Dana darurat
Dana Darurat adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas.[1] Dana Darurat termasuk salah satu sumber penerimaan daerah.
Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, adalah penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Pendapatan lain-lain. Di dalam lain-lain pendapatan itulah terdapat Dana Darurat dan Hibah kepada Daerah.
Berdasarkan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber APBD. Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa ditetapkan oleh Presiden.
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Pemerintah juga dapat mengalokasikan Dana Darurat pada Daerah yang dinyatakan mengalami krisis solvabilitas. Daerah dinyatakan mengalami krisis solvabilitas berdasarkan evaluasi Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Krisis solvabilitas ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi denganDewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2012 tentang Dana Darurat, Dana Darurat hanya digunakan untuk keperluan mendesak. Dana Darurat harus dikelola secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan aspek keadilan dan kepatutan.
Penggunaan
Dana Darurat digunakan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahap pascabencana yang menjadi kewenangan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi untuk pemulihan fungsi Pelayanan Publik yang dilakukan badan usaha milik daerah (BUMD), Dana Darurat dapat diteruskan oleh Pemerintah Daerah kepada BUMD yang melaksanakan fungsi Pelayanan Publik.[2]
Dana Darurat tidak dapat digunakan untuk mendanai kegiatan yang telah didanai dari sumber lainnya dalam APBN.
Pengajuan dan Penilaian Dana Darurat
Pemerintah Daerah yang daerahnya mengalami Bencana Nasional dan/atau Peristiwa Luar Biasa dapat mengajukan permintaan Dana Darurat kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan paling sedikit Kerangka Acuan Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana beserta Rencana Anggaran Biaya. Pemerintah Daerah dapat mengajukan permintaan Dana Darurat selama masih dalam tahap pascabencana.[2]
Menteri Keuangan bersama kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan/atau menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap permintaan dimaksud. Verifikasi dan evaluasi dilakukan oleh:
1. Kepala BNPB dan/atau menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait, dalam rangka penilaian atas kerangka acuan dan rencana anggaran biaya dari aspek kerusakan dan kerugian untuk penyusunan anggaran kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana;
2. Menteri Keuangan, dalam rangka penilaian atas kelayakan dan kecukupan APBD.[2]
Berdasarkan hasil verifikasi dan evaluasi dimaksud, Menteri Keuangan menyusun rencana anggaran Dana Darurat per Daerah dengan memperhatikan pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
Penganggaran Dalam APBN
Menteri Keuangan menetapkan kebijakan Dana Darurat dalam Nota Keuangan dan Rancangan APBN tahun anggaran berikutnya yang disampaikan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Alokasi Dana Darurat merupakan belanja transfer ke Daerah.[2] Menteri Keuangan menetapkan alokasi Dana Darurat bagi Daerah yang terkena Bencana Nasional dan/atau Peristiwa Luar Biasa sebelum tahun anggaran berakhir.
Penyaluran
Menteri Keuangan menyalurkan Dana Darurat dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Penyaluran Dana Darurat berdasarkan penilaian Menteri Keuangan, dilakukan secara bertahap sesuai dengan capaian kinerja. Menteri Keuangan dalam melakukan penilaian atas capaian kinerja berkoordinasi dengan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
Penatausahaan dan Pelaporan
Menteri Keuangan melakukan penatausahaan atas penyaluran Dana Darurat. Menteri Keuangan menyusun dan menyajikan laporan realisasi penyaluran Dana Darurat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[2]
Kepala Daerah melakukan penatausahaan atas penerimaan dan penggunaan Dana Darurat. Realisasi penerimaan dan penggunaan Dana Darurat dilaporkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kepala Daerah menyampaikan laporan penyelesaian kegiatan yang didanai dengan Dana Darurat kepada Menteri Keuangan, Kepala BNPB, dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait lainnya paling lambat 2 bulan setelah kegiatan selesai dilaksanakan.[2]
Dalam hal Dana Darurat diteruskan kepada BUMD, pimpinan BUMD melaksanakan penatausahaan atas penerimaan dan penggunaan Dana Darurat. Pimpinan BUMD menyampaikan laporan kinerja dan penyelesaian kegiatan yang didanai dengan Dana Darurat kepada Kepala Daerah. Realisasi penerimaan dan penggunaan Dana Darurat dilaporkan dalam laporan keuangan BUMD.
Kepala Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan kepada Menteri Keuangan.
Pemantauan dan Evaluasi
Menteri Keuangan, Kepala BNPB, dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait berdasarkan laporan penyelesaian kegiatan yang didanai dengan Dana Darurat melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan Dana Darurat.[2]
Tata Cara Pengelolaan
Tata cara pengelolaan dana darurat diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Darurat.
Pengajuan Dana Darurat
Kepala Daerah yang daerahnya mengalami Bencana Nasional dan/atau Peristiwa Luar Biasa mengajukan permintaan Dana Darurat kepada Menteri Keuangan. Permintaan Dana Darurat melampirkan paling kurang:
- KAK rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana beserta rencana anggaran belanja dalam jangka waktu 1 tahun anggaran; dan
- Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan.
Permintaan Dana Darurat dapat diajukan setiap tahun anggaran selama masih dalam tahap pascabencana.
Dalam hal sebagian dan/atau seluruh Dana Darurat diteruskan kepada BUMD, KAK rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana beserta rencana anggaran belanja harus dilampiri dengan surat pernyataan Kepala Daerah bahwa Dana Darurat akan disalurkan sebagai hibah.
Menteri Keuangan menyampaikan salinan permintaan Dana Darurat kepada Kepala BNPB.
Penilaian Usulan Dana Darurat
Kerangka Acuan Kegiatan
Menteri Keuangan bersama Kepala BNPB dan/atau menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap permintaan Dana Darurat. Verifikasi dan evaluasi dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Kepala BNPB dan/atau menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait melakukan verifikasi dan evaluasi dalam rangka penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja dari aspek kerusakan dan kerugian untuk penyusunan anggaran kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana; dan
- Menteri Keuangan melakukan verifikasi dan evaluasi dalam rangka penilaian atas kelayakan dan kecukupan APBD.
Penilaian Kerangka Acuan Kegiatan
Kepala BNPB bertindak sebagai koordinator dalam rangka penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja dari aspek kerusakan dan kerugian untuk penyusunan anggaran kebutuhan dan jangka waktu rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana bersama menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait. Kepala BNPB dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait bertanggung jawab atas hasil penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja. Kepala BNPB menyampaikan hasil penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja kepada Menteri Keuangan sebagai salah satu dasar perhitungan besaran Dana Darurat.
Penyampaian hasil penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja dilakukan paling lambat 15 hari kerja setelah diterimanya salinan permintaan Dana Darurat.
Penilaian atas Kelayakan dan Kecukupan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Penilaian atas kelayakan dan kecukupan APBD dilakukan dengan cara menghitung selisih antara penerimaan umum APBD dengan pengeluaran umum APBD. Penerimaan umum APBD merupakan penerimaan yang belum di-earmark yang terdiri atas:
- Pendapatan Asli Daerah;
- Dana Alokasi Umum; dan
- Dana Bagi Hasil non-earmark.
Pengeluaran umum APBD merupakan belanja yang bersifat wajib. Belanja yang bersifat wajib dimaksud merupakan belanja pegawai dan belanja anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Besaran Dana Darurat
Besaran Dana Darurat dihitung berdasarkan selisih antara hasil penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja dengan penilaian atas kelayakan dan kecukupan APBD. Dalam hal nilai hasil penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja lebih besar daripada penilaian atas kelayakan dan kecukupan APBD, maka selisih tersebut merupakan kebutuhan Dana Darurat Pemerintah Daerah. Dalam hal nilai hasil penilaian atas KAK dan rencana anggaran belanja sama dengan atau lebih kecil daripada penilaian atas kelayakan dan kecukupan APBD, maka Pemerintah Daerah tidak akan memperoleh alokasi Dana Darurat.
Berdasarkan hasil perhitungan dimaksud, Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama-sama menentukan indikasi awal kebutuhan Dana Darurat. Indikasi awal kebutuhan Dana Darurat dilaksanakan berdasarkan mekanisme APBN. Menteri Keuangan menetapkan kebijakan besaran Dana Darurat pada Transfer ke Daerah bagian Transfer Lainnya.
Penetapan Alokasi
Anggaran Dana Darurat ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai APBN. Menteri Keuangan menetapkan alokasi Dana Darurat per daerah.
Penganggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Berdasarkan penetapan Menteri Keuangan dimaksud, Pemerintah Daerah menganggarkan penerimaan Dana Darurat pada Lain-Lain Pendapatan dalam APBD. Pemerintah Daerah menganggarkan penggunaan Dana Darurat sebagai belanja dalam APBD berdasarkan KAK dan rencana anggaran belanja.
Penggunaan
Dana Darurat digunakan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahap pascabencana yang menjadi kewenangan daerah dalam 1 tahun anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal kegiatan yang didanai oleh Dana Darurat tidak/belum dapat diselesaikan sampai akhir tahun anggaran yang bersangkutan, maka dapat dilanjutkan sampai dengan akhir bulan Februari tahun anggaran berikutnya.
Pejabat Perbendaharaan
Menteri Keuangan selaku PA-BUN mempunyai kewenangan atas pelaksanaan anggaran Dana Darurat. Untuk melaksanakan kewenangan dimaksud, Menteri Keuangan menunjuk Dirjen Perimbangan Keuangan sebagai PPA-BUN Transfer. PPA-BUN Transfer dalam melaksanakan kewenangannya memiliki tugas, fungsi, dan tanggung jawab:
- menyusun indikasi kebutuhan dana pengeluaran BUN untuk tahun anggaran yang direncanakan;
- menyusun RDP-BUN berdasarkan pagu dana pengeluaran BUN yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
- mengkoordinasikan dan memberikan bimbingan teknis kepada KPA-BUN Dana Darurat yang berada di bawahnya dalam rangka penyusunan indikasi kebutuhan dana pengeluaran BUN, RDP-BUN, dan alokasi dana pengeluaran BUN; dan
- menyusun laporan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran yang berasal dari BA-BUN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PPA-BUN Transfer menyampaikan RDP-BUN kepada Dirjen Anggaran. Dalam hal diperlukan, PPA-BUN Transfer dapat mengusulkan revisi RDP-BUN. Tata cara penyusunan dan pengesahan RDP-BUN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dirjen Anggaran menetapkan DHP RDP-BUN sebagai dasar PPA-BUN Transfer dalam menyusun DIPA-BUN. DIPA-BUN disampaikan oleh PPA-BUN Transfer kepada Dirjen Anggaran untuk mendapatkan pengesahan. Dalam hal diperlukan, PPA-BUN Transfer dapat mengusulkan revisi DIPA-BUN.
Tata cara penyusunan, pengesahan, dan revisi DIPA-BUN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PPA-BUN Transfer dapat melimpahkan kewenangan kepada pejabat eselon II yang ditunjuk sebagai KPA-BUN Dana Darurat (KPA-BUN DD). Penunjukan KPA-BUN DD bersifat ex-officio. Penetapan dan pergantian KPA-BUN DD tidak terikat periode tahun anggaran. Dalam hal terdapat kekosongan KPA-BUN DD, PPA-BUN Transfer menunjuk pejabat baru sebagai pelaksana tugas KPA-BUN DD. PPA-BUN Transfer memberikan kewenangan kepada KPA-BUN DD untuk menetapkan:
- Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); dan
- Pejabat Penandatangan SPM.
PPA-BUN Transfer bertanggung jawab secara formal dan material atas pelaksanaan penyaluran Dana Darurat. KPA-BUN DD memiliki tugas dan wewenang:
- menetapkan PPK untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara;
- menetapkan Pejabat Penandatangan SPM untuk melakukan pengujian tagihan dan penerbitan SPM atas beban anggaran negara;
- memberikan supervisi dan konsultasi dalam pencairan dana;
- mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran; dan
- menyusun laporan keuangan dan kinerja atas pelaksanaan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penetapan PPK tidak terikat periode tahun anggaran. Dalam hal tidak terdapat perubahan pejabat yang ditetapkan sebagai PPK pada saat pergantian periode tahun anggaran, penetapan PPK tahun anggaran sebelumnya masih tetap berlaku.
Dalam hal terdapat kekosongan jabatan PPK, KPA-BUN DD segera menunjuk pejabat baru sebagai pelaksana tugas PPK. Tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari PPK dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka melaksanakan kewenangan pengujian tagihan dan perintah pembayaran atas beban anggaran negara, KPA-BUN DD menunjuk Pejabat Penandatangan SPM. Penetapan Pejabat Penandatangan SPM tidak terikat periode tahun anggaran.
Dalam hal tidak terdapat perubahan pejabat yang ditetapkan sebagai Pejabat Penandatangan SPM pada saat penggantian periode tahun anggaran, penetapan Pejabat Penandatangan SPM tahun anggaran sebelumnya masih tetap berlaku. Dalam hal terdapat kekosongan Pejabat Penandatangan SPM, KPA-BUN DD segera menunjuk pejabat baru sebagai pelaksana tugas Pejabat Penandatangan SPM.
Tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari Pejabat Penandatangan SPM dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PPA-BUN Transfer dapat merangkap sebagai PPK atau Pejabat Penandatangan SPM. PPK dan Pejabat Penandatangan SPM tidak boleh saling merangkap. Tembusan surat keputusan penunjukan/pengangkatan KPA-BUN DD, PPK, Pejabat Penandatangan SPM, disampaikan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Penyampaian surat keputusan dimaksud disertai dengan spesimen tanda tangan Pejabat Penandatangan SPM dan PPK.
Tembusan surat keputusan penunjukan/pengangkatan PPK beserta specimen tanda tangan disampaikan kepada Pejabat Penandatangan SPM.
Tata Cara Penyaluran dan Pencairan
Penyaluran
Penyaluran Dana Darurat dilaksanakan dengan mekanisme transfer ke daerah melalui tata cara pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD.
Penyaluran Dana Darurat dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:
- tahap I setelah Dirjen Perimbangan Keuangan menerima Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan dari Kepala Daerah;
- tahap II paling lambat 15 hari kerja setelah KPA-BUN DD menerima Laporan Pencapaian Kinerja tahap I tahun anggaran berjalan dari Kepala Daerah; dan
- tahap III paling lambat 15 hari kerja setelah KPA-BUN DD menerima Laporan Pencapaian Kinerja tahap II tahun anggaran berjalan dari Kepala Daerah.
Penyaluran Dana Darurat dilakukan dengan rincian sebagai berikut:
- tahap I sebesar 25% dari pagu Dana Darurat;
- tahap II sebesar 50% dari pagu Dana Darurat setelah Laporan Pencapaian Kinerja tahap I mencapai minimal 80%; dan
- tahap III sebesar 25% dari pagu Dana Darurat setelah Laporan Pencapaian Kinerja tahap I ditambah dengan tahap II mencapai minimal 80%.
Penyaluran Dana Darurat dilakukan berdasarkan Surat Permintaan Penyaluran Dana Darurat dari Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa kepada KPA-BUN DD.
Surat Permintaan Penyaluran Dana Darurat tahap I dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut:
- SPTJM;
- Dokumen Pelaksanaan Anggaran; dan
- Dokumen Rencana Penggunaan Dana Darurat.
Surat Permintaan Penyaluran Dana Darurat tahap II dan tahap III dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut:
- SPTJM;
- Dokumen Pelaksanaan Anggaran;
- Dokumen Rencana Penggunaan Dana Darurat;
- Laporan Pencapaian Kinerja Dana Darurat yang telah diverifikasi oleh Kepala BNPB; dan
- Laporan Realisasi Penyerapan Dana Darurat berdasarkan SP2D yang telah diterbitkan.
Laporan Pencapaian Kinerja paling kurang memuat:
- program/kegiatan; dan
- rencana dan realisasi tingkat keluaran (output).
Berdasarkan Surat Permintaan, KPA-BUN DD menyalurkan Dana Darurat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Format SPTJM tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.07/2013. Format Laporan Realisasi Penyerapan Dana Darurat tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.07/2013. Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa mengajukan permintaan verifikasi teknis program dan kegiatan kepada Kepala BNPB sebagai persyaratan penyaluran Dana Darurat tahap II dan tahap III. Dalam melakukan verifikasi teknis program dan kegiatan, BNPB berkoordinasi dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
Kepala BNPB menyampaikan hasil verifikasi teknis program dan kegiatan kepada Kepala Daerah sebagai persyaratan penyaluran. Penyampaian hasil verifikasi dilakukan paling lambat 15 hari kerja setelah diterimanya pengajuan permintaan verifikasi. Kepala BNPB dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait bertanggung jawab penuh atas hasil verifikasi. Permintaan penyaluran tahap III disampaikan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa kepada KPA-BUN DD paling lambat pada tanggal 30 September tahun anggaran berjalan.
Dana Darurat yang belum disalurkan ke RKUD sampai dengan akhir tahun anggaran menjadi sisa anggaran lebih pada APBN dan tidak dapat dijadikan penambah pagu anggaran Dana Darurat tahun anggaran selanjutnya. KPA-BUN DD dan Kepala Daerah melakukan rekonsiliasi atas penyaluran Dana Darurat. Dalam hal terdapat sisa anggaran Dana Darurat pada kas daerah saat tahun anggaran berakhir, dapat digunakan untuk mendanai kegiatan Dana Darurat sampai dengan akhir bulan Februari tahun anggaran berikutnya.
Kriteria kegiatan Dana Darurat meliputi:
- kegiatan yang di dalamnya terdapat pekerjaan yang telah ada ikatan pejanjian kontrak pada tahun anggaran berkenaan; dan
- keterlambatan penyelesaian pekerjaan diakibatkan oleh keadaan memaksa (force majeure).
Dalam hal sampai dengan akhir bulan Februari tahun anggaran berikutnya masih terdapat sisa anggaran Dana Darurat pada kas daerah, maka sisa anggaran tersebut diperhitungkan sebagai tambahan kecukupan APBD pada tahun anggaran berikutnya.
Pencairan
Dalam rangka pelaksanaan penyaluran Dana Darurat, PPK menyusun SKP-RTDD berdasarkan DIPA Dana Darurat. SKP-RTDD ditetapkan oleh KPA-BUN DD. Berdasarkan SKP-RTDD, PPK membuat dan menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) untuk disampaikan kepada Pejabat Penandatangan SPM.
SPP dilampiri:
- SKP-RTDD; dan
- Daftar nominatif penyaluran dan transfer Dana Darurat.
Berdasarkan SPP, Pejabat Penandatangan SPM melakukan pengujian atas permintaan pembayaran Dana Darurat. Pejabat Penandatangan SPM melakukan pengujian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setelah dilakukan pengujian permintaan pembayaran memenuhi persyaratan, Pejabat Penandatangan SPM membuat SPM.
SPM disampaikan ke KPPN dengan dilampiri:
- Daftar nominatif penyaluran Dana Darurat; dan
- Arsip Data Komputer.
Berdasarkan SPM, KPPN menerbitkan SP2D. Penerbitan SP2D dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. KPA-BUN DD mengirimkan Lembar Konfirmasi atas transfer Dana Darurat kepada Kepala Daerah setiap tahapan paling lambat 10 hari kerja setelah SP2D terbit. Kepala Daerah atau pejabat yang diberi kuasa menyampaikan Lembar Konfirmasi kepada KPA-BUN DD paling lambat 5 hari kerja setelah Lembar Konfirmasi diterima. Lembar Konfirmasi merupakan bukti penerimaan bagi Pemerintah Daerah atas penyaluran Dana Darurat. Format Lembar Konfirmasi tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.07/2013.
Penatausahaan dan Pelaporan
Pemerintah Daerah wajib melakukan penatausahaan atas penerimaan dan penggunaan Dana Darurat. Dalam rangka pertanggungjawaban penggunaan Dana Darurat, Pemerintah Daerah wajib menyampaikan Laporan Realisasi Penggunaan Dana Darurat kepada KPA-BUN DD paling lambat tanggal 28 Februari tahun anggaran berikutnya. Format Laporan Realisasi Penggunaan Dana Darurat tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.07/2013.
Pemerintah Daerah wajib menyampaikan Laporan Akhir Pencapaian Kinerja Dana Darurat kepada Kepala BNPB dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait dengan tembusan kepada Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan paling lambat tanggal 28 Februari tahun anggaran berikutnya. Kepala BNPB dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait melakukan verifikasi atas Laporan Akhir Pencapaian Kinerja. Kepala BNPB bertindak selaku koordinator dalam melakukan verifikasi. Hasil verifikasi disampaikan kepada Pemerintah Daerah sebagai persyaratan penyaluran tahap I tahun anggaran berikutnya. Kepala BNPB dan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait bertanggung jawab penuh atas hasil verifikasi.
Pemantauan dan Evaluasi
Menteri Keuangan, Kepala BNPB, dan menteri/pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian terkait melakukan pemantauan dan evaluasi atas penyaluran dan penggunaan Dana Darurat. Hasil pemantauan dan evaluasi digunakan sebagai dasar kebijakan pengelolaan Dana Darurat pada tahun anggaran berikutnya.