Suku Pamona

kelompok etnik dari Sulawesi Tengah, Indonesia

Suku Pamona, atau sering juga disebut suku Poso atau orang poso , mendiami hampir seluruh wilayah kabupaten Poso, sebagian wilayah Kabupaten Tojo Una-Una, sebagian wilayah Kabupaten Morowali,bahkan provinsi Sulawesi Selatan yakni di wilayah Luwu Timur, sedangkan sebagian kecil hidup merantau di berbagai daerah di Indonesia. Nenek Moyang Suku Pamona Itu sendiri berasal dari dataran SaluMoge (luwu Timur) yang karena berada di atas gunung yang jauh dari pusat pemerintahan sehingga mereka di turunkan oleh Macoa Bawalipu mendekati pusat pemerintahan yaitu di sekitaran wilayah Mangkutana (luwu Timur). hingga terjadinya pemberontakan DI/TII mereka menyebar smapai ke sulawesi tengah dan daerah lainnya. Jika di suatu daerah terdapat suku Pamona, biasanya selalu ada Rukun Poso, yaitu wadah perkumpulan orang-orang sesuku untuk melakukan sesuatu kegiatan di daerah tersebut. Agama yang dianut hampir seluruh anggota suku ini adalah Kristen. Agama Kristen masuk daerah sekitar 100 tahun yang lalu dan sampai sekarang diterima sebagai agama rakyat. Sekarang semua gereja-gereja yang sealiran dengan gereja ini bernaung dibawah naungan organisasi Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) yang berpusat di Tentena, kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Sebagian besar masyarakat sehari-hari menggunakan bahasa Pamona (Bare'e) dan bahasa Indonesia dengan gaya bahasa setempat. Mereka berprofesi sebagai petani, pegawai negeri, pendeta, wiraswasta, dan lain-lain.

Suku Pamona
Bahasa
Bahasa Pamona (Bare'e)
Agama
Kristen Protestan & Katolik Roma

Antara Pamona & Poso

Sesungguhnya suku Pamona tidak identik dengan suku Poso, Karena pada prinsipnya suku Poso tidak ada, yang ada adalah daerah yang bernama Poso, didiami oleh suku Pamona. ada yang berpendapat bahwa poso berasal dari Kata "maPoso" sendiri dalam bahasa Pamona berarti "pecah". sedangkan menurut beberapa tokoh poso kata poso sebenarnya berasal dari kata poso'o yang artinya pengikat, dinamakan sebagai kota poso karena bertujuan sebagai pengikat atau pemersatu antara orang pamona yang berasal dari gunung (pinggir danau, dan juga dengan suku pamona yang berasal dari pinggir pantai) sedangkan Asal nama Poso yang berarti pecah, konon dimulai dari terbentuknya Danau Poso. Konon, danau Poso terbentuk dari sebuah lempengan tanah berbukit, dimana dibawah lempengan bukit tersebut terdapat mata air. Disekeliling bukit merupakan dataran rendah, sehingga aliran air dari pegunungan terkumpul disekeliling bukit tersebut. Genangan air tersebut menggerus tanah disekeliling bukit sehingga makin lama air yang menyisip kedalam tanah, bertemu dengan air yang di dalam perut bumi. Akibatnya terjadi abrasi yang menjadi penyebab labilnya struktur tanah yang memang agak berpasir. Lambat laun pinggiran bukit tidak kuat lagi menahan beban bukit yang diatasnya, sehingga mengakibatkan pecahnya bukit yang terbawah masuk, jatuh kedalam kubangan mata air di bawah bukit, sehingga membentuk danau kecil. Bagi masyarakat suku Pamona zaman tersebut kejadian tersebut dituturkan sebagai pecahnya gunung yang membentuk danau tersebut, sehingga dinamai "Danau Poso" Danau yang baru terbentuk tersebut, kian lama kian membesar, karena sumber mata air di pegunungan sekelilingnya mengalir kearah danau baru tersebut. Akibatnya debit air danau dari waktu ke waktu terus naik, sehingga luas permukaannya menjadi demikian lebar. sesuai dengan sifat air yang selalu mencari dataran rendah, maka pada ketinggian permukaan tertentu, tebentuklah sebuah sungai yang mengarah ke pantai laut akibat danau tidak mampu lagi menampung debit air. Karena sungai tersebut berasal dari danau Poso, maka sungai baru tersebut, dinamai dengan nama yang sama, yakni Poso (sungai Poso). Muara sungai baru yang terbentuk itu kemudian didiami oleh sejumlah penduduk, karena di sungai baru tersebut ternyata terdapat banyak ikan. Kata poso sendKumpulan penduduk pemukim baru itu kemudian menamai kampung tersebut dengan sebutan yang sama, yakni Poso.

