Versi yang bisa dicetak tidak lagi didukung dan mungkin memiliki kesalahan tampilan. Tolong perbarui markah penjelajah Anda dan gunakan fungsi cetak penjelajah yang baku.


Data di Peru mungkin perlu diperbaharui. Ini kutipan berita mengenai Pemilu Peru pada 4 Juni 2006. Terima kasih.


Pemilu Peru, Alan Garcia Unggul

Pilihan Warga Bak Buah Simalakama

Sally Piri (sallypiri@jurnas.com)

Lima | Jurnal Nasional Pemilihan Umum Presiden di Peru yang mencalonkan dua kandidat populis, Alan Garcia dan Ollanta Humala, Minggu (4/6), berujung pada pilihan yang sulit dan berisiko bagi 16,5 juta pemilih. Kemenangan Garcia jelas akan memberi warna lain di antara negara-negara Amerika Selatan yang akhir-akhir ini cenderung memilih pemimpin yang tidak menyukai dominasi Amerika Serikat.

Peribahasa menggambarkan situasi ini bak makan buah simalakama. Jika Garcia menang, maka kebijakan pasar bebas dengan pembaruan sosial yang bertanggungjawab akan dilanjutkan. Sementara, jika mantan perwira tinggi Humala menang, maka perubahan yang lebih radikal termasuk pembagian kembali kekayaan negara akan terjadi. Isu tentang kepemimpinannya yang otoriter pun mulai merebak di Peru.

Kalangan kaum miskin negara itu merasa tidak mendapat keuntungan dari demokrasi dan ekonomi pasar bebas. Sebaliknya, warga peru kelas atas dan menengah yang tergabung dalam partai-partai mapan merasa terancam setelah mendapat serangan-serangan yang menganggap mereka korup dan kurang tanggap pada kebutuhan rakyat miskin.

Dalam penghitungan suara, mantan Presiden Alan Garcia memimpin jauh dalam penghitungan sementara pemilu tersebut. Hingga berita ini diturunkan, dia mampu memimpin 55,46 persen dari 77,3 persen jumlah suara pemilih sementara yang berhasil dihitung. Dia melaju menuju kemenangan walaupun berbagai tuduhan pada dirinya seperti melakukan pelanggaran HAM, menyebabkan krisis ekonomi dan tak mampu meredam pemberontakan, masih membekas di benak rakyat Peru kala dia memimpin negara itu dari 1985 hingga 1990.

Kendatipun demikian, sebagian besar pengamat politik mengatakan Garcia sudah dapat dipastikan akan menjadi presiden Peru selama lima tahun mendatang. Apa yang terjadi di Peru ini bertolak belakang dengan kecenderungan yang terjadi di Venezuela yang memilih Hugo Chavez, Bolivia dengan Evo Morales dan tentu saja di Brazil yang kini dipimpin Presiden sayap kiri Luiz Inacio Lula da Silva.

Garcia dengan wajah cerah penuh senyum melambaikan sapu tangan berwarna putih suatu simbol tradisional yang berarti kemenangan bagi partainya, APRA, saat ribuan pendukungnya di Lima, Peru merayakan kemenangannya dengan kilatan kembang api warna warni. ”Hari ini rakyat Peru telah mengirim pesan kedaulatan rakyat dan telah mengalahkan upaya Hugo Chavez (Presiden Venezuela) dengan perluasan pengaruhnya di Amerika Latin,” ucapnya dalam pidato kemenangannya.

Lawan Garcia Ollanta Humala memang secara terbuka mendapat dukungan dari Hugo Chavez, pemimpin Venezuela dan hal ini dimanfaatkan Humala dalam kampanyenya sehingga mendongkrak suaranya dengan jumlah yang cukup besar. Sayangnya, suara yang diperolehnya tidak cukup mengalahkan popularitas Garcia yang flamboyan dan dikenal dekat dengan Amerika Serikat.

Alan Garcia memimpin Peru saat usianya 35 tahun. Lebih dari separuh pemilik suara di Peru memilih Garcia yang dijuluki sebagai ”Kennedy-nya Amerika Latin” karena ketampanan dan gayanya yang high profile. Namun tak kurang pula yang melihat dirinya sebagai seorang yang kurang memiliki kemampuan dalam bidang ekonomi terutama perdagangan.

Para pendukung Humala saling melempar air dan sampah di kota yang terletak di wilayah selatan Arequipa sebagai tanda adanya polarisasi politik di salah satu negara Amerika Latin yang miskin. Humala yang terpukul atas kekalahannya mengatakan hasil pemilu tak tertutup dari kemungkinan adanya kecurangan dengan menyatakan pemerintah baru yang terpilih harus bersikap "transparan".

Mantan perwira tinggi militer Peru itu dalam kampanyenya mengatakan ia akan menganggarkan dana sebesar US$ 75 milyar untuk memerangi kemiskinan. Hal ini mengundang reaksi para pengamat. Sebab, hal tersebut dianggap mustahil di mana rakyatnya hidup dalam serba kekurangan akibat 30 tahun pemerintahan yang berganti-ganti mulai dari pemerintahan diktator politik hingga ke pemerintahan populis namun korup yang di pimpin Alberto Fujimori dari tahun 1990 hingga tahun 2000.

Garcia, 57, dalam sambutan kemenangannya masih mengutarakan janji perubahan peraturan dan sistem pemerintahannya namun sebagian orang melihat kemenangannya merupakan pukulan bagi reformasi pasar bebas di Amerika Latin yang hampir tidak membawa perubahan perbaikan bagi kehidupan jutaan pendukungnya.

Alan Garcia mengatakan ia telah banyak belajar dari pengalamannya dan kesalahannya dimasa lalu dan berjanji akan membawa Peru ke arah perbaikan ekonomi yang dituangkan dalam program lima tahun ke depan.

Namun sebagian rakyat Peru yang merasa kecewa dengan kinerjanya di masa lalu masih memandang penuh curiga kepada sarjana hukum yang berprofesi sebagai pengacara ini.

(Sumber Utama : Kantor Berita Reuters).

Kembali ke halaman "Peru".