Kesaksian Nayirah
Kesaksian Nayirah adalah kesaksian palsu yang disampaikan di hadapan anggota Komisi HAM Kongres Amerika Serikat pada tanggal 10 Oktober 1990 oleh seorang perempuan berusia 15 tahun yang hanya menyebutkan nama depannya, Nayirah. Kesaksian ini diliput dan disebarluaskan oleh media. Sejumlah senator dan Presiden George H. W. Bush menggunakan kesaksian ini sebagai salah satu alasan mendukung Kuwait dalam Perang Teluk. Pada tahun 1992, identitas sejati Nayirah terungkap. Nama belakangnya adalah al-Ṣabaḥ (bahasa Arab: نيرة الصباح) dan ia merupakan putri Saud Al-Sabah, duta besar Kuwait untuk Amerika Serikat. Selain itu, terungkap pula bahwa kesaksiannya adalah bagian dari kampanye humas Citizens for a Free Kuwait yang dirintis oleh konsultan humas Amerika Serikat, Hill & Knowlton, atas pesanan pemerintah Kuwait. Sejak itu, kesaksian Nayirah dikategorikan sebagai contoh klasik propaganda kekejaman modern.[1][2]
Dalam kesaksiannya yang penuh emosi, Nayirah menyatakan bahwa usai invasi Irak ke Kuwait, ia melihat tentara Irak mengeluarkan bayi-bayi dari inkubator di sebuah rumah sakit di Kuwait, mengambil inkubatornya, dan membiarkan bayi-bayi tersebut meninggal.
Cerita Nayirah awalnya didukung oleh laporan Amnesty International[3] dan kesaksian para pengungsi. Setelah Kuwait dibebaskan, wartawan diizinkan masuk negara tersebut. ABC menemukan bahwa "pasien, termasuk bayi prematur, meninggal dunia karena banyak perawat dan dokter Kuwait ... menyelamatkan diri," tetapi tentara Irak "bisa dipastikan tidak mencuri inkubator rumah sakit ataupun membiarkan ratusan bayi Kuwait meninggal."[4][5] Amnesty International langsung melakukan koreksi dan direktur eksekutifnya, John Healey, menuduh pemerintahan Bush "memanfaatkan celah untuk memanipulasi gerakan hak asasi manusia internasional".[6]
Latar belakang
suntingTuduhan inkubator
suntingTentara Irak memukuli orang-orang, mengebom dan menembak. Mereka mengambil semua alat rumah sakit, bayi dari inkubator. Sistem pendukung kehidupan dipadamkan.. . . Mereka bahkan melucuti lampu lalu lintas. Orang-orang Irak memukuli warga Kuwait, menyiksa mereka, menusuk mereka, memukuli mereka, memotong telinga mereka apabila ketahuan memberontak atau anggota tentara atau polisi Kuwait. |
— Pengakuan pengungsi yang diterbitkan di St. Louis Post-Dispatch[7] |
Usai invasi Irak dan pendudukan Kuwait, ada banyak laporan penjarahan di berbagai tempat. Tanggal 2 September 1990, dalam sebuah surat ke Sekretaris Jenderal PBB Javier Perez de Cuellar, perwakilan Kuwait untuk PBB, Mohammad A. Abulhasan, menulis:
Further to those of our communications which are intended to inform you of the actions perpetrated by the Iraqi occupation authorities in Kuwait in contravention of all international laws, and on the basis of confirmed information provided to us by the Government of Kuwait, we wish to draw attention to a phenomenon which has no precedent in history, namely, the Iraqi occupation authorities' organized operation for the purpose of looting and plundering Kuwait. It is impossible to compare this operation to any similar incidents or to provide an exact account thereof because it is in effect an operation designed to achieve nothing less than the complete removal of Kuwait's assets, including property belonging to the State, to public and private institutions and to individuals, as well as the contents of houses, factories, stores, hospitals, academic institutes, schools, and universities...What has occurred in Kuwait is the perpetration of an act of armed robbery by a State which has used its military, security and technical organs for that purpose.[8]
