahun 1926-1929. pada waktu itu Pemerintahan Hindia Belanda mendirikan Marine Viegkamp Morokrembangan (MVKM) yaitu markas Penerbangan Angkatan Laut Kerajaan Belanda di Morokrembangan, berlokasi di teluk Surabaya. Pada awal berdirinya MVKM tersebut dilengkapi dengan pesawat terbang serba guna jenis Pesawat Terbang Air dengan single engine, buatan pabrik Fokker yang dapat landing dan take off dari perairan teluk Surabaya. Tahun 1935-1937 Pemerintah Hindia Belanda membangun fasilitas bagi pesawat militer yaitu pembangunan landasan dan taxy way yang menghubungkan Morokrembangan dengan landasan Pangkalan Udara Perak Serta menambah Armada berupa pesawat jenis Typer Dornier-X Three engine dan catalina twin engine. Pada tahun 1938 Pemerintah Hindia Belanda membentuk Marine Luchtvaart Dienst (MLD) yaitu dinas penerbangan Angkatan Laut yang berbasis di Morokrembangan. Untuk mendukung peranan MDL tersebut melakukan mobilisasi beberapa penerbangan dan ground crew serta merekrut perwira penerbang cadangan baik dari etnis Belanda maupun pribumi.[2]

Tetapi pada tahun 1942 dengan jatuhnya penguasa sekutu terhadap Jepang, maka Pangkalan Udara Surabaya yang berada di Morokrembangan termasuk landasan dan seluruh aset-asetnya di kuasai oleh Jepang dan di manfaatkan sebagai Markas Kaigun Kokhuso dengan tidak mengubah status maupun fungsi bangunan dan fasilitas yang ada. Kaigun Kokhuso juga memanfaatkan Morokrembangan sebagai depo logistik onderdil pesawat terbang dan persenjataannya. Disamping itu dibangun juga gudang-gudang di luar Morokrembangan dalam bentuk gua-gua di antaranya didaerah Suci Gresik dengan `13 buah gua, di Pogol Purwodadi Lawang yang di gunakan sebagai penimbunan 1.500 buah bom, peluru mitraliur, senapan LE dan 112 peti propeler serta 20 buah motor pesawat terbang dan motor boat.

Periode Kemerdekaan

Sebagai tindak lanjut Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, di Jakarta membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) dan di Surabaya dibentuk Badan Komite Nasional Indonesia (BKNI) yang diketuai oleh Bapak Doel Arnowo. Setiap jawatan dianjurkan membentuk KNI dan diinstruksikan agar setiap KNI mengambil alih kekuasaan masing-masing dari kekuasaan Jepang. Atas instruksi tersebut Morokrembangan membentuk KNI yang di ketuai oleh Bapak JP Asmanoe dan Bapak Soenarjo, mulai mengambil alih kekuasan Jepang. Pengambil alihan di Morokrembangan mengalami hambatan, karena tentara Jepang masih mempertahankan diri dengan memblokir jalan masuk Morokrembangan. Dengan melalui negoisasi akhirnya terjadi pertukaran komplek Morokrembangan dengan komandan Kaigun Kokhuso Kolonel Shiina yang ditahan di Kalisosok. Sebagai antisipasi diadakan rapat pemilihan pengurus dari kesatuan baru yang di beri nama “Penerbangan Angkatan Laut Surbaya” dan terpilih Bapak Matsaid sebagai ketuanya.

Setelah Morokrembangan dikuasai Dewan Penerbangan Angkatan Laut Surabaya, maka seluruh Pemuda eks Yoseiko dan pegawai MLD serta Kaigun Kokhuso mulai kembali bekerja pada bidangnya masing-masing. Dewan pengurus kemudian membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) Dengan tugas baru menginventarisir peralatan yang ditinggalkan oleh Jepang dengan hasil ; Pesawat terbang 20 buah, kendaraan yang tersebar di Morokrembangan, 275 buah mitraliur beserta amunisi serta ratusan senapan laras panjang jenis LE beserta amunisinya.

Perkembangan Lanud Surabaya

Sebagai tindak lanjut penyerahan anggota mantan PAULRI yang berjumlah 200 orang kepada AURI pada tanggal 1 Februari 1950 dengan dasar Keputusan KASAL dan KASAU, maka diatur penempatan anggota yang disesuaikan bidangnya masing-masing, antara lain, anggota staf dipindahkan ke Surabaya, sementara anggota Pasukan dipindahkan ke Lanud Cililitan Jakarta dan anggota teknik dipindahkan ke Lanud Andir Bandung serta Surabaya. Pada akhir perang dunia ke II AURI di Surabaya membentuk markas Pangkalan Udara Surabaya yang bertempat di jalan Sindoe Negara, Ketabang, Surabaya, dan dalam perkembangan selanjutnya dipindahkan ke jalan Progo 12 Surabya dengan Komandan Pangkalan Udara Surabaya yang pertama adalah saudara Mantiri yang kemudian diserah terimakan kepada Kapten Udara Soeryono. Pangkalan Udara Surabaya beranggotakan 2 pleton termasuk eks PAULRI yang sudah diangkat sebagai militer berdasarkan surat Keputusan pada tanggal 1 Januari 1951. Kemudian setelah Morokrembangan diserahkan Belanda kepada ALRIS, Markas Pangkalan Udara Surabaya dipindahkan ke Morokrembangan yang berdampingan dengan Markas Angkatan Laut. Bersama dengan pemindahan tersebut ALRIS juga menyerahkan 14 buah pesawat terbang jenis Dakota lengkap dengan spere partnya, selain itu juga di serahkan sekitar 800 orang personel eks Marine Vieg Kamp serta materiil dan peralatan Penerbangan lainnya.

