Gereja Gerakan Pentakosta

gereja di Indonesia

Gereja Gerakan Pentakosta (disingkat GGP) adalah suatu kelompok gereja Kristen Protestan berdoktrin Pentakostalisme di Indonesia yang berkantor pusat di Jl. Kramat Pulo No. 22B, Jakarta, Indonesia.

Gereja Gerakan Pentakosta (Pinksterbeweging)
Logo GGP
PenggolonganProtestan
PemimpinPdt. Dicky Suwarta, S. Th
WilayahIndonesia
Didirikan29 Maret 1923
Cepu (Jawa Tengah)
Umat620 Gereja Lokal

Sejarah

GGP didirikan oleh Rev. Johannes Gerhard Thiessen, seorang misionaris utusan dari Misi Pinksterbeweging (Gerakan Pentakosta Belanda) dibawah pimpinan Br. Gerrit Roelof Polman , aslinya Thiessen adalah seorang Mennonieten dari Doopgezinde Kerk / Gereja Anabaptis Menonit ( aliran Kristen Protestan yang menolak doktrin Calvinisme dan menolak pembaptisan anak -- artinya golongan protestan yang berdoktrin Arminianisme dan hanya membaptis selam orang dewasa). Ia datang ke Indonesia pada tahun 1901. Awalnya, Thiessen bekerja sebagai guru Injil gereja Menonit di Sumatra Utara. Tahun 1921 diutus oleh Misi Pinksterbeweging Belanda ke Jawa, dan bersama dengan pelopor Pentakosta lainnya seperti Br. van Klavern, Br. Groesbeek dan Br. Bernard mendirikan "Gereja Gerakan Pentakosta" di Cepu. Dari Cepu bergerak ke Surabaya pada tanggal 12 April 1923, lalu ke Bandung, Jawa Barat. Gedung gereja pertama Pinksterbeweging terletak di Jl. Marjuk No. 11, Bandung, dengan nama "Bethel". Tahun 1960 tercatat sebagai Kongres GGP yang pertama.

Tokoh Pelopor Pendiri dan Perluasan Wilayah Pelayanan GGP

Meniti sejarah Gereja Gerakan Pentakosta (Pinksterbeweging) masuk ke Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan tokoh pendirinya, yakni Rev. Johannes Gerhard Thiessen, yang dilahirkan di Kitchkas, Ukraina, 22 November 1869.

Dia adalah lulusan dari "Seminary Theologia St. Chrischona" di Swiss, dan Tamatan Sekolah Kedokteran di Rotterdam. Dia menikah dengan Anna Maria Vink, dan mengawali pelayananya sebagai Utusan Injil gereja Menonit di Pulau Sumatra pada tahun 1901.

Rev. Johanes Thiessen bersama isterinya meninggalkan negeri Belanda, dan diutus oleh Doopgezinde Kerk sebagai guru Injil ke daerah Sumatra Utara untuk bekerja melayani suku Batak. Dapat dikatakan bahwa pada mulanya Rev. Johannes Thiessen yang kemudian hari biasa disapa dengan panggilan "Papa Thiessen", membawa Injil yang holistik, maksudnya sambil menginjil juga membantu pelayanan kesehatan masyarakat di sekitarnya. Ia mendirikan gereja dan juga rumah sakit. Selama melayani di Pekantan dia dikaruniakan anak tiga orang putra dan tiga orang putri yang semuanya lahir di Sumatra. Bersama keluarganya, Thiessen pun kembali ke Belanda, karena telah selesai menunaikan tugas di Sumatra hingga tahun 1916.

Pada waktu itu gerakan Pentakosta yang dimulai di Amerika Serikat melanda benua Eropa. Kebangunan Rohani terjadi di mana-mana dan kuasa Roh Kudus dinyatakan dalam setiap Kebaktian Kebangunan Rohani. Kebangunan Rohani yang diikutinya di Switzerland. Dari Switzerland Thiessen kemudian ke Jerman dan berkenalan dengan pastor Jonathan Paul, perintis Pfingstbewegung (Gerakan Pentakosta Jerman) dan juga Br. Gerrit Roelof Polman pendiri Pinskterbeweging di Belanda. Setelah 'Papa' Thiessen mengalami Baptisan Pentakosta / Baptisan Roh Kudus (pengalaman kedua dan berbeda setelah lahir baru dengan ditandai oleh karunia berbahasa roh / berbahasa lidah yang tidak bisa dimengerti manusia biasa), hal itu memperbaharui visi dan misi Thiessen untuk menyebarkan ajaran Pentakostalisme.

Selanjutnya, pada tahun 1921 Thiessen bersama keluarganya diutus oleh Br. Gerrit Roelof Polman (pendiri sekaligus pemimpin Pinksterbeweging Belanda) meninggalkan Belanda dan kembali ke Indonesia untuk menyebarkan doktrin Pentakostalisme. Mereka tidak kembali di Pulau Sumatra melainkan ke pulau Jawa dengan membawa visi baru dengan predikat Evangelist (penginjil). Beberapa pelopor aliran Pentakosta lainnya bergabung dengan Thiessen antara lain: Br. John Bernard dari Liverpool, Inggris dan Weenink Van Loon Hoofd Onderwyzer (Kepala Sekolah), mereka dari satu persekutuan yang bernama ‚’’De Bond Voor Evangelisatie’’ yang membentuk suatu yayasan ”De Zendings Vereeniging”. Yayasan ini mengelola/mengasuh sebuah sekolah Kristen yakni Hollands Chineesche school met de Bijbel. Sebagai pimpinan Sekolah ditunjuk Wenink Van Loon.

Di samping itu, di kota Temanggung terdapat pula yayasan Zwakzinnigenzorg yang disponsori oleh Pa Van Steur. Yayasan tersebut bergerak di bidang penampungan anak-anak telantar yang mempunyai sebuah Panti Asuhan yang pimpinannya adalah suster M. A. van Alt. Semua tokoh tersebut ternyata adalah simpatisan Gereja Gerakan Pentakosta yang diperkenalkan oleh John Bernard, rekan Thiessen.

Dalam waktu yang hampir bersamaan bulan Maret 1921 datang pula dua penginjil dari, ”Bethel Tempel” dari Seatle, Amerika Serikat yakni Pdt. C E Grosbeck dan Pdt. DR. Van Klaveren. Keduanya membawa serta keluarganya. Mereka tiba di pelabuhan Batavia dengan menumpang "KM Suwa Maru" pada bulan Maret 1921. Namun keduanya langsung menuju ke Denpasar, Bali.

Namun sangat disayangkan karena pada waktu itu oleh pemerintah Hindia Belanda menyatakan bahwa Pulau Bali tertutup untuk penginjilan sebab Pulau Bali telah dijadikan sebagai pulau wisata untuk menarik para pelancong dari luar negeri supaya boleh meningkatkan pendapatan keuangan dari pemerintah yang ada. Oleh karena itu kedua penginjil tadi tidak dapat berbuat banyak sekalipun sempat memberitakan injil di pulau dewata ini tapi hasilnya tidak menggembirakan. Dan pada bulan Desember 1922 keduanya berangkat menuju ke Surabaya. Di Surabaya mereka berpisah, Pdt. Van Klaveren menuju Jakarta dan bergabung dengan Gerkan Pentakosta (Pinkster Beweging) pimpinan Thiessen. Sedangkan Pdt Groesbeck tetap di Surabaya dan giat mangadakan penginjilan (Camp Meetings) dan kebanyakan yang hadir di dalam camp meeting itu adalah pemuda-pamuda berdarah campuran Belanda Indonesia (Ambon, Minahasa, Timor). Kemudian Pdt. Groesbeck bertemu dengan Van Gesel seorang karyawan BPM di Cepu. Dan mereka bersama-sama bergabung pada persekutuan De Bond Voor Evangelisatie yang pada waktu itu kerohaniannya lebih maju daripada orang-orang Kristen lainnya. Ibu Moeke Wynen salah seorang yang aktif pada organisasi ini, dan dialah memperkenalkan penginjil dari Seattle, Amerika Serikat ini pada organisasi tersebut. De bond Voor Evangelisatie berpusat di Bandung dan pimpinannya adalah antara lain Wenink Van Loon yang waktu itu telah bergabung bersama-sama dengan Pinkster Beweging pimpinan Thiessen.

Pada tanggal 29 Maret 1923 tibalah di Cepu, Rev. Johannes Thiesen bersama Wenink Van Loon pimpinan De bond Van Evangelistie dari Bandung dan mengadakan kebaktian. Dan keesokan harinya adalah hari Jumat Agung (Goede Vrijdag) Tanggal 30 Maret 1923 diumumkan akan diadakan baptisan air di daerah pasar sore. Jumlah yang dibaptis pada waktu itu adalah 13 jiwa antar lain: Jan Jeckel, Ny. Jeckel, Tn. F G van Gesel Ny. van Gesel, Ch. C De Vriew, Tn. Frists S Lu-moindong, Tn. Win Vincentie, Ny. Vincentie, Tn. Agust Kops, Corie Eiderbrink, Anton leterman, Tn. Sambow Ignatius Paulus Lumoindong, Ny. SIP Lumoindong Vincentie. Mereka dibaptis oleh Pdt. Thiessen dan Pdt. Groesbeck, dalam kebaktian Kebangunan Ronahi di Cepu Tanggal 29 sampai 30 Maret 1923 terjadi Baptisan Pentakosta / Baptisan Roh Kudus dengan tanda semuanya berbahasa roh, sehingga tanggal 29 Maret 1923 sebagai hari berdirinya Pinkster Beweging oleh Rev. Johannes Thiessen.

Thiessen dan Wenink Van Loon kembali ke Bandung dan meneruskan pelayanan di sana. Sedangkan dari Cepu Api Pentakosta terus menjalar sampai ke Surabaya dan hampir seluruh Jawa Timur.

Para Pelopor aliran Pentakosta ini membagi wilayah pelayanan mereka. Sedangkan Rev. Johannes memilih kota Bandung sebagai basis pelayanannya.

Pada mula pelayanannya di Bandung Thiessen menyewa gedung pangadilan negeri (Landraadzaal) sebagai tempat kebaktian, karena pada malam hari dan minggu tentunya tidak dipergunakan. Setiap kebaktian yang diadakan di tempat tersebut selalu mendapat perhatian banyak.

Dalam waktu relatif singkat, kebaktian dalam ruangan pengadilan tersebut sudah tidak dapat menampung para pengunjung yang semakin banyak sehingga timbul hasrat untuk membangun gereja sendiri. Tergeraklah hati Zr. Kuilsoonlaan untuk dibangun gedung gereja (sekarang Jl. Marjuk No. 11), maka berdirilah gedung gereja Pinkster Beweging yang pertama di Bandung yang diberi nama BETHEL. Gedung gereja ini dapat menampung ± 300 orang. Dan tempat inilah Thiessen dibantu oleh anak-anaknya mengabarkan injil.

Untuk memenuhi ketentuan dari pemerintah dari Hindia Belanda, maka Thiessen mangajukan permohonan untuk memberitakan injil di daerah Jawa Barat pada tanggal 04 April 1923. Permohonan tersebut dikabulkan oleh pemerintah dan dikeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 28 Tertanggal 04 Juli 1924 dari Gouvernour Generral Butitenzorg. Dengan SK tersebut palayanan Thiessen mendapat pengakuan pemerintah dan semakin meluas ke kota-kota lainnya.

Dalam dekade 30 tahun (1923-1953) atau sampai meninggalnya Rev. Johannes Thiessen (meninggal tanggal 1 Maret 1953 dalam usia 83 tahun), Gereja Gerakan Pentakosta sudah menyebar ke beberapa kota di pulau Jawa, di Makassar (Sulawesi Selatan) sampai ke pedalaman Tanah Toraja, dan di Minahasa (Sulawesi Utara).

Dan dalam dekade 30 tahun berikutnya Gereja Gerakan Pentakosta atau sampai tahun tahun 1980 telah meluas ke pedalaman Kalimantan Timur dan Kalimatan Barat, serta Sumatra Selatan atau Lampung sampai ke Sumatra Utara dan Sangir Talaud, Sulawesi Utara.

Dari tahun 1990 juga sampai sekarang GGP (Pinkster Beweging) telah meluas ke provinsi Papua dan Nusa Tenggara Barat serta Maluku.

Pimpinan Pusat

Pimpinan Pusat GGP:

  • Ketua Umum: Pdt. Dicky Suwarta, S.Th
  • Sekretaris Umum: Pdt. Robertus Sela, M.Th

Lihat pula

Referensi

Pranala luar