Dalam surat itu, Abulhasan juga menyebutkan "pencurian semua peralatan dari rumah sakit swasta dan umum, termasuk mesin sinar X, pemindai dan barang-barang laboratorium."[8] Tuduhan penjarahan ini juga dilontarkan oleh pengungsi yang melihat "tentara menjarah kantor, sekolah, dan rumah sakit dan mengambil pendingin udara, komputer, papan tulis, meja, dan bahkan inkubator bayi dan alat radiasi." [9] Douglas Hurd, Menteri Luar Negeri Britania Raya, menyimpulkan bahwa "cara mereka menjarah dan menghancurkan menunjukkan bahwa mereka tidak akan berlama-lama di Kuwait."[10]
Penjarahan inkubator menarik perhatian media karena ada tuduhan bahwa bayi prematur dikeluarkan dan dibiarkan meninggal.[11] Tanggal 5 September, Abdul Wahab Al-Fowzan, menteri kesehatan Kuwait di pengasingan, menyatakan dalam konferensi pers di Taif, Arab Saudi, bahwa "tentara Irak merebut hampir semua rumah sakit dan lembaga kesehatan Kuwait pasca-invasi" dan "tentara mengusir pasien dan secara sistematis mencuri peralatan canggih, ambulans, obat-obatan, dan plasma dari rumah sakit" sehingga menyebabkan 22 bayi prematur meninggal dunia.[10][12][12] The Washington Post menulis tentang asal usul cerita bayi Kuwait:
The Kuwaiti baby story originated with a letter from a senior Kuwaiti public health official that was smuggled out of the country by a European diplomat late last month, according to Hudah Bahar, an architect who received the letter here in London. It was supplemented by information gathered from fleeing Kuwaitis and other sources by Fawzia Sayegh, a Kuwaiti pediatrician living here.
The letter claimed that Iraqi soldiers ordered patients evicted from several hospitals and closed down critical units for treating cancer patients, dialysis patients and those suffering from diabetes. Bahar and Sayegh said the Iraqis hauled sophisticated equipment such as dialysis machines back to Baghdad, part of the haul of cash, gold, cars and jewelry that is said by Arab banking sources to exceed $2 billion. Among the equipment taken were the 22 infant incubator units, they said.[12]
The Washington Post juga menekankan bahwa mereka tidak bisa membuktikan tuduhan tersebut karena Irak tidak mengizinkan akses ke Kuwait dan mengarantina para diplomat.[12]
Tanggal 5 September, dalam surat terpisah ke Sekjen PBB, Abulhasan mengulangi klaim Fowzan:
We are informed by impeccable sources in Kuwait's health institutions that the Iraqi occupation authorities have carried out the following brutal crimes, which may be described as crimes against humanity: ... 2. The incubators in maternity hospitals used for children suffering from retarded growth (premature children) have been removed, causing the death of all the children who were under treatment.[13]
Surat ini tidak mencantumkan jumlah bayi yang meninggal.[12][14] Tuduhan yang terkandung dalam surat tersebut menjadi sorotan media selama beberapa hari.[15][16][17][18][19][20] Pada hari itu, dalam wawancara di NPR All Things Considered, seorang mantan sandera mengaku bahwa tentara Irak "memukuli anak-anak dengan popor senjata, mengeluarkan bayi dari inkubator, dan mengambil inkubatornya."[21] Reuters juga melaporkan mereka diberitahu "bahwa tentara Irak mengeluarkan bayi prematur dari inkubator di Kuwait untuk mencuri alatnya."[22][23]
Tanggal 9 September, NPR melaporkan, "di ruang bayi prematur, tentara mematikan oksigen inkubator dan mengepak semua peralatan untuk dikirim ke Irak."[24]
Tanggal 17 September, Edward Gnehm Jr., duta besar terpilih Amerika Serikat untuk Kuwait, mengatakan kepada wartawan bahwa pejabat kementerian kesehatan Kuwait berkata 22 bayi meninggal ketika tentara Irak mencuri inkubatornya.[25] Los Angeles Times melaporkan, "pengungsi melaporkan bahwa inkubator bayi prematur disita oleh tentara Irak dan bayi-bayinya menumpuk di lantai dan dibiarkan meninggal."[11][26] San Jose Mercury News juga melaporkan hal yang sama dan menambahkan bahwa diplomat-diplomat Barat berkomentar "ini sesuatu yang bisa dianggap genosida, dan apabila masyarakat juga memandangnya sebagai genosida, ini bisa dijadikan alasan kuat untuk melakukan intervensi militer."[27]
