Kesombongan

Sikap manusia, yang memberikan nilai tidak realistis pada kepentingan, pangkat, atau kemampuan mereka sendiri
Revisi sejak 17 Februari 2015 18.55 oleh Ign christian (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi 'File:Hieronymus Bosch - The Seven Deadly Sins (detail) - WGA2504.jpg|thumb|''Superbia'' (Kesombongan) dalam "Tujuh Dosa Mematikan dan Empat Hal Terakhir", karya [[Hi...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Kesombongan, atau "keangkuhan", adalah suatu perasaan atau emosi dalam hati yang dapat mengacu pada dua makna umum. Dalam konotasi negatif biasanya mengacu pada perasaan meningkatnya status atau prestasi seseorang. Sementara dalam konotasi positif dapat disebut "kebanggaan" -- atau juga "kepuasan" -- yang mengacu pada perasaan puas diri seseorang terhadap tindakan atau pilihannya sendiri, atau terhadap pihak lain; dapat dikatakan sebagai suatu produk turunan dari pujian, refleksi diri, atau rasa memiliki yang terpenuhi.

Superbia (Kesombongan) dalam "Tujuh Dosa Mematikan dan Empat Hal Terakhir", karya Hieronymus Bosch.


Dalam Agama

Katolik

Kesombongan (bahasa Inggris: pride, bahasa Latin: superbia), atau kecongkakan, adalah dosa pokok yang pertama dalam "Tujuh dosa pokok" sebagaimana tercantum di Katekismus Gereja Katolik (KGK) #1866. Kesombongan adalah permulaan dosa (Sirakh 10:13) yang diakibatkan oleh manusia pertama (Roma 5:12); sehingga dosa kesombongan menyebabkan dosa-dosa lain, atau dosa-dosa pokok lainnya.

Arti kesombongan

Santo Thomas Aquinas berpendapat bahwa kesombongan adalah suatu perasaan dimana manusia menilai dirinya lebih dari kenyataannya; kehendaknya sudah berlawanan dengan nalar dengan mengharapkan sesuatu yang tidak wajar, sehingga kesombongan merupakan dosa.[1] Dengan bahasa yang berbeda, Santo Yohanes Maria Vianney menggambarkan orang yang sombong sebagai orang yang haus pujian. Menurutnya, seseorang yang sombong selalu memperolok dirinya sendiri dengan tujuan agar orang lain semakin memujinya. Semakin seseorang yang sombong merendahkan dirinya, semakin banyak ia mengharapkan puji-pujian atas kesia-siaannya yang menyedihkan itu. Orang yang sombong memenuhi khayalannya dengan segala yang telah dikatakan orang untuk memuji dirinya sendiri, dan dengan segala daya upaya berusaha untuk memperoleh lebih banyak pujian lagi karena ia tidak pernah puas dengan pujian.[2]

Jenis kesombongan

Santo Gregorius Agung mengkategorikan kesombongan menjadi 4 jenis:[1]

  1. Merasa bahwa kebaikannya berasal dari dirinya sendiri
  2. Merasa bahwa kebaikannya berasal dari Tuhan dan karena jasanya
  3. Membanggakan sesuatu yang tidak dimilikinya
  4. Memandang rendah orang lain dan merasa sebagai satu-satunya pemilik dari apa yang dimilikinya

Dua belas tangga kesombongan

Secara rinci Santo Bernardus dari Clairvaux menyusun "Dua belas tangga kesombongan", atau "Dua belas tahap kesombongan", sebagai kebalikan "Dua belas tahap kerendahan hati" dari Santo Benediktus yang tercantum dalam Peraturan Santo Benediktus.[3] St. Thomas Aquinas juga menggunakan karya St. Bernardus tersebut dalam penjelasan mengenai dosa pokok kesombongan dalam karya terbesarnya, Summa Theologia.[1] Sebenarnya tahapan-tahapan ini secara khusus ditujukan kepada para rahib, namun secara umum dapat diterapkan juga untuk kaum awam.

12 Tingkat Kesombongan 12 Tingkat Kerendahan Hati
I. Rasa ingin tahu akan segala sesuatu XII. Penyangkalan kehendak diri dalam kebersahajaan sikap tubuh
II. Pikiran sembrono, senang bicara yang tidak penting XI. Berbicara yang terkendali & tenang
III. Kegembiraan & gelak tawa diluar kewajaran X. Pantang tertawa berlebihan, cukup tertawa ringan
IV. Suka membual & banyak bicara IX. Hanya berbicara jika diminta
V. Suka menonjolkan diri supaya nampak suci VIII. Memandang diri tidak ada hak istimewa di masyarakat, taat peraturan
VI. Suka dipuji, merasa lebih suci dibanding orang lain VII. Merasa diri lebih berdosa dibanding orang lain, dan menyatakannya
VII. Merasa dapat melakukan segala sesuatu di atas kemampuannya VI. Memandang diri tidak layak untuk menerima atau melakukan segala hal
VIII. Pembenaran diri, merasa tidak berdosa V. Mengaku dosa
IX. Tidak jujur dalam pengakuan dosa karena takut silih yang berat IV. Sabar dan tetap taat peraturan dalam saat sulit
X. Pemberontakan terhadap peraturan dan atasan yang berwenang III. Ketaatan terhadap peraturan dan atasan yang berwenang
XI. Berbuat dosa dengan bebas II. Keinginan untuk menekan kehendak atau kepentingan diri
XII. Terbiasa berbuat dosa I. Takut akan Tuhan dengan kewaspadaan terhadap dosa

Kerendahan hati XII, mungkin, adalah kerendahan hati sempurna; sementara Kesombongan XII berpotensi untuk melawan dan meninggalkan Allah sepenuhnya. Dari 12 tingkatan kesombongan dapat dilihat bahwa kejatuhan manusia dalam kebiasaan berdosa (XII) diawali dari sikap yang nampak sepele, yaitu rasa ingin tahu akan berbagai hal (I) --khususnya keinginan mata. Kejatuhan manusia pertama, yang menyebabkan dosa asal, berawal dari rasa ingin tahu Hawa dengan memandang yang tidak semestinya sehingga membiarkan dirinya dikuasai godaan (Kejadian 3:1-24).[4] Kesombongan dalam suatu tingkat tertentu dapat diatasi dengan kerendahan hati yang adalah lawannya, dalam tingkat yang sejajar pada tabel; contohnya jika sudah suka membual dan banyak bicara (Kesombongan IV), diatasi dengan tindakan hanya berbicara jika diminta (Kerendahan hati IX).

Hubungan dengan Tiga Kebajikan Ilahi

Harapan adalah penantian dengan penuh kepercayaan akan berkat ilahi dan pandangan Allah yang membahagiakan, tujuan hidup semua orang beriman; merupakan salah satu dari tiga kebajikan ilahi / teologal --selain iman dan kasih.[5] Seseorang dapat gagal mencapai harapan karena kesombongan membuat ia melakukan yang tidak semestinya, kasih dan imannya gugur dalam perjalanan; sehubungan dengan harapan tersebut, KGK #2092 mengklasifikasi kesombongan menjadi 2 macam:

  • Seseorang yang menilai kemampuannya terlalu tinggi; merasa dapat mencapai keselamatan tanpa bantuan Tuhan. Akibatnya orang tersebut akan mengalami banyak kejatuhan berulang-ulang karena berusaha sendiri tanpa memohon bantuan rahmat dari-Nya. Suatu saat ia dapat mencapai tahap keputusasaan,[6] dan pada akhirnya ia menyangkal imannya.
  • Seseorang yang merasa dapat menerima pengampunan, tanpa perlu bertobat, karena pemahaman yang salah akan kerahiman Allah; dan merasa dapat menjadi bahagia tanpa berbuat jasa apapun. Padahal Allah tidak menghendaki dosa, dan menjatuhkan hukuman atasnya; kemudian orang tersebut menantang kasih Allah -- dimana ia sendiri yang mengingkari dan memungkiri kebaikan-Nya dengan tidak mau bertobat. Sehingga selanjutnya timbul kebencian terhadap Allah.[7] Demikian akhirnya, akibat kesombongannya, seseorang dapat melakukan dosa yang tak terampuni --menghujat Roh Kudus (Lihat: Kronologi berkembangnya dosa).

Referensi

  1. ^ a b c (Inggris) Thomas Aquinas. "The Summa Theologica II-II.Q162 (Pride)" (edisi ke-1920, Second and Revised Edition). New Advent. 
  2. ^ St. Yohanes Maria Vianney. "Katekese tentang Kesombongan". www.indocell.net/yesaya. 
  3. ^ (Inggris) Saint Bernard. "The Twelve Degrees of Humility and Pride p.5-7" (edisi ke-1929). Internet Archive. 
  4. ^ Rm. Yohanes Indrakusuma. "Tahap-tahap Kesombongan (Ajaran Rohani St. Bernardus dari Clairvaux)". www.carmelia.net. 
  5. ^ "Katekismus Gereja Katolik #2090". Iman Katolik. 
  6. ^ "Katekismus Gereja Katolik #2091". Iman Katolik. 
  7. ^ "Katekismus Gereja Katolik #2094". Iman Katolik.