Tetapi pada akhir tahun 1953 komplek yang ditempati AURI diminta kembali oleh ALRI, dan tanpa persiapan yang matang asrama Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP) dijadikan Markas Detasemen Udara Surabaya dan Peralatan teknik dipindahkan ke Skadron 5 Malang. Dalam perkembangannya Lanud Surabaya mengalami proses perubahan, di antaranya dipindahkannya Lanud dari Morokrembangan Tanjung Perak ke Kawasan Juanda, yaitu di desa Sedati Agung, Sidoarjo, berdasarkan Surat Perintah Panglima Komando Daerah IV Nomor: Sprin/92/VV/1983 tanggal 20 Juli 1983. Pada tanggal 29 Mei 1984 secara resmi Detasemen Pangkalan TNI AU Surabaya meningkat statusnya menjadi Pangkalan TNI AU Surabaya dengan Pangkalan type “C” yang langsung diresmikan oleh KASAU Marsekal TNI Sukardi. Pada masa itu Lanud Surabaya membawai Rumkitau, Satrad 253 Ploso, Jombang, Kosekhanudnas dan Yon Pasgat 463. Dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 1999 Lanud Surabaya ditingkatkan statusnya menjadi type “B-2” selanjutnya pada tahun 2002 Lanud Surabaya ditingkatkan lagi statusnya menjadi type “B”. Kemudian pada tahun 2004 Kembali Lanud Surabaya turun statusnya menjadi type “B-2” sesuai Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Nomor: Kep / 7 / III / 2004, Tanggal 1 Maret 2004. Kembali pada tanggal 2 Desember 2009 Lanud Surabaya kembali ditingkatkan statusnya menjadi type “ B “ sesuai Peraturan Kepala Staf Angkatan Udara, Nomor: Perkasau / III / XII / 2009 tentang Penyempurnaan pokok-pokok organisasi dan prosedur jajaran Komando Operasi Angkatan Udara II.

Komandan

  1. Kapten Udara JP. Asmanoe (1961—1963)
  2. Letnan Udara Satu Soenardi (1963—1965)
  3. Letnan kolonel PLLU Wimboharjo (1965—1967)
  4. Mayor Psk Soemantri (1967)
  5. Letnan Kolonel Mat Maxum Surya (1967—1970)
  6. Mayor Nav Soedarsono (1970—1972)
  7. Letnan Kolonel Pnb Soegiantoro (1972—1973)
  8. Mayor Pnb Rachmat Somadinata (1973—1976)
  9. Letnan Kolonel Pnb Taskirin (1976—1978)
  10. Letnan Kolonel Pnb Soemarsono (1978—1982)
  11. Letnan Kolonel Pnb Suhiyar (1982—1985)
  12. Letnan Kolonel Pnb Purnomo Sidhi (1985—1988)
  13. Letnan Kolonel Pnb Int. Aryase (1988—1990)
  14. Letnan Kolonel Pnb Syahril (1990—1993)
  15. Letnan Kolonel Pnb Ida Bagus Sanubari (1993—1995)⭐⭐⭐
  16. Letnan Kolonel Pnb Pandji Utama Iskaq, S.Ip. (1995—1997)⭐⭐
  17. Letnan Kolonel Pnb Eddy Suyanto, S.T. (1997—1998)⭐⭐
  18. Kolonel Tek Soekanto TM (1998—2000)
  19. Kolonel Lek Fachrudin Said, S.Ip. (2000—2002)
  20. Kolonel Kal Pardi Yusuf, S.Ip. (2002—2003)
  21. Kolonel Pnb A. Sulaksono (2003—2006)
  22. Kolonel Pnb M. Nurullah, S.Ip. (2006—2007)⭐⭐
  23. Kolonel Pnb Drs. Bambang Suwarto, M.Si. (2007—2008)
  24. Kolonel Pnb Gatot Purwanto (2008—2010)⭐
  25. Kolonel Pnb Johannes Berchman SW (2010—2011)⭐⭐
  26. Kolonel Pnb Asep Dian Hermawan (2011—2012)⭐⭐
  27. Kolonel Pnb Agung Heru Santoso (2012—2013)⭐
  28. Kolonel Pnb Mujianto, S.T. (2013—2015)⭐
  29. Kolonel Pnb Fachrizet, S.Sos. (2015—2016)⭐
  30. Kolonel Pnb Rudy Iskandar (2016—2018)⭐
  31. Kolonel Pnb Budi Ramelan (2018—2019)
  32. Kolonel Pnb M. Somin, S.Sos. (2019—2021)⭐
  33. Kolonel Pnb Moh. Apon, S.T., M.P.A. (2021—Sekarang)

Referensi