Tanggal 25 September, The Washington Post melaporkan bahwa "rumah sakit di seluruh Kota Kuwait kehilangan inkubator."[11][28] Presiden Citizens for a Free Kuwait menulis kepada anggota DPR Gus Yatron bahwa ia "belakangan ini mengetahui bahwa pemimpin Irak memerintahkan agar inkubator rumah sakit [di Kuwait] untuk bayi prematur dipadamkan sehingga bayi-bayi tersebut meninggal akibat terpapar udara luar."[29]
Tanggal 29 September, dalam sebuah pertemuan antara penguasa Kuwait Sheik Jabbar al-Ahmed al-Sabah dan Presiden George H. W. Bush, penguasa terasingkan ini memberitahu presiden bahwa militer Irak "memasuki rumah sakit, mengeluarkan bayi dari inkubator dan pasien dari mesin vital agar alat-alat tersebut bisa dikirim ke Irak."[30][31] Dalam pernyataannya seusai pertemuan tersebut, Bush mengatakan, "agresi Irak merusak dan meluluhlantakkan negara yang sebelumnya aman sentosa, penduduknya diserang, ditahan, ditindas, dan bahkan dibunuh" dan "para pemimpin Irak mencoba melenyapkan sebuah negara berdaulat yang diakui secara internasional, anggota Liga Arab dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dari peta dunia."[32]
Tanggal 28 September, menteri perencanaan Kuwait, Sulaiman Mutawa, melaporkan bahwa 12 bayi meninggal akibat penjarahan inkubator.[33]
Tanggal 30 September, U.S. News & World Report melaporkan bahwa mereka menerima dokumen rahasia pemerintah AS berdasarkan kesaksian saksi mata yang mengungkapkan "aksi brutal mengejutkan oleh militer Irak terhadap warga tak bersalah di sejumlah rumah sakit Kuwait."[34] Dokumen tersebut mencantumkan bahwa pada hari keenam invasi Irak, tentara Irak "masuk Rumah Sakit Adan di Fahaheel untuk mencuri peralatan rumah sakit dan "mereka mencabut oksigen ke inkubator berisi 22 bayi prematur dan mengambil inkubatornya" sehingga menewaskan 22 anak.[34]
Tanggal 9 Oktober, dalam konferensi pers kepresidenan, Bush menyatakan:
I thought General Scowcroft [Assistant to the President for National Security Affairs] put it very well after the Amir left here. And I am very much concerned, not just about the physical dismantling but of the brutality that has now been written on by Amnesty International confirming some of the tales told us by the Amir of brutality. It's just unbelievable, some of the things at least he reflected. I mean, people on a dialysis machine cut off, the machine sent to Baghdad; babies in incubators heaved out of the incubators and the incubators themselves sent to Baghdad. Now, I don't know how many of these tales can be authenticated, but I do know that when the Amir was here he was speaking from the heart. And after that came Amnesty International, who were debriefing many of the people at the border. And it's sickening.[35]
Iklan
suntingBila Anda melihat jarak antara Timur dan Barat, sejauh itulah para pengiklan di Amerika Serikat ingin menjauhkan diri dari hal-hal kecil yang bisa mengeksploitasi konflik Irak. |
— Advertisers steer clear of Mideast,St. Petersburg Times [36] |
Awalnya, rata-rata pengiklan mengabaikan krisis Timur Tengah dalam iklan-iklannya.[36] Kemudian, perusahaan-perusahaan yang menjual informasi seperti organisasi berita menyiarkan iklan untuk liputan konflik mereka.[36]
Citizens for a Free Kuwait
suntingCitizens for a Free Kuwait adalah komite hubungan masyarakat yang didirikan oleh kedutaan besar Kuwait. The Times News menyebut komite ini sebagai "komite yang bermarkas di Washington, D.C. dan beranggotakan warga Kuwait dan Amerika Serikat yang peduli".[37][38] Walaupun komite ini berkantor di kedutaan besar, mereka bekerja tanpa campur tangan kedutaan.[37]
Hill & Knowlton
