Kesultanan Ternate

bekas kesultanan di Maluku Utara
Revisi sejak 7 November 2004 03.35 oleh 61.94.199.38 (bicara)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Sejak berabad-abad lalu, daya pikat Cengkih dan rempah lainnya telah membuat para pedagang dan petualang mancanegara berduyun-duyun datang ke jazirah Maluku dan khususnya Ternate. Orang-orang Arab, Cina, Jawa dan Melayu kemudian menetap dan membaur dengan penduduk lokal lalu bersama-sama mereka membentuk suatu organisasi Kerajaan yang baru di Pulau Ternate.

Kerajaan Ternate didirikan tahun 1257 dengan Kolano (raja) pertama bernama Baab Mashur Malamo (1257-1272). Di bawah pimpinan beberapa generasi Kolano berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.

Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan Sultan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa, disana beliau dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih).

Di masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1522), Ternate semakin berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan perahu dan senjata yang diperoleh dari orang Arab digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Di masa ini pula datang orang Eropa pertama di Maluku, Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema), tahun 1511, Portugis pertama kali menginjakkan kaki di Maluku dibawah pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan Sultan, Portugis diizinkan mendirikan pos dagang di Ternate.

Tindak tanduk Portugis yang semakin kurang ajar dan semena-mena membuat Sultan Khairun (1534-1570) bertekad mengusir Portugis dari Maluku, ketika diambang kekalahan, secara licik Gubernur Portugis, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya dengan kejam membunuh Sultan yang datang tanpa pengawalnya. Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk menyingkirkan Portugis, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan dan perjuangan Sultan Baabullah (1570-1583), pos-pos Portugis di seluruh Maluku dan wilayah timur Indonesia digempur, setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugis meninggalkan Ternate untuk selamanya tahun 1575. Kemenangan rakyat Ternate ini merupakan kemenangan pertama putera-putera Nusantara atas kekuatan barat. Dibawah pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaannya, wilayah membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga kepulauan Marshall dibagian timur, dari Philipina (Selatan) dibagian utara hingga kepulauan Nusa Tenggara dibagian selatan hingga Sultan Baabullah dijuluki “penguasa 72 pulau” yang semuanya berpenghuni.

Sepeninggal Sultan Baabullah Ternate mulai melemah, Spanyol yang telah bersatu dengan Portugis tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dan menyerang Ternate, peperangan dengan Spanyol memaksa Sultan Ternate meminta bantuan Belanda tahun 1603. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan menguasai Ternate, meskipun para Sultan berikutnya terus menentang kedudukan Belanda namun kegagalan mereka justru membuat Ternate semakin terpuruk dan lewat berbagai perjanjian yang menguntungkan Belanda, kewenangan Sultan dibatasi dan menjadi simbol belaka dan Ternate pun akhirnya terkucil dari dunia Internasional.