Rumah Gadang Kapten Tantawi

rumah di Payakumbuh Timur, Sumatra Barat, Indonesia
Revisi sejak 8 Desember 2023 17.32 oleh Wagino 20100516 (bicara | kontrib) (+ noref)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Rumah Gadang ini dinamakan sesuai dengan salah satu tokoh yang berasal dan pernah tinggal di rumah tersebut. Tokoh bernama Kapten Tantawi yang merupakan salah seorang pejuang zaman kemerdekaan yang sekarang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kesuma Bangsa di Sawah Padang. Kapten Tantawi merupakan anak dari Syekh H. Mustafa Abdullah (Inyiak Padang Japang, Darul Funun). Kapten Tantawi adalah salah seorang pahlawan yang gugur dalam peristiwa Situjuh Batur pada masa Agresi Militer II Belanda. Atas jasa-jasanya nama Beliau diabadikan sebagai nama salah satu stadion di Kota Payakumbuh yakni Stadion Kapten Tantawi (sekarang lap. Poliko). Rumah Gadang Kapten Tantawi ini milik kaum Suku Bendang dimana pada bagian kiri-kanan bangunan rumah (terdapat anjungan) lantainya agak ditinggikan dari bagian tengah yang menandakan rumah beraliran Koto Piliang. Sedangkan penghulu adat sekarang adalah Dt. Rajo Maudun.

Arkeologis

sunting

Rumah Adat Kapten Tantawi merupakan tipe rumah panggung dengan orientasi arah hadap timur. Pada dasarnya bangunan berdenah empat persegi panjang dengan ukuran panjang 18,25 m x lebar 7,1 m. Bangunan keseluruhan berbahan kayu, atap seng, sedangkan tangga dari tembok berspesi. Tangga terletak pada bagian depan (tengah) bangunan dengan lebar 1,75 m. Pada bagian kiri-kanan (sisi utara-selatan) terdapat anjungan yang bangunannya lebih tinggi dari bagian tengah. Hal ini menandakan bahwa bangunan bertipe Koto Piliang. Pada bagian ini terdapat 6 buah tiang penyangga bangunan pada masing-masing sisinya. Jumlah jendela rumah 8 buah (yang terletak 4 buah pada masing-masing samping kiri-kanan bangunan pada bagian depan). Sedangkan pintu masuk utama terdapat persis pada bagian tengah depan bangunan. Pada tipa-tiap jendela dan pintu atas bangunan terdapat hiasan dengan motif flora (suluran-suluran) yang pada bagian tengahnya terdapat ukiran mahkota. Secara umum kondisi bangunan sudah rusak parah, dimana hampir 90% bangunan hancur/rusak.