suntingTahun 1990, setelah didatangi seorang ekspatriat Kuwait di New York, Hill & Knowlton mengambil alih "Citizens for a Free Kuwait".[39] Tujuan kampanye nasionalnya adalah membuat masyarakat Amerika Serikat tahu seberapa besar ancaman diktator Irak, Saddam Hussein, terhadap Kuwait.[39]
Hill & Knowlton melakukan penelitian senilai $1 juta untuk menentukan cara terbaik supaya publik mendukung tindakan militer.[40] H&K meminta Wirthington Group melakukan diskusi kelompok terpumpun untuk menentukan strategi yang cocok untuk memengaruhi opini publik.[41] Penelitian tersebut menemukan bahwa cara paling efektif adalah menekankan kekejaman Irak, khususnya pencurian inkubator.[41]
Hill & Knowlton dibayar kurang lebih $12 juta oleh pemerintah Kuwait untuk kampanye hubungan masyarakatnya.[42]
Congressional Human Rights Foundation
suntingCongressional Human Rights Foundation adalah organisasi non-pemerintah yang menyelidiki pelanggaran HAM. Organisasi ini dipimpin oleh anggota DPR AS dari Partai Demokrat, Tom Lantos, dan anggota DPR dari Partai Republik, John Porter, dan berkantor di markas Hill & Knowlton di Washington dengan harga sewa $3.000.[43]
Kesaksian
suntingPada tanggal 10 Oktober 1990, Nayirah menjadi orang terakhir yang bersaksi di hadapan anggota Kaukus. Dalam pernyataan lisannya yang berlangsung selama 4 menit,[44] ia mengatakan:
Saya menjadi relawan di rumah sakit al-Addan bersama 12 perempuan lain yang juga ingin membantu. Saya relawan termuda. Rekan-rekan saya berusia 20 sampai 30 tahun. Di sana saya melihat sejumlah tentara Irak masuk rumah sakit sambil menenteng senjata. Mereka mengeluarkan bayi-bayi dari inkubator, mengambil inkubatornya, dan membiarkan bayi-bayi tersebut meninggal di lantai yang dingin. [menangis] Mengerikan sekali.[44]
Meski Nayirah tidak menyebutkan berapa jumlah bayi di inkubator secara lisan, pernyataan tertulis yang disebarkan oleh Hill and Knowlton mencantumkan, "Di sana saya melihat sejumlah tentara Irak masuk rumah sakit sambil menenteng senjata dan masuk ruang inkubasi yang ditempati 15 bayi."[45] Kesaksian tersebut disampaikan tanpa sumpah.
Anggota DPR John Porter, ketua kaukus, mengatakan bahwa selama delapan tahun mengabdi di kaukus tersebut, ia tidak pernah mendengar "kebrutalan dan kekejaman dan sadisme seperti itu."[46] Kesaksian Nayirah disebut sangat dramatis.[46]
Hill & Knowlton
suntingBelum jelas sejauh mana kesaksian Nayirah dilatih menggunakan skenario. Meski Hill & Knowlton seharusnya mengarahkan gaya semata,[47] kabarnya mereka juga "mencarikan saksi mata, menulis kesaksian, dan melatih saksi mata agar lebih efektif."[48]
Dampak
suntingKesaksian Nayirah diliput besar-besaran oleh media.[49] Hill & Knowlton merekam sidang ini dan mengirim video pers ke Medialink, perusahaan yang memasok konten ke 700 stasiun televisi di Amerika Serikat.[50]
Malam itu, cuplikan kesaksiannya disiarkan di ABC Nightline dan NBC Nightly News. Jumlah pemirsa diperkirakan mencapai 35 sampai 53 juta orang.[48][50] Tujuh senator mengutip kesaksian Nayirah dalam pidato mereka yang mendukung tindakan militer oleh AS.[Note 1] Presiden George Bush mengulang-ulang cerita ini sedikitnya sepuluh kali selama beberapa pekan.[53] Kesaksian Nayirah menggiring opini publik Amerika Serikat untuk mendukung intervensi AS dalam Perang Teluk.[54]
Tanggapan awal
suntingPada tanggal 13 Januari 1991, Sunday Times melaporkan bahwa Dr. Ali Al-Huwail bisa membuktikan 92 kasus kematian bayi.[55]
Irak membantah tuduhan tersebut. Pada tanggal 16 Oktober, Menteri Penerangan Irak, Latif Nassif al-Jassem, mengatakan kepada kantor berita Irak bahwa "sekarang Anda [Bush] memanfaatkan perkataan dia [Sheikh Jaber] supaya Kongres menyetujui anggaran yang defisit gara-gara kebijakan Anda". Ia menambahkan, "Anda, sebagai presiden negara adidaya, semestinya berpikir sebelum bicara dan tidak menjadi badut yang mengulang-ulang perkataannya."[56]
