Djiaw Kie Siong (Hanzi sederhana: 饶吉祥; Hanzi tradisional: 饒吉祥; Pinyin: Ráo Jíxiáng; Pe̍h-ōe-jī: Jiâu Kiat-siông; lahir di Pisangsambo, Tirtajaya, Karawang, Jawa Barat, 1880 - meninggal 1964) adalah pemilik rumah di Dusun Bojong, Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, tempat Bung Karno dan Bung Hatta diinapkan oleh para pemuda (Adam Malik, Chaerul Saleh, Sukarni) yang menculik mereka dan menuntut agar kemerdekaan Indonesia diproklamasikan segera. Di rumah ini pula naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia dipersiapkan dan ditulis.[1]

Djiaw Kie Siong
LahirDjiauw Kie Siong
1880
Belanda Pisangsambo, Tirtajaya, Karawang, Jawa Barat
Meninggal1964
Indonesia Indonesia
Kebangsaan Indonesia
AnakDjiaw Kang Hien
Djiaw King Hien
Djiaw Njien Hien
Djiaw Kie Sien
Djiaw Kap Njong
Djiaw Ten Njong
Djiaw Joet Njong
Djiaw Lien Njong
Djiaw Piang Moij
Djiaw Kie Siong
Hanzi tradisional: 饒吉祥
Hanzi sederhana: 饶吉祥
Makna harfiah: Djiaw Kie Siong
Ruang tamu rumah Djiaw Kie Siong. Foto Bung Karno terlihat digantungkan di dinding bersama foto sang pemilik rumah

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Kamis, 16 Agustus 1945 di Rengasdengklok, di rumah Djiaw Kie Siong itu. Naskah teks proklamasi sudah ditulis di rumah itu. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang Rengasdengklok pada Rabu tanggal 15 Agustus, karena mereka tahu esok harinya Indonesia akan merdeka.

Ketika naskah proklamasi akan dibacakan, tiba-tiba pada Kamis sore datanglah Ahmad Subardjo. Ia mengundang Bung Karno dkk. berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56.

Selain kedua "Bapak Bangsa" itu, rumah itu ditinggali pula oleh Sukarni, Yusuf Kunto, dr. Sutjipto, Ibu Fatmawati, Guntur Soekarnoputra, dan lainnya selama tiga hari, pada 14 - 16 Agustus 1945.

Djiaw adalah seorang petani kecil keturunan Tionghoa. Ia merelakan rumahnya ditempati oleh para tokoh pergerakan yang kelak menjadi "Bapak Bangsa". Hingga kini rumahnya masih dihuni oleh keturunannya.

Babah (sebutan untuk laki-laki Tionghoa) Djiaw pernah berwasiat, keluarga yang menempati rumah bersejarah itu harus bersabar. Tak dibolehkan merengek minta-minta sesuatu kepada pihak mana pun. Bahkan, harus rela setiap hari menunggui rumah mereka demi memberi pelayanan terbaik kepada para tamu yang ingin mengetahui sejarah perjuangan bangsa.

Djiaw meninggal dunia pada 1964 dan namanya praktis hampir tidak dikenal ataupun tercatat dalam sejarah. Mayjen Ibrahim Adjie pada saat masih menjabat sebagai Pangdam Siliwangi, pernah memberikan penghargaan kepada Djiaw dalam bentuk selembar piagam nomor 08/TP/DS/tahun 1961.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Lestari, Sri, ed. (16 Agustus 2015). "Singgah ke rumah 'penculikan' Sukarno-Hatta di Rengasdengklok". bbc.com. Diakses tanggal 1 december 2016.  Singgah ke rumah 'penculikan' Sukarno-Hatta di Rengasdengklok

Pranala luar