Al-Mansur
Abu Jafar Abdullah bin Muhammad Al Mansur (714–775; Arab: ابو جعفر عبدالله ابن محمد المنصور) merupakan Khalifah kedua Bani Abbasiyah. Ia dilahirkan di al-Humaymah, kampung halaman keluarga Abbasiyah setelah migrasi dari Hejaz pada tahun 687-688. Ayahnya adalah Muhammad bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib (cicit dari paman Nabi Muhammad saw.); ibunya bernama Salamah al-Barbariyah, adalah wanita dari suku Barbar.[1] [2] Ia dibaiat sebagai khalifah karena penobatannya sebagai putera mahkota oleh adiknya, As-Saffah pada tahun 754, dan berkuasa sampai 775. Pada tahun 762 ia mendirikan ibu kota baru dengan istananya Madinat as-Salam, yang kemudian menjadi Baghdad.
Al-Mansur المنصور | |||||
---|---|---|---|---|---|
Khalīfah Amir al-Mu'minin | |||||
Khalifah Abbasiyah | |||||
Berkuasa | 10 Juni 754 – 6 Oktober 775 (21 tahun, 119 hari) | ||||
Pendahulu | As-Saffah | ||||
Penerus | Al-Mahdi | ||||
Kelahiran | ca 714 Humeima, Bilad al-Sham | ||||
Kematian | 6 Oktober 775 (umur 61) Mekkah, Kekhalifahan Abbasiyah | ||||
Pasangan |
| ||||
| |||||
Dinasti | Abbasid | ||||
Ayah | Muhammad | ||||
Ibu | Sallamah | ||||
Agama | Sunni Islam |
Masa pemerintahan
Al-Mansur tersangkut dengan kerasnya masa pemerintahannya setelah kematian saudaranya al-'Abbas. Pada 755, ia menyusun pembunuhan Abu Muslim, jenderal yang telah memimpin pasukan al-'Abbas menang terhadap keluarga Umayyah dalam perang saudara ke-3. Ia berusaha memastikan bahwa keluarga Abbasiyah ialah yang tertinggi dalam urusan negara, dan kedaulatannya atas Khilafah akan tak diragukan lagi.
Ia menyatakan, sebagaimana yang telah ditempuh Khilafah Bani Umayyah, menyelenggarakan otoritas keagamaan dan keduniawian. Secara lebih lanjut mengasingkan Muslim Syi’ah yang telah terjadi, selama masa pemerintahan al-'Abbas, menginginkan Imam Syi’ah mengangkat khalifah.
Selama masanya, karya sastra dan ilmiah di dunia Islam mulai muncul dalam kekuatan penuh, didukung toleransi terhadap orang-orang Persia dan kelompok lain. Walau Khalifah Bani Umayyah Hisyam bin Abd al-Malik telah mengambil praktik peradilan Persia, itu tak sampai masa al-Mansur jika sastra dan ilmu pengetahuan Persia sampai mendapat penghargaan yang sebenarnya di dunia Islam. Bahkan Al Mansur membuka lebar-lebar untuk masuknya sastra dan ilmu pengetahuan dari Persia. [2]
Munculnya Shu'ubiya di antara sarjana Persia terjadi selama masa pemerintahan al-Mansur sebagai akibat hilangnya sensor atas Persia. Shu'ubiya merupakan gerakan sastra antara orang Persia yang menunjukkan kepercayaan mereka bahwa seni dan budaya Persian lebih tinggi daripada Arab; gerakan, membantu mempercepat munculnya dialog Arab-Persia pada abad ke-8.
Barangkali yang lebih penting daripada munculnya ilmu pengetahuan Persia ialah masuknya banyak orang non-Arab ke dalam Islam. Secara aktif Bani Umayyah mencoba mengecilkan jumlah masuknya agar melanjutkan pungutan jizyah, atau pajak terhadap non-Muslim. Keinklusifan Bani Abbasiyah, dan bahwa al-Mansur, memandang ekspansi Islam di antara daerahnya; pada 750, sekitar 8% penduduk Negara Khilafah itu Muslim. Ini menjadi 2 kali lipat 15% dari akhir masa al-Mansur.
Wafat
Al-Mansur meninggal pada tahun 775 Hijriah dalam perjalanannya ke Makkah untuk berhaji.[2] Ia dimakamkan entah di mana di sepanjang jalan dalam salah satu ratusan nisan yang telah digali untuk menyembunyikan badannya dari orang-orang Umayyah. Ia digantikan putranya al-Mahdi.
Referensi
- ^ G.R. Hawting Mansur, al-.. Encyclopædia Britannica. 2007. Encyclopædia Britannica Online. 20 Apr. 2007
- ^ a b c Abduh, Bilif (2023). Ensiklopedia Tokoh Islam Dunia. Yogyakarta: Checklist. hlm. 31 – 33. ISBN 978-602-5479-65-6.
Didahului oleh: As-Saffah |
Khalifah Bani Abbasiyah (754–775) |
Diteruskan oleh: Al-Mahdi |