Joharuddin dari Kasepuhan
Sultan Sepuh Joharuddin merupakan penguasa dari kesultanan Kasepuhan Cirebon yang diperkirakan berkuasa sejak 1791 hingga 1815.[1][2] Pada tahun 1791 Pangeran Joharuddin naik tahta di kesultanan Kasepuhan sebagai Sultan Sepuh Joharuddin, pada saat dia naik tahta usianya baru mencapai 10 tahun, oleh karenanya dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan beliau didampingin oleh dua orang pejabat kesultanan dengan pangkat Tumenggung, mereka adalah Tumenggung Wijaya Adiningrat (Widayaningrat) dan Tumenggung Jayadireja,[3] nama-nama Tumenggung yang mendampingi Sultan Sepuh Joharuddin tertulis pada Sejarah Babad Negeri Cirebon dan Surat Gubernur Jenderal Willem Arnold Alting ke Cirebon tertanggal 22 Januari 1793[3]
Para penguasa Cirebon dan invasi Britania
suntingPada tanggal 2 Rabiul Akhir 1226 hijriah atau sekitar tanggal 26 April 1811, Sultan Sepuh Joharuddin menerima surat bertanggal 19 Desember 1810 dari Letnan Jenderal Thomas Stamford Raffles yang dibawa oleh Tengku Pangeran Sukmadilaga[4] (nama aslinya Sayid Zain dari kerajaan Siak)[3]
Surat tersebut berisi mengenai penyerangan Britania kepada pihak Belanda di Jawa, dalam suratnya Letnan Jenderal Thomas Stamford Raffles berjanji tidak akan memperlakukan para penguasa dan rakyat secara kejam seperti yang dilakukan oleh orang-orang Belanda dan Perancis.[4]
Pada surat balasannya yang ditulis tengah malam pada tanggal 2 Rabiul Akhir 1226 hijriah, Sultan Sepuh Joharuddin yang juga mengatasnamakan Sultan Anom Cirebon menyatakan persetujuannya atas rencana invasi Britania ke Jawa.[4]
Pada bulan Mei 1811 kedudukan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels sebagai penguasa Hindia Belanda digantikan oleh Gubernur Jendral Jan Willem Janssens seorang pejabat Belanda yang sebelumnya telah mengalami kekalahan dan akhirnya menyerahkan wilayah koloni Belanda di Tanjung Harapan, Afrika kepada Britania[5]
Pada tanggal 4 Agustus 1811, enam puluh kapal Britania muncul didepan kota Batavia dan pada tanggal 26 Agustus 1811 kota tersebut bersama dengan daerah sekitarnya jatuh ke tangan Britania. Gubernur Jendral Jan Willem Janssens kemudian menyingkir ke Semarang dimana prajurit dari Mangkunegara, Yogyakarta dan Surakarta bergabung dengan pasukannya, namun Letnan Jenderal Thomas Stamford Raffles berhasil memukul mundur mereka dan akhirnya Gubernur Jendral Jan Willem Janssens menyerah di sekitar Salatiga pada tanggal 18 September 1811[5] dan menandatangani Kapitulasi Tuntang.
Pensiun dari jabatan politik
suntingPada surat tertanggal 25 Rabiul Awal 1227 hijriah atau 25 Mulud 1739 tahun alip Jawa yang bertepatan dengan tanggal 8 April 1812 Sultan Sepuh Joharuddin menulis surat kepada Letnan Jenderal Thomas Stamford Raffles yang berisi penerimaan dirinya untuk pensiun dari jabatan politik[3]
Besaran uang yang diterima oleh Sultan Sepuh Joharuddin sebelum memutuskan untuk menerima keputusan pensiun pada masa pemerintahan Letnan Jenderal Thomas Stamford Raffles adalah sebesar 4000 rijkdaalder atau 4000 uang perak (bahasa Cirebon : riyal selaka)[3]
Referensi
sunting- ^ Sulendraningrat, Pangeran Sulaeman. 1985. Sejarah Cirebon. Jakarta: Balai Pustaka
- ^ Silsilah Kesultanan Kasepuhan Cirebon
- ^ a b c d e Hazmirullah. Titin Nurhayati Ma’mun, Undang A. Darsa. 2017. Jumantara : Surat Pengunduran Diri Sultan Sepuh VII Cirebon: Suatu Kajian Filologis. Jakarta Perpustakaan Nasional
- ^ a b c Hazmirullah. 2016. Surat Balasan Sultan Sepuh VII Cirebon Untuk Raffles : Kajian Strukturalisme Genetik. Sumedang : Universitas Padjajaran
- ^ a b Ricklefs, Merle Calvin. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta : Penerbit Serambi