Gas alam terkompresi

Revisi sejak 29 Juli 2023 08.21 oleh InternetArchiveBot (bicara | kontrib) (Rescuing 2 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Gas alam terkompresi atau sienji (bahasa Inggris: Compressed natural gas, sering disingkat CNG) adalah alternatif bahan bakar selain bensin atau diesel. Di Indonesia, dikenal CNG sebagai Bahan Bakar Gas (BBG). Bahan bakar ini dianggap lebih 'bersih' bila dibandingkan dengan dua bahan bakar minyak karena emisi gas buangnya yang ramah lingkungan. CNG dibuat dengan melakukan kompresi metana (CH4) yang diekstrak dari gas alam. CNG disimpan dan didistribusikan dalam bejana tekan, biasanya berbentuk silinder.

Argentina dan Brasil di benua Amerika Latin adalah dua negara dengan jumlah kendaraan pengguna CNG terbesar. Konversi ke CNG difasilitasi dengan pemberian harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan bahan bakar minyak (bensin dan diesel), peralatan konversi yang dibuat lokal dan infrastruktur distribusi CNG yang terus berkembang. Sejalan dengan semakin meningkatnya harga minyak dan kesadaran lingkungan, CNG saat ini mulai digunakan juga untuk kendaraan penumpang dan truk barang berdaya ringan hingga menengah.

Sesungguhnya di Indonesia, CNG bukanlah barang baru. Pencanangan untuk menggunakan CNG yang harganya lebih murah dan lebih bersih lingkungan daripada bahan bakar minyak (BBM) sudah dilakukan sejak tahun 1986. Pada saat itu ditetapkan bahwa 20 persen dari armada taksi harus memakai CNG. Namun, karena pada saat itu harga BBM masih dianggap terjangkau dan stasiun pengisian BBM terdapat di mana-mana, maka minat untuk menggunakannya tidak sempat membesar.

Saat ini di Jakarta hanya terdapat 14 Stasiun Pengisi Bahan Bakar Gas (SPBG), tetapi yang berfungsi tak lebih dari enam SPBG. Untuk mendorong penggunaan CNG, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso mengharuskan bus TransJakarta yang melayani rute 2, rute 3, dan rute selanjutnya untuk menggunakan CNG. Kendaraan tiga roda Bajai yang berwarna biru di DKI Jakarta juga menggunakan teknologi mesin ini.

Kepadatan energi volumetrik CNG diperkirakan 42 persen dari gas alam cair, karena tidak cair, dan 25 persen dari bahan bakar diesel.[1]

Teknologi

sunting

CNG dapat digunakan untuk mesin Otto (berbahan bakar bensin) dan mesin diesel (berbahan bakar solar).

Pengisian CNG dapat dilakukan dari sistem bertekanan rendah maupun bertekanan tinggi. Perbedaannya terletak dari biaya pembangunan stasiun vs lamanya pengisian bahan bakar. Idealnya, tekanan pada jaringan pipa gas adalah 11 bar, dan agar pengisian CNG bisa berlangsung dengan cepat, diperlukan tekanan sebesar 200 bar, atau 197 atm, 197 kali tekanan udara biasa. Dengan tekanan sebesar 200 bar, pengisian CNG setara 130 liter premium dapat dilakukan dalam waktu 3-4 menit.

Tangki CNG

sunting

Dengan tekanan sebesar 200 bar, tentunya penanganan CNG perlu dilakukan secara hati-hati. Antara lain dengan menggunakan tangki gas yang memenuhi persyaratan dan dipasang di bengkel yang direkomendasi. Tangki CNG dibuat dengan menggunakan bahan-bahan khusus yang mampu membawa CNG dengan aman. Desain terbaru tangki CNG menggunakan lapisan alumunium dengan diperkuat oleh fiberglass. Karena CNG lebih ringan dari udara, kebocoran tidak menjadi terlalu berisiko bila sirkulasi udara terjaga dengan baik. Jika gas terbakar, mesh logam atau keramik akan mencegah tangki agar tidak meledak.

Sama sekali tidak diperkenankan untuk memodifikasi tangki tersebut. Jika dianggap tangki yang dibeli volumenya terlalu kecil, lebih baik membeli tangki yang volumenya lebih besar daripada memodifikasinya sendiri. Jika dilakukan, daya tahan tangki tersebut terhadap tekanan tinggi menjadi tidak terukur.

CNG dibandingkan dengan LNG dan LPG

sunting

CNG kadang-kadang dianggap sama dengan LNG. Walaupun keduanya sama-sama gas alam, perbedaan utamanya adalah CNG adalah gas terkompresi sedangkan LNG adalah gas dalam bentuk cair. CNG secara ekonomis lebih murah dalam produksi dan penyimpanan dibandingkan LNG yang membutuhkan pendinginan dan tangki kriogenik yang mahal. Akan tetapi CNG membutuhkan tempat penyimpanan yang lebih besar untuk sejumlah massa gas alam yang sama serta perlu tekanan yang sangat tinggi. Oleh karena itu pemasaran CNG lebih ekonomis untuk lokasi-lokasi yang dekat dengan sumber gas alam.

CNG juga perlu dibedakan dari LPG, yang secara umum merupakan campuran terkompresi dari propana (C3H8) dan butana (C4H10). Selain itu, komposisi LPG sangat bergantung pada sumber dan standar yang diberlakukan di suatu negara.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ "Liquefied Petroleum Gas (LPG), Liquefied Natural Gas (LNG) and Compressed Natural Gas (CNG)". Envocare.co.uk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-17. Diakses tanggal 15 Mei 2015. 
  2. ^ Wahyudi, Muji Setiyo, Sudjito Soeparman, Nurkholis Hamidi, Slamet. "Characteristic of LPG Compositions in the Fuel Line during Discharging Process". IJTech - International Journal of Technology (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-10. Diakses tanggal 2022-07-08.