Dalam kunjungan wartawan ke Kuwait tanggal 21 OKtober 1990 di bawah pengawalan pejabat Kementerian Penerangan Irak, sejumlah dokter rumah sakit ibu dan anak Kuwait membantah tuduhan inkubator tersebut.[57] Kepala Departemen Kesehatan Kuwait asal Irak, Abdul-Rahman Mohammad al-Ugeily, mengatakan bahwa "Baghdad mengirimkan 1.000 dokter dan staf untuk membantu pengoperasian 14 rumah sakit dan pusat kesehatan di Kuwait pasca-invasi."[57]
Pengungkapan
suntingInvestigasi yang lebih mendalam akan sangat membantu proses demokrasi. |
— John MacArthur[58] |
Pada 15 Maret 1991, tidak lama setelah Kuwait dibebaskan, John Martin, seorang wartawan ABC, melaporkan bahwa "pasien, termasuk bayi prematur, meninggal dunia karena banyak perawat dan dokter Kuwait berhenti bekerja atau menyelamatkan diri ke luar negeri" dan tentara Irak "bisa dipastikan tidak mencuri inkubator rumah sakit ataupun membiarkan ratusan bayi Kuwait meninggal."[4][5]
Pada 6 Januari 1992, The New York Times menerbitkan opini editorial yang ditulis oleh John MacArthur berjudul "Remember Nayirah, Witness for Kuwait?"[58] MacArthur menemukan bahwa Nayirah adalah putri Duta Besar Kuwait untuk Amerika Serikat, Saud Nasir al-Sabah.[58] MacArthur menulis, "cerita inkubator ini benar-benar mengacaukan diskursus di Amerika Serikat tentang perlu tidaknya masyarakat mendukung aksi militer" dan bertanya apakah "hubungan istimewa mereka [Anggota DPR Lantos dan Porter] dengan Hill and Knowlton patut diselidiki Kongres untuk mendalami apakah tindakan mereka tergolong konflik kepentingan atau, amit-amit, mereka sudah tahu identitas sejati Nayirah pada bulan Oktober 1990."[58] Atas artikel opininya, MacArthur dianugerahi Monthly Journalism Award oleh The Washington Monthly pada bulan April 1992 dan Mencken Award pada tahun 1993.[45][59]
Tanggapan cepat
suntingHill and Knowlton
suntingKami menyebarkan informasi sebagai pijakan opini rakyat Amerika Serikat. |
— Frank Mankiewicz, Wakil Ketua, Hill & Knowlton[60][61] |
Pada tanggal 15 Januari 1992, CEO Hill & Knowlton, Thomas E. Eidson, menanggapi kekhawatiran MacArthur dalam surat redaksi The New York Times.[62] Eidson menulis, "perusahaan ini tidak pernah bekerja sama dengan siapapun yang membuat kesaksian palsu" dan menegaskan bahwa mereka "tidak punya alasan untuk mempersoalkan kebenaran Nayirah ketika ia bersaksi usai melarikan diri dari Kuwait."[62] Surat tersebut menjelaskan bahwa tuduhan Nayirah didukung oleh Dr. Ibraheem Behbehani, kepala Palang Merah, di hadapan Dewan Keamanan PBB dan karena media tidak diizinkan masuk Kuwait "sampai pembebasan selesai, cerita-cerita pengungsi tidak bisa diperiksa."[62] Eidson mengakhiri suratnya, "kredibilitas Nayirah tidak perlu dipersoalkan sekalipun ia bukan dokter atau guru" dan aktivitas perusahaan dengan pemerintah Kuwait sesuai dengan standar perusahaan bahwa "kepentingan publik harus diutamakan."[62]
Pada Agustus 1992, Howard Paster menggantikan Robert K. Gray sebagai manajer umum markas Washington untuk memulihkan citra perusahaan.[63][64]
Sejumlah kritikus mengatakan bahwa Hill & Knowlton mengarang gerakan rakyat palsu, Citizens for a Free Kuwait, dan menggunakan bukti dan saksi asal-asalan demi memengaruhi opini publik dan kebijakan di Amerika Serikat dan PBB.[61][65][66]
Aksi Hill & Knowlton yang mengatasnamakan Citizens for a Free Kuwait beserta klien-klien besar lain seperti Bank of Credit and Commerce International, Church of Scientology, dan kampanye anti-aborsi oleh uskup-uskup Katolik membuat para pegiat humas mempersoalkan etikanya.[67] Meski tidak baru, kekhawatiran mereka lebih tajam karena isu yang diangkat berdampak besar.[39]
Tom Lantos
suntingBersiaplah. Kampanye besar untuk menulis ulang sejarah perang Teluk Persia sudah dimulai. |
— Jawaban Tom Lantos untuk MacArthur[68] |
