Bandung Kogyo Daigaku

universitas di Indonesia

Bandung Kogyo Daigaku (バンドン工業大学, Bandung Kōgyō Daigaku) dibuka pada tanggal 1 April 1944 oleh Pemerintah Militer pada masa pendudukan Jepang dan berakhir pada bulan Agustus 1945 setelah diserah-terimakan kepada pihak Republik Indonesia.[1]:26

Bandung Kogyo Daigaku
 
Informasi
Didirikan1 April 1944 - Agustus 1945
KampusUrban
Nama julukanBKD, Kogyo Daigaku, STT

Pendudukan Jepang

Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Inggris. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Sementara itu, beberapa waktu sebelum tentara Jepang mendarat di Indonesia, TH Bandung terpaksa ditutup, karena semua guru besarnya diwajibkan masuk milisi.[1]:26

"Pada hari Minggu malam jam 23.00, tanggal 8 Maret 1942 radio NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep Maatschappij) yang memancarkan gelombangnya melalui stasiun darurat di Ciumbuleuit untuk terahir kalinya menyiarkan siarannya ke dunia bebas. Penyiar Bert Garthoff sempat menyampaikan salam terahir: Wij sluiten nu. Vaarwel, tot betere tijden. Leve de Koningin! yang artinya: Kami tutup siaran ini sekarang. Selamat berpisah, sampai berjumpa kembali di waktu yang lebih baik. Hidup Sri Ratu! Beberapa jam sebelumnya, pada hari Minggu sore jam 17.15 memang telah terjadi peristiwa besar yaitu Kapitulasi Belanda kepada Jepang bertempat di lapangan terbang militer Kalijati Subang. Semua kejadian ini merupakan kelanjutan serangan Jepang ke Asia Tenggara dalam rangka Perang Pasifik yang mereka namakan “Perang Asia Timur Raya” atau Dai Toa Shenso"
Kapitulasi Belanda - Jepang

Setelah Gubernur Jenderal Jonkheer Alidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Starkenborgh Stachouwer bersama Letnan Jenderal Hein ter Poorten, Panglima Tertinggi Tentara Hindia Belanda datang ke Kalijati, Subang untuk menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat tanggal 8 Maret 1942, maka secara de facto dan de jure, seluruh wilayah bekas Hindia Belanda sejak saat itu berada di bawah kekuasaan dan administrasi Jepang. Oleh karena itu seluruh tentara Hindia Belanda harus menyerahkan diri kepada balatentara Kekaisaran Jepang.

Segera setelah kapitulasi tentara Hindia Belanda di Kalijati, tentara Jepang menguasai kampus TH Bandung, sehingga hanya ada seorang petugas Pedel yang tetap tinggal. Tak lama kemudian tentara Jepang meninggalkan lokasi kampus, tetapi mereka datang kembali dan menduduki kampus setelah diminta pihak TH Bandung, karena mulai terjadi penjarahan terhadap perabotan dari kampus THS.[2]:73 Dengan menyerahnya tentara Hindia Belanda situasi keamanan menjadi kurang terkendali, karena tentara Jepang sendiri belum sepenuhnya melibatkan diri dalam menjaga ketertiban dan keamanan kota Bandung. Selanjutnya sayap barat kampus THS digunakan sebagai markas dan barak tentara Jepang.

Institute of Tropical Scientific Research

Pihak TH Bandung meminta kepada komandan tentara Jepang agar kegiatan perkuliahan TH Bandung bisa dibuka kembali, namun permintaan tersebut secara tegas ditolak. Namun melalui upaya warga Jepang yang bermukim di Bandung tercapai kompromi, bahwa laboratorium dapat kembali bekerja. Presiden Kurator TH Bandung - Ir. Ch. F. van Haeften, membawakan sebuah program koordinasi, di mana semua laboratorium berpartisipasi kecuali untuk Laboratorium Penelitian Bahan Bangunan, yang secara terpisah diisi peneliti Jepang. Komunitas laboratorium tersebut dinamakan Institute of Tropical Scientific Research (Lembaga Penelitian Ilmiah Tropis)[note 2], yang berjalan sekitar satu tahun, setelah beberapa bulan hampir semua orang Belanda tersebut diinternir. Terdapat banyak insinyur dan ahli kimia dari luar TH Bandung diberi kesempatan untuk bekerja di sini, dengan gaji bulanan yang kecil. Perlu ditekankan bahwa organisasi tersebut berada di bawah Dept. van Verkeer en Waterstaat (Departemen PU). Selanjutnya Laboratorium Bosscha diganti namanya menjadi "Laboratorium Fisika dan Matematika", sebuah "Laboratorium Penelitian Konstruksi Bangunan" dibuka, Laboratorium Mekanika diperluas.[2]