Adapun beberapa suku yang mendiami tanah poso adalah sebagai berikut :

1. Suku Pamona

2. Suku Mori

3. Suku Bada atau Badar

4. Suku Napu

5. Suku Tojo

6. Suku Kaili

7. Suku Padoe

8. Suku Lore

9. Suku Taa

Lembaga Adat Pamona

Pamona merupakan nama persatuan beberapa etnis, yang mengandung arti pakaroso mosintuwu naka Molanto(Pamona), Kemudian Pamona adalah sala satu etnis yang menyatu pada saat pemerintahan Kolonial belanda, pencetusan nama Pamona di diklarasikan di Tentena, sehingga untuk mengenang deklarasi tersebut maka dibuatlah Tugu watu mpoga'a dan di tentena terdapat jalan yang bernama pamona. Dalam historis kelembagaan adat Pamona dulu di kenal pembagian kekuasaan untuk poso dipimpin oleh Datue Poso dan beberapa kabosenyanya memwakili etnis masing-masing....dan kalau di daerah Tana Luwu dipimpin oleh Mokole Tawi dan keberadaan lembaga Adat Pamona untuk saat ini terbagi menjadi 2 yakni untuk di daerah Poso bernama Majelis Adat Lemba Pamona Poso sedangkan untuk di tanah Luwu (Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Luwu Utara) dinamakan Lembaga Adat lemba Pamona Luwu....dan saat ini masih dipelihara keberadaannya oleh seluruh masyarakat adat Pamona baik yang ada di mangkutana kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Luwu Utara maupun yang berada di Kabupaten poso.penjelasan Sesepuh Kabosenya' Yordan Torau, S.Pd yang saat ini menjabat sebagai Ketua Adat Lemba Pamona Luwu di wilayah 23 Lipu kabosenya selemba Pamona Luwu Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Luwu Utara kepada redaksi

Bahasa

Berbicara mengenai Suku Pamona, akan terasa hambar jika tidak mengenal bahasa yang digunakan oleh suku yang mendiami daerah itu sendiri, yakni Bahasa Pamona. Struktur Bahasa Pamona cukup unik, setidaknya jika ditinjau dari ragam asal suku kata, dimana suatu kata asal tersebut dapat mempunyai banyak arti tatkala kata itu sendiri ditambahkan awalan, akhiran, sisipan ataupun imbuhan.

Contoh asal suku kata yang berubah arti setelah ditambah awalan, akhiran atau imbuhan dan membentuk beragam arti contoh: asal kata (dasar) ja'a = jahat;maja'a = rusak, jahat; kaja'a = kejahatan ; ja'andaya = kemarahan; kakaja'ati = sayang (untuk barang yang rusak)ja'anya =kerugiannya, sayangnya; ja'asa = alangkah jahatnya; ja'ati=di rusaki ja'a-ja'a=buruk; contoh lain : monco = benar; kamonconya=sesungguhnya, sebenarnya; monco-monco=sungguh-sungguh; moncoro = bersiaga; moncou= terayun;... dan banyak lagi.

Kemudian beberapa kata dasar yang jika digolongkan menjadi kata-jadian (seperti diatas, sebagian kata jadian tetapi sebagian tidak dapat digolongkan sebagai kata jadian) yang hanya bertokar tempat huruf, lantas membentuk lain arti contoh : soe = ayun; soa = kosong; sue = mencontoh, sia = sobek; sou/sau=turunkan (dari gendongan yang memakai tali/kain) sua=masuk sai= kais (ayam)seo (sobek2 karena lapuk)

Bahasa Pamona yang unik tersebut beberapa frasa suku katanya seperti hanya dipelintir, dan timbullah arti kata yang berbeda contoh : mekaju (mencari kayu bakar) mokuja (sedang berbuat apa?) makuja (bertanya mengenai gender bayi yang baru lahir)mokijo ( bunyi teriakan riuh sebangsa monyet) mokeju (bersanggama). Contoh lain: koyo (usung) kuya (jahe) kayu (usungan yang terbuat dari pelepah rumbia)koyu (simpul tali berkali-kali pada suatu rentang tali). contoh lainnya : Lio (wajah) lou (ayun badan kebawah) lau (ada dengan pengertian tempat dimaksud berada di tempat yang lebih rendah) lua (muntah) loe (jinjing) liu (lewat) dan sebagainya.

Kesenian

Seni musik

Suku Pamona juga mengenal lagu rap semenjak zaman dulu kala. Sebagai contoh simak lagu rap yang banyak dilagukan rakyat desa pada tahun 1940-an sbb :

Ee nona ee noa iwenu pai nu kabaga pai ku kabaga, bonce be manana Ee bonce.. ee bonce, iwenu pai be manana, pai be manana, kaju wota-wota

Ee kaju, ee kaju, iwenu pai nu ka wota, pai ku ka wota, na tudusi uja, ee uja, ee uja, iwenu pai nu katudu, pai ku katudu, da napandiu ntumpa.