Dalam sebuah wawancara, Lantos mengatakan bahwa ia menutupi identitas Nayirah atas permintaan ayahnya demi melindungi keluarga dan teman-temannya.[54] Lantos membantah segala tuduhan salah bertindak dan mengatakan, "Media kebetulan menyoroti Nayirah. Apabila ia tidak bersaksi, mereka akan menyoroti orang lain."[54] Lantos juga menyatakan:
The notion that any of the witnesses brought to the caucus through the Kuwaiti Embassy would not be credible did not cross my mind. I have no basis for assuming that her story is not true, but the point goes beyond that. If one hypothesizes that the woman's story is fictitious from A to Z, that in no way diminishes the avalanche of human rights violations.[54]
Dalam surat redaksi The New York Times tanggal 27 Januari 1992 berjudul "Kuwaiti Gave Consistent Account of Atrocities", Tom Lantos menjawab tuduhan MacArthur. Ia menulis, "Artikel Tn. MacArthur yang penuh tipuan hanya memuaskan orang-orang sinis yang hendak menulis ulang sejarah perang Teluk Persia ... Nada artikelnya yang sinis menuduh Nayirah berada di luar Kuwait ketika invasi Irak terjadi dan seluruh insiden keji ini adalah persekongkolan konsultan humas Amerika Serikat."[68] Lantos menulis, "fakta bahwa Nayirah adalah putri Duta Besar Kuwait justru menjadikan dirinya saksi yang kredibel" dan "hubungan Nayirah dengan duta besar dan pemerintah menguatkan kredibilitasnya."[68] Ia menambahkan, "kesaksiannya konsisten dengan informasi yang kami terima dari saksi lain, ratusan cerita kekejaman dari Kuwait disebarkan oleh media ke seluruh dunia, dan cocok dengan laporan organisasi HAM independen seperti Amnesty International yang bersaksi di sidang kami dan menerbitkan laporan kesaksian yang sama seperti Nayirah."[68] Lantos menyimpulkan, "karena ada banyak sekali kasus pelanggaran HAM oleh Irak yang sudah terbukti, mengarang insiden kekejaman itu rasanya tidak perlu dan buang-buang waktu."[68]
Lantos juga menolak tuduhan hubungan istimewa antara kaukus dan Hill & Knowlton, "aktivitas kaukus dilakukan tanpa memandang badan hukum atau lembaga humas yang mewakili negara-negara ini."[68]
Dalam surat balasan ke The New York Times, MacArthur menyoroti bahwa kesaksian Nayirah sudah dicabut.[69]
Duta Besar Sabah
suntingDuta besar menyatakan bahwa putrinya menyaksikan kekejaman yang disebutkannya dan keberadaannya di Kuwait bisa dibuktikan oleh kedutaan besar Amerika Serikat di Kuwait.[54] Ia juga berkata, "Kalau saya mau berbohong, atau kalau kami mau berbohong, kalau kami mau melebih-lebihkan, saya tidak akan memanfaatkan putri saya. Saya bisa menyuruh orang lain."[70]
Investigasi
suntingHuman Rights Watch
suntingPada tahun 1992, organisasi hak asasi manusia Middle East Watch, divisi Human Rights Watch, menerbitkan hasil penyelidikan mereka terhadap cerita inkubator ini. Direkturnya, Andrew Whitley, mengatakan kepada pers, "Meski militer Irak memang menyasar rumah sakit, tuduhan yang dilontarkan dalam upaya propaganda perang bahwa mereka mencuri inkubator dan dengan serampangan mengeluarkan bayi sehingga meninggal di lantai itu tidak terbukti. Cerita ini dikarang dari remah-remah kesaksian oleh orang di luar Kuwait yang seharusnya tahu lebih banyak." Seorang penyidik, Aziz Abu-Hamad, mewawancarai dokter di rumah sakit tempat Nayirah mengaku melihat tentara Irak mengeluarkan 15 bayi dari inkubator. The Independent melaporkan, "Dokter-dokter di sana memberitahu Abu Hamad bahwa ruang ibu dan anak memiliki 25 sampai 30 inkubator. Tidak satupun diambil oleh tentara Irak, dan tidak satupun bayi dikeluarkan dari sana."[71]
Amnesty International
suntingAmnesty International awalnya mendukung cerita ini, kemudian mencabutnya.[72][73] Lembaga ini menyatakan bahwa mereka "tidak menemukan bukti kuat bahwa tentara Irak menyebabkan kematian bayi dengan mengeluarkan mereka atau memerