Helmintologi
Helmintologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang cacing parasit (helminthes). Helminthes banyak dipelajari pada bidang medis karena spesies dalam kelompok ini dapat menyebabkan infeksi penyakit kecacingan di seluruh dunia.[1]
Klasifikasi Helmintologi
a. Nemathelminthes, merupakan cacing berbentuk gilig yang menyerupai benang. Berdasarkan tempat hidup cacing tersebut dibagi menjadi :
- Nematoda usus, cacing yang tempat hidupnya pada usus manusia, seperti : Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Necator americanus (cacing tambang), Ancylostoma duodenale (cacing tambang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), dan Oxyuris vermicularis / Enterobius vermicularis (cacing kremi)
- Nematoda darah dan jaringan, cacing yang tempat hidupnya pada darah dan jaringan tubuh manusia, seperti : Wuchererhia bancrofti (Filariasis bancrofti), Brugia malayi (Filariasis malayi), Brugia timori (Filariasis timori).
b. Platyhelminthes, merupakan cacing yang berbentuk pipih atau menyerupai daun, dibagi menjadi :
- Trematoda, cacing yang bentuknya pipih seperti daun yang hidup pada organ tubuh manusia, seperti : Fasciola hepatica (cacing yang hidup pada organ hati), Fasciola buski (cacing yang hidup pada organ usus), Paragonimus westermani (cacing yang hidup pada organ paru), Schistosoma haematobium (cacing yang hidup pada darah) dan lainnya.
- Cestoda, cacing yang bentuknya pipih atau pita yang hidup pada organ : Taenia saginata (cacing pita pada sapi), Taenia solium (cacing pita pada babi) dan lainnya``[2]
``
Siklus Hidup
a. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
Gambaran umum siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides adalah dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Telur infektif tersebut bila tertelan manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah menuju ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan tersebut dan larva akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3 bulan.
b. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)
Telur yang keluar bersama tinja merupakan telur dalam keadaan belum matang (belum membelah) dan tidak infektif. Telur ini perlu pematangan pada tanah selama 3-5 minggu sampai terbentuk telur infektif yang berisi embrio di dalamnya. Manusia mendapatkan infeksi jika telur yang infektif ini tertelan. Selanjutnya di bagian proksimal usus halus, telur menetas, keluar larva, menetap selama 3-10 hari. Setelah dewasa, cacing akan turun ke usus besar dan menetap dalam beberapa tahun. Jelas sekali bahwa larva tidak mengalami migrasi dalam sirkulasi darah ke paru-paru. [3]
c. Cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)
Telur cacing tambang dikeluarkan bersama tinja dan berkembang di tanah. Dalam kondisi kelembaban dan temperatur yang optimal, telur akan menetas dalam 1-2 hari dan melepaskan larva rhabditiform. Setelah dua kali mengalami perubahan, akan terbentuk larva filariform. Perkembangan dari telur larva filariform adalah 5-10 hari. Kemudian larva menembus kulit manusia dan masuk ke sirkulasi darah melalui pembuluh darah vena dan sampai di alveoli. Setelah itu larva bermigrasi ke saluran nafas atas yaitu dari bronkiolus ke bronkus, trakea, faring, kemudian tertelan, turun ke esofagus dan menjadi dewasa di usus halus. Kerusakan jaringan dan gejala penyakit dapat disebabkan oleh larva dan cacing dewasa. Larva menembus kulit dan membentuk maculopapular dan eritema, sering disertai rasa gatal yang hebat, disebut ground inch atau dew itch. Sewaktu larva berada dalam aliran darah dalam jumlah banyak atau pada orang yang sensitif dapat menimbulkan bronkitis atau bahkan pneumonitis.
Referensi
- ^ Fadilla, dkk, Zahara (2022). PARASITOLOGI (HELMINTOLOGI DAN PROTOZOOLOGI. Jalan Kompleks Pelajar TijueDesa Baroh Kec. Pidie Kab. Pidie Provinsi Aceh: Yayasan Penerbit Muhammad ZainiAnggota IKAPI (026/DIA/2021. hlm. 3. ISBN 978-623-8065-32-5.
- ^ Hermansyah, Herry (2024). HELMINTOLOGI NEMATODA (PDF). Dusun Tegalsari RT 001/RW 004, Desa Jumoyo, Kec. Salam
Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah: PT. ADIKARYA PRATAMA GLOBALINDO. hlm. 2. ISBN 978-623-09-8552-2. line feed character di
|location=
pada posisi 55 (bantuan) - ^ Lydia Lestari, Dhina (2022). [file:///C:/Users/user/Downloads/1.+dr.+Dhina+Lidya+Lestari.pdf "Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Anak"] Periksa nilai
|url=
(bantuan) (PDF). Scientific Journal. 1 (6): '423–433'.