Lanong

Kapal perompak dari Nusantara
Revisi sejak 19 Agustus 2024 13.31 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Mengganti kategori yang dialihkan Penemuan Indonesia menjadi Reka cipta Indonesia)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Lanong adalah perahu besar yang digunakan oleh para bajak laut di Nusantara. Perahu ini dibuat terutama di Mindanao dan pantai Kalimantan Timur. Dari namanya terlihat bahwa perahu ini awalnya diidentifikasi dengan Orang Lanun. Lanong berukuran sampai 60-70 kaki (18-21 m), dengan pendayung berbaris sampai dua atau tiga susun seperti yang ditemukan di perahu kora-kora. Selain pendayung lanong juga menggunakan layar segi empat, dengan tiang layar berjumlah dua buah. Dibandingkan penjajap lanong tidak terlalu cepat, dan karena itu dapat digunakan sebagai pengangkut orang dan barang selain sebagai kapal perang.

Ilustrasi lanong akhir tahun 1700-an oleh Rafael Monleón, dipersenjatai 2 meriam

Sama seperti karakoa, lanong besar disebut secara tidak tepat oleh orang Spanyol sebagai joanga atau juanga (bahasa Spanyol untuk Jong), mungkin dikarenakan kemiripan siluetnya.

Tidak seperti penjajap, lanong lebih dikhususkan untuk pertempuran melawan kapal Eropa. Karena itu lanong dipersenjatai meriam kelas menengah di haluan dan beberapa meriam kecil dan meriam putar (swivel gun) di bagian samping. Lanong terbesar dapat mencapai 30 m (98 kaki) panjangnya dan 6 m (20 kaki) lebarnya.[1] Sebagai kapal perang lanong dilengkapi dengan meriam di haluan dan lela di lambung kiri dan kanan. Awak kapal biasa membawa senjata, seperti bedil, kelewang, keris, tombak, lembing atau seligi (bambu yang bisa mencapai 4 meter dengan mata terbuat dari besi).

Dalam pelayarannya lanong biasanya didampingi oleh perahu yang lebih kecil yang bernama kakap. Kakap ini berfungsi sebagai peninjau (scout) bagi penjajap atau lanong.[2]

Galeri

sunting

Lihat pula

sunting

Rujukan

sunting
  • Adrian B. Lapian (2009). "Bab IV:Bajak Laut". Orang Laut-Bajak Laut-Raja Laut:Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX. Jakarta: Komunitas Bambu. 
  1. ^ James Francis Warren (2007). The Sulu Zone: 1768-1898. NUS Press. pp. 257-258
  2. ^ Mohamed Zen (2002). Orang Laut: Studi Etnopedagogi. Bandung: Penerbit Yayasan Bahari Nusantara