Pada bulan September 1942 sebagian dari tentara Jepang ditarik dari kampus TH Bandung. Sejumlah besar perabotan dibawa termasuk sebagian persediaan logam dan peralatan pembuatan instrumen, mikroskop dan banyak peralatan optik lainnya, sedangkan instrumen-instumen untuk mengukur potensi udara sebagian besar telah dihancurkan.[2]

Laboratorium di Kampus TH Bandung yang tetap dibuka pada jaman Jepang adalah:

  • Laboratorium Pengairan yang dipimpin Ir. Soenarjo yang berada di bawah Kotubu Bunsitsu (Departemen PU masa pendudukan Jepang).[3] Pada periode TH Bandung laboratorium ini bernama Waterloopkundig Laboratorium milik Departement van Verkeer en Waterstaat (Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum) di bawah Dients van Havenwezen (Dinas Pelabuhan). Laboratorium tersebut terdiri dari laboratorium kecil (5 Juni 1936) terutama untuk penelitian dasar dan berafiliasi dengan THS dan laboratorium besar terutama untuk penelitian terpakai (1940).[4]
  • Laboratorium Technische Hygiene en Assaineering atau Laboratorium voor Technisch Hygine en Drinkwater Voorziening yang ditempatkan di bawah kementerian pengajaran yang dalam pelaksanaan tugasnya bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Teknik (STT) - BKD. Pada saat masa pendudukan Jepang berakhir dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, laboratorium tersebut berganti nama menjadi Laboratorium Kesehatan Teknik (LKT). Selanjutnya pada tahun 1964, Lembaga Ilmu Kesehatan Teknik di Bandung diserahkan Kementerian Kesehatan Indonesia kepada Institut Teknologi Bandung.[5]
  • Laboratorium Materiaal-onderzoek (Laboratorium Penelitian Bahan) yang berubah nama menjadi Laboratorium Zeiro Sikendya dan kemudian menjadi Laboratorium Kogio Sikendya.[6]

Mulai saat inilah, laboratorium-laboratorium tersebut sedikit demi sedikit melepaskan diri dari dunia pendidikan. Suatu konsep sinergitas antara pendidikan dan penelitian yang telah diupayakan TH Bandung dalam periode 1920-1942 berakhir secara perlahan. Ditambah lagi karena semakin berkembangnya laboratorium-laboratorium tersebut (contohnya: Laboratorium Pengairan menjadi Institut Teknik Air dan Tanah (ITAT) dan terakhir menjadi Puslitbang Sumber Daya Air (PUSAIR) Kementerian Pekerjaan Umum), sehingga semakin sulit akhirnya untuk menyatukan lembaga pendidikan dan lembaga penelitian tersebut di bawah satu atap.

Bandoeng Koogyo Daigaku

"De autoriteiten hebben besloten de Technische Hoogeschool te Bandoeng, die in verband met den oorlog werd gesloten, op 1 April aanstaande te heropenen. Vroegere studenten kunnen na een speciaal examen opnieuw worden toegelaten."

"Pihak penguasa (militer Jepang) telah memutuskan bahwa de Technische Hoogeschool te Bandoeng, sehubungan dengan berakhirnya perang, maka pada tanggal 1 April mendatang (1944) dibuka kembali. Mantan mahasiswa setelah melalui ujian khusus dapat kembali diterima."

"Engeland's jongste generaal is 31 jaar"[7]

Bandoeng Koogyo Daigaku (BKD - Sekolah Tinggi Teknik Bandoeng) dibuka Pemerintah Balatentara Dai Nippon berdasarkan Makloemat Gunseikan No. 47 tertanggal 15, bulan 7 tahun Syoowa 19 (2604), atau tanggal 15 Juli 1944. Maklumat tersebut mulai diberlakukan pada tanggal 1 bulan 4 tahun Syoowa 19 (2604), atau tanggal 1 April 1944.[8]:37

Pasal 2 Maklumat itu menyebutkan bahwa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung dibagi dalam dua bagian (bu), yaitu Daigaku-bu (Bagian Pelajaran Tinggi)[8]:37 atau Sekolah Tinggi Teknik[1]:27, dan Senmon-bu (Bagian Pelajaran Istimewa)[8]:37 atau Sekolah Menengah Teknik[1]:27.

Pasal 4 menetapkan bahwa lama pendidikan untuk setiap bu adalah tiga tahun. Siswa yang diterima di Daigaku-bu adalah tamatan Kootoo Tyuugakkoo (Sekolah Menengah Tinggi), sedangkan siswa yang diterima di Senmon-bu adalah tamatan Tyuugakkoo (Sekolah Menengah Pertama).[8]:38

Sebagai perbandingan, Tokyo Kogyo Daigaku (Tokyo Institute of Technology), yang baru ditingkatkan setara Universitas sejak bulan April 1929, menerapkan masa studi tiga tahun. Baru kemudian setelah pemberlakuan UU Pendirian Sekolah Nasional pada bulan Mei 1949 mendorong Tokyo Kogyo Daigaku memperpanjang masa studi tiga tahun menjadi empat tahun.[9]

BKD mempunyai tiga bagian dengan lama studi tiga tahun yaitu:

  • Dobubuka (Bagian Sipil)
  • Oyakagabuka (Bagian Kimia)
  • Denki dan Kikaika (Bagian Listrik dan Mesin)[1]:27

Bagian-bagian tersebut serupa dengan bagian-bagian yang diadakan ketika TH Bandung ditutup pada tahun 1942, bagian Sipil dibuka tahun 1920, bagian Kimia dibuka pada tanggal 1 Agustus 1940, bagian Mesin dan Listrik dibuka pada tanggal 1 Agustus 1941 (kedua jurusan tersebut pada tingkat satu menjalani kelas yang sama).

Pimpinan BKD adalah Tuan Isyihara, seorang Jepang.[1]:27 Selain orang Jepang, terdapat pengajar bangsa Indonesia di antaranya:

Pada tanggal 1 Juli 1944, Roosseno yang pada waktu itu berusia 35 tahun, diangkat Pemerintah Balatentara Nippon sebagai profesor (Kyooju) di Bandung Kogyo Daigaku dalam bidang ilmu mekanika dan beton serta baja. Dia merupakan satu-satunya orang Indonesia yang diangkat sebagai guru besar di masa pendudukan Jepang.[12]

Selama pendudukan Jepang, BKD berhasil meluluskan lima orang dengan gelar sarjana teknik (kogakusi) semuanya dari Bagian Sipil. Sebelum TH Bandung ditutup mereka adalah mahasiswa TH tingkat akhir.[1]:27 Catatan nama insinyur baru lulusan BKD tersebut belum ditemukan, sekedar pembanding, buku Dari TH ke ITB: Kenang-kenangan lustrum keempat 2 Maret 1979, Jilid 2: Daftar lulusan ITB, halaman 169, dalam tahun 1945 cuma mencatat 3 orang: Irdan Idris, Nowo, dan Soebianto.[10]:169

BKD berakhir pada tahun 1945 setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Hikmah yang diperoleh dari masa pendudukan Jepang adalah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di semua sekolah termasuk BKD. Dengan demikian, mulai saat itu Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar di perguruan tinggi.[8]:11

Catatan

  1. ^ Sekarang Jl. Ganeća 10 Bandung.
  2. ^ Versi lain menyebutkan "Institute of Tropical Science"[1]:26
  3. ^ Kemudian menjadi Guru Besar Ilmu Konstruksi Baja pada Universitit Negeri Gadjah Mada di Yogyakarta pada tanggal 19 September 1954.[11]

Rujukan

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m Sakri, A. (1979a). Dari TH ke ITB: Kenang-kenangan lustrum keempat 2 Maret 1979, Jilid 1: Selintas perkembangan ITB. Bandung: Penerbit ITB.
  2. ^ a b c (Belanda) "De laboratoria der Technische Hoogeschool te Bandoeng" dalam Majalah "Natuurwetenschappelijk tijdschrift voor Nederlandsch Indië / Koninklijke natuurkundige vereeniging in Nederlandsch Indië" Volume 102, No.4, 1 Juli 1946.
  3. ^ PU Dari Masa Ke Masa.
  4. ^ Sejarah Pusair.
  5. ^ Sejarah BBTKL PPM Jakarta.
  6. ^ Sejarah Balai Besar Bahan dan Barang Teknik.
  7. ^ (Belanda) Nieuwe Tilburgsche Courant, edisi 26 Oktober 1943, Tahun ke-65 No.14890.
  8. ^ a b c d e Somadikarta, S. (1999). Tahun emas Universitas Indonesia, Jilid 1: Dari Balai ke Universitas. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
  9. ^ (Inggris) Tokyo Kogyo Daigaku
  10. ^ a b c d Sakri, A. (1979b). Dari TH ke ITB: Kenang-kenangan lustrum keempat 2 Maret 1979, Jilid 2: Daftar lulusan ITB. Bandung: Penerbit ITB.
  11. ^ Orasi Guru Besar UGM Prof. Ir. Soewandi Notokoesoemo.
  12. ^ Wiratman Wangsadinata, “100 Tahun Roosseno”, Kompas, Sabtu, 2 Agustus 2008
  • (Belanda) Majalah "De ingenieur in Nederlandsch-Indië" edisi tahun 1934-1942.
  • (Belanda) Majalah "De ingenieur in Indonesie" edisi tahun 1948-1957.
  • (Belanda) http://kranten.kb.nl/

Pranala luar

Didahului oleh:
Technische Hoogeschool te Bandoeng
1920-1942
Institute of Tropical Science
1942-1945
Bandung Kogyo Daigaku

1944–1945
Diteruskan oleh:
Sekolah Tinggi Teknik Bandung

1945-1946