Ee tumpa, ee tumpa, i wenu pai nu pandiu, pai ku pandiu, da natungku ule. Eee ule, ee ule, iwenu pai nupa tungku pai ku patungku kina'a ntu'aku.

Jika diartika secara harafia artinya sebagai berikut :

Eh nona, mengapa perutmu buncit? Perutku buncit karena makan bubur yang tidak matang,

Mengapa bubur tidak matang? Karena (dimasak dengan) kayu bakar basah. Eh kayu : "mengapa engkau (kayu bakar)basah? Aku (kayu bakar) basah karena hujan turun.

Eh hujan, mengapa engkau turun ?

Aku (hujan) turun karena akan dipakai kodok untuk mandi.

Eh kodok, mengapa engkau mandi (air hujan)? Aku (kodok) mandi, karena akan di santap ular.

Eh ular, mengapa engkau (hendak)menyantap si kodok?

Aku (ular, akan)menyantap kodok, (karena) makanan moyangku...

Seni tari

Tarian Dero, atau modero merupakan tarian populer di kalangan Suku Pamona. Tarian ini diadakan pada pesta-pesta rakyat. Biasanya dilakukan oleh orang-orang muda. Tarian melingkar dilakukan dengan saling bergandengan tangan, sambil berbalas pantun diringi musik ceria. Beberapa daerah di Palu melarang kegiatan tarian dero atau modero karena sering menjadi pemicu perkelahian antar pemuda yang saling berebut perhatian gadis-gadis. Tarian dero, dibedakan atas 3 macam gerakan menurut iramanya lenggang dan langkah kaki, yakni : ende ntonggola, (langkah kaki kekanan 2 langkah, selangkah ke belakang dan seterusnya berulang. Ditarikan saat menyambut bulan purnama, dimana waktu mulai persiapan lahan menunggu waktu bercocok. Waktu bercocok tanam adalah saat bulan mulai gelap. Yang berikut ende ngkoyoe (ende ntoroli) yaitu dua langkah kekanan dan selangkah kekiri. Ditarikan saat mengantar panen atau perayaan hari besar atau pesta. Sedangkan yang ke tiga ende ada (adat)untuk penyambutan hari2 adat atau perayaan, langkahnya sama dengan ende ntoroli, tetapi tangan tidak bergandengan/berpegangan.

Marga

Mengikuti kebiasaan orang Eropa yang mempunyai nama keluarga atau marga atau fam, maka orang Pamona juga mempunyai marga-marga seperti berikut :

Magido,Tarau, Awundapu, Banumbu, Bali'e, Baloga, Belala, Betalino, Beto, Botilangi, Bulinde, Bungkundapu, Bungu, Buntinge,Bakumawa, Dike, Dongalemba, Gilirante, Gimbaro, Gugu, Gundo, Kaluti, Kampindo, Kambodji, Kalembiro, Kalengke, Karape, Karebungu, Kayori, Kayupa, Koedio, Kogege, Kolombuto, Kolobinti, Kuko,Lakiu, Langgari, Ladjamba, Lambangasi, Labiro, Liante, Lidongi, Lu'o, Lumaya,Lolongudju, Manganti, Meringgi, Mossepe, Mowose, Monepa, Monipo, Nyolo-nyolo, Nggau, Nggo'u, Nua, Nyaua, Oguu, Pakuli, Palaburu, Parimo, Pariu, Paroda, Pasunu, Patara, Pebadja, Penina,Pekita, Penyami, Pandoyu, Pesudo, Poa, Pombaela, Pobonde, Podala, Polempe, Purasongka, Ralampi, Rangga, Ratengku,Pusuloka, Rampalino, Rampalodji, Rantelangi, Rare'a, Ruagadi, Rubo, Ruutana, Satigi, Sancu'u, Sawiri, Sigilipu, Sipatu, So'e, Sowolino, Tobogu, Tabanci, Tadanugi,Tadalangi,Tadale, Tadadja, Tadjaji,Talasa, TamboEo, Tarante, Tasiabe, Tawuku, Tawurisi, Tekora, Tepara, Tiladuru,Tolala, Toralawe, Mogadi,Tobondo, Tolimba, Toumbo,Tumonggi, Turuka, Ule, Ululai, Warara, Wenali, Werokila nce'i to mori, Wuri, Wutabisu, dll.

Lihat Pula

  • Katiana Upacara Kehamilan Suku Pamona