Sirkulasi hidrotermal

Revisi sejak 12 Juni 2023 19.57 oleh 180.244.164.189 (bicara)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Sirkulasi hidrotermal atau peredaran hidrotermal (Bahasa yunani kuno ὕδωρ, air,[1] and θέρμη, panas [1]) secara umum merupakan peredaran air panas. Sirkulasi hidrotermal terjadi paling sering di sekitar sumber panas di dalam kerak bumi. Umumnya, peredaran ini terjadi di dekat aktivitas gunung berapi, tetapi dapat terjadi di kerak yang berhubungan dengan intrusi granit, atau sebagai akibat dari orogeni dan metamorfisme.

Sirkulasi hidrotermal lantai samudra

sunting

Sirkulasi hidrotermal di lautan merupakan pasak air di sepanjang sistem punggung tengah samudra.

Istilah ini juga termasuk sirkulasi lubang air temperatur tinggi dekat dengan puncak punggungan, serta aliran air difusi sepanjang sedimen dan basal yang terkubur jauh dari puncak punggungan.

Ventilasi hidrotermal adalah lokasi-lokasi di lantai samudra dimana fluida hidrotermal bercampur dengan lautan diatasnya. Mungkin lubang yang paling dikenal adalah asap hitam.

Sirkulasi hidrotermal yang berkaitan dengan vulkanisme dan magma

sunting

Sirkulasi hidrotermal tidak terbatas pada lingkungan punggung samudra. Sumber air untuk ledakan hidrotermal, geiser, dan sumber air panas, merupakan air tanah terpanaskan yang terkonveksi di bawah dan bersandingan dengan ventilasi air panas. Sel-sel konveksi sirkulasi hidrotermal hadir di setiap sumber anomali panas, seperti intrusi magma atau ventilasi vulkanik, yang akhirnya kontak dengan sistem air tanah.

Kerak dalam

sunting

Hidrotermal juga mengacu pada transportasi dan sirkulasi air di kerak dalam, yang umumnya dari area batuan panas menuju ke area batuan yang lebih dingin.

Endapan bijih hidrotermal

sunting

Sejak awal tahun 1900-an, berbagai ahli geologi telah bekerja untuk mengklasifikasikan endapan bijih hidrotermal yang mereka asumsikan terbentuk dari larutan air yang mengalir ke atas. Waldemar Lindgren (1860-1939) mengembangkan klasifikasi berdasarkan intepretasi turunnya suhu dan tekanan dari fluida yang mengendap. Dia lalu menamakannya: "hipotermal", "mesotermal", "epitermal" dan "mesotermal", dimana keempatnya secara berurutan menyatakan penurunan suhu dan meningkatnya jarak dari sumber yang terdalam.[2] Studi terbaru hanya mempertahankan istilah epitermal. Revisi John Guilbert pada tahun 1985 untuk sistem Lindgren, endapan hidrotermal termasuk yang berada di bawah ini:[3]

  • Diurut berdasarkan kenaikan fluida hidrotermal, air magmatik atau air meteorik.
    • Tembaga porfiri dan endapan lainnya, 200 - 800 °C, tekanan menengah
    • Batuan beku-metamorfik, 300 - 800 °C, tekanan rendah hingga menengah
    • Urat kordileran,kedalaman menengah hingga dangkal
    • Epitermal, kedalaman dangkal hingga menengah, 50 - 300 °C, tekanan rendah
  • Sirkulasi larutan meteorik terpanaskan

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b Liddell, H.G. & Scott, R. (1940).
  2. ^ W. Lindgren, 1933, Mineral Deposits, McGraw Hill, 4th ed.
  3. ^ Guilbert, John M. and Charles F. Park, Jr., 1986, The Geology of Ore Deposits, Freeman, p. 302 ISBN 0-7167-1456-6