Perdana Menteri Denmark

Revisi sejak 22 Desember 2022 03.05 oleh Arya-Bot (bicara | kontrib) (top: clean up)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Perdana Menteri Denmark (Denmark: Danmarks statsminister, Faroe: Forsætisráðharri, Greenland: Ministeriuneq) adalah kepala pemerintahan Kerajaan Denmark. Sebelum pembentukan jabatan Perdana Menteri di era modern, jabatan kepala pemerintahan masih dipegang oleh Monarki Denmark. Konstitusi tahun 1849 mengubah bentuk negara menjadi Monarki Konstitusional dengan membatasi kekuasaan monarki dan membentuk jabatan perdana menteri dengan pejabat pertamanya Adam Wilhelm Moltke.

Perdana Menteri Denmark
Danmark Statsminister
Lambang Kerajaan Denmark
Bendera Kenegaraan Denmark
Petahana
Mette Frederiksen

sejak 27 Juni 2019
AnggotaDewan Negara

Kabinet

Dewan Eropa
KediamanMarienborg, Lyngby-Taarbæk
KantorChristiansborg, Kopenhagen
Dicalonkan olehMonarki Denmark
Masa jabatantidak ada masa jabatan tetap
Dibentuk22 Maret 1848; 176 tahun lalu (1848-03-22)
Pejabat pertamaAdam Wilhelm Moltke
Gaji1,458,000 DKK (€195,900) Pertahun
Situs webenglish.stm.dk/the-prime-minister

Perdana menteri mengetuai kabinet dan diangkat secara resmi oleh raja/ratu. Dalam pelaksanaannya, pengangkatan perdana menteri ditentukan oleh dukungan di dalam Folketing. Sejak awal abad ke 20, tidak ada partai tunggal yang mampu menguasai mayoritas kursi Folketing, sehingga perdana menteri dapat diangkat dari koaliasi partai-partai. Sebagai tambahan hanya ada empat koalisi pemerintahan yang berkuasa sejak Perang Dunia II, yang menyebabkan koalisi dapat dibentuk dengan dukungan dari partai partai kecil lainnya.

Mette Frederiksen saat ini menjabat sebagai Perdana Menteri Denmark sejak tanggal 27 Juni 2019. Pemerintahan Frederiksan adalah sebuah koalisi antara Partai Sosial Demokrat, dengan dukungan dari Partai Sosial Liberal, Aliansi Hijau-Merah, Partai Sosial Demokrat Kepulauan Faroe, Partai Inuit Ataqatigiit dan Partai Siumut.

Sejarah

sunting

Pembentukan Jabatan

sunting

Kira - kira dari tahun 1699 sampai 1730, pejabat pemerintah tertinggi non monarki diberi gelar "Kanselir Utama" (Storkansler) dan dari tahun 1730 sampai 1848, dikenal sebagai Menteri Negara (Statsminister). Jabatan ini dikemudian hari akan dipakai pada era perdana menteri modern, namun, tidak seperti saat ini, kanselir utama dan menteri negara bukanlah kepala pemerintahan secara resmi. Monarki Denmark memegang otoritas eksekutif sebagai penguasa absolut dari tahun 1661 hingga diberlakukannya Konstitusi liberal pada awal abad kesembilan belas.

Jabatan perdana menteri diperkenalkan sebagai bagian dari monarki konstitusional yang diuraikan pada tahun 1848 dan ditandatangani sebagai Konstitusi Denmark pada tanggal 5 Juni 1849. Konstitusi baru membentuk sistem parlementer dengan menciptakan parlemen bikameral baru (Rigsdagen) dan Presidium Dewan, yang dipimpin oleh seorang presiden dewan. Presidium Dewan dianggap sebagai pendahulu jabatan Perdana Menteri modern. Presiden dewan pertama adalah Adam Wilhelm Moltke, yang berkuasa 22 Maret 1848 dan dua penggantinya dikenal sebagai Premierminister.

Dari tahun 1855 dan seterusnya perdana menteri dikenal sebagai Presiden Dewan (Konseilspræsident). Carl Christian Hall menjadi presiden dewan pertama yang memimpin sebuah partai politik.

Jabatan Perdana Menteri di Era Modern

sunting

Jabatan Perdana Menteri modern didirikan pada 1 Januari 1914, ketika Presidium Dewan didirikan sebagai departemen di bawah perdana menteri, ketika sebelumnya ada sebagai dewan informal yang dikumpulkan oleh perdana menteri. Gelar perdana menteri berubah lagi pada tahun 1918 di bawah kepemimpinan Carl Theodor Zahle, menjadi "Menteri Negara" (sejalan dengan tetangga Skandinavia, Norwegia dan Swedia), yang tetap ada hingga hari ini.

Peran dan Kewenangan

sunting

Konstitusi Denmark menyatakan bahwa raja, yang merupakan kepala negara, memiliki otoritas tertinggi dan bertindak atas kekuasaan ini melalui menteri mereka[1]. Namun, peran modern Raja hanya bersifat simbolis. Raja secara resmi menunjuk dan memberhentikan menteri, termasuk perdana menteri. Namun, setiap tindakan raja membutuhkan tanda tangan dari seorang menteri[2].

Juga menjadi sebuah prinsip dalam Konstitusi Denmark bahwa kekuasaan diikuti dengan tanggungjawab (magten følger ansvaret), dan raja/ratu akan terbebas dari tanggung jawab yang bermakna raja/ratu tidak ada kekuasaan seutuhnya[3]. Dalam kasus mengangkat menteri-menteri, harus dibutuhkan tanda tangan perdana menteri. Ini berarti bahwa kekuasaan mengangkat menteri secara pelaksanaannya ada pada perdana menteri bukan pada raja/ratu.

Walaupun Perdana menteri adalah pemimpin politik negara, tetapi kekuasaan perdana menteri Denmark tidak sama dengan perdana menteri lainnya di negara-negara Eropa. Ini dikarenakan hampir mustahil untuk satu partai memenangkan kursi mayoritas di Folketing, yang bermakna pemerintahan dapat dibentuk melalui koalisi partai. Tidak ada partai yang memenangkan kursi mayoritas tunggal sejak tahun 1901.[4] Karena kekuasaan mereka yang terbatas, perdana menteri menjadi seorang primus inter pares (yang paling pertama diantara yang sederajat). Tambahan, tidak seperti negara lain, Perdana Menteri Denmark tidak pernah bisa memastikan bahwa agenda mereka akan berlalu, dan harus mengumpulkan mayoritas untuk setiap bagian dari undang-undang.

Walaupun sebagaimana yang telah dinyatakan bahwa raja/ratu mengangkat seluruh menteri kabinet berdasarkan konstitusi, dalam pelaksanaannya raja/ratu secara konvensi memilihi perdana menteri setelah seorang pemimpin parti/koalisi memperoleh dukungan mayoritas anggota Folketing. Ini telah menjadi suatu kebiasaan setelah Krisis Paskah tahun 1920. Bab Parlementer ditambahkan ke dalam konstitusi pada tahun 1953 di pasal 15. Hari ini berarti bahwa tanggung jawab raja/ratu pada saat pengunduran diri perdana menteri adalah tidak boleh mengangkat perdana menteri baru sampai perdana menteri tersebut telah mendapatkan mosi tidak percaya yang berhasil. Dengan tidak adanya partai yang memegang mayoritas selama lebih dari satu abad, partai-partai membentuk aliansi. Biasanya, Sosial Demokrat bergabung dengan partai kiri tengah, dan Venstre dengan partai kanan tengah. Setelah pemilihan ketika tidak ada pemimpin yang jelas, raja/ratu akan mengadakan "pertemuan kerajaan" di mana, setelah serangkaian diskusi dan kesepakatan, pemimpin koalisi sekaligu pemimpin partai terbesar di koalisi akan diangkat menjadi perdana menteri terpilih selanjutnya. Perdana menteri terpilih kemudiannya bersama dengan pemimpin partai koalisinya memilih para menteri kabinet untuk diserahkan kepada raja/ratu. Pemerintahan dapat berjalan jika tidak ada mosi tidak percaya atau lolos dari mosi tidak percaya.

Perdana menteri mengetuai rapat kabinet mingguan dan mempunyai kewenangan untuk mengatur agenda rapatnya. Perdana menteri biasanya berkumpul bersama sebuah kementerian di pemerintahan yang dikenal dengan Kementerian Negara Denmark. Sebuah kementerian Denmark tidak memiliki dewan, dewan atau komite yang terkait dengannya dan tanggung jawab dekat adalah untuk bertindak sebagai sekretariat perdana menteri. Ada departemen kecil di bawah kementerian yang menangani masalah hukum khusus yang tidak tercakup di bawah kementerian lain, antara lain hubungan Greenland dan Kepulauan Faroe dengan monarki, kontak media massa dengan negara, jumlah menteri dalam pemerintahan, atau status hukum Ratu Margrethe II sebagai warga sipil.

Perdana menteri memiliki kekuatan untuk memilih untuk membubarkan Folketing dan mengadakan pemilihan baru (meskipun ini secara resmi dilakukan oleh raja), yang wajib dilakukan oleh perdana menteri dalam waktu empat tahun dari pemilihan sebelumnya[5]. Meskipun demikian, perdana menteri tidak memiliki suara sehubungan dengan daerah otonomi Denmark, Kepulauan Faroe dan Greenland, sementara Folketing di sisi lain melakukannya, karena semua undang-undang yang disahkan oleh parlemen Faroe dan Greenland harus diratifikasi oleh Folketing.

Daftar Perdana Menteri Denmark

sunting

Artikel Utama : Daftar Perdana Menteri Denmark

Daftar Referensi

sunting
  1. ^ LL.M., Prof. Dr. Axel Tschentscher,. "ICL > Denmark > Constitution". www.servat.unibe.ch (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-06-01. 
  2. ^ LL.M., Prof. Dr. Axel Tschentscher,. "ICL > Denmark > Constitution". www.servat.unibe.ch (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-06-01. 
  3. ^ LL.M., Prof. Dr. Axel Tschentscher,. "ICL > Denmark > Constitution". www.servat.unibe.ch (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-06-01. 
  4. ^ Strøm, Kaare; Bergman, Torbjörn; Müller, Wolfgang C. (2006-01-19). Delegation and Accountability in Parliamentary Democracies (dalam bahasa Inggris). OUP Oxford. ISBN 978-0-19-929160-1. 
  5. ^ LL.M., Prof. Dr. Axel Tschentscher,. "ICL > Denmark > Constitution". www.servat.unibe.ch (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-06-03.