Penyangkalan diri
Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari Self-denial di en.wiki-indonesia.club. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan. Jika Anda menguasai bahasa aslinya, harap pertimbangkan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. Anda juga dapat ikut bergotong royong pada ProyekWiki Perbaikan Terjemahan. (Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat. Lihat pula: panduan penerjemahan artikel) |
Penyangkalan diri (juga disebut abnegasi diri[1] dan pengorbanan diri) merujuk kepada ketiadaan altruistik – kehendak untuk melupakan kesalahan pribadi atau sikap mengadili diri dalam rangka meningkatkan kebaikan lainnya.[2] Berbagai agama dan budaya mengambil pandangan berbeda terhadpa penyangkalan diri, beberapa menganggapnya baik dan yang lainnya menganggapnya buruk. Menurut beberapa Kristen, penyangkalan diri dianggap merupakan nilai manusia super yang hanya diraih melalui Yesus.[3] Beberapa kritikus penyangkalan diri menyatakan bahwa penyangkalan diri berujung pada pembencian diri dan mengklaim bahwa penyangkalan diri yang dipraktekkan dalam Yudaisme telah membentuk Yahudi yang membenci diri sendiri.[4]
Referensi
- ^ Arthur I. Waskow (1991). Seasons of our Joy: A Modern Guide to the Jewish Holidays. Boston: Beacon Press. hlm. 31. ISBN 0-8070-3611-0. Diakses tanggal September 2, 2011.
- ^ Tina Besley; Michael A. Peters (2007). Subjectivity & Truth: Foucault, Education, and the Culture of Self. New York: Peter Lang. hlm. 39. ISBN 0-8204-8195-5. Diakses tanggal September 2, 2011.
- ^ Brian Stewart Hook; Russell R. Reno (2000). Heroism and the Christian Life: Reclaiming Excellence. Louisville, Kentucky: Westminster John Knox Press. hlm. 2. ISBN 0-664-25812-3. Diakses tanggal September 2, 2011.
- ^ David Jan Sorkin (1999). The Transformation of German Jewry, 1780-1840. Detroit: Wayne State University Press. hlm. 4. ISBN 0-8143-2828-8. Diakses tanggal September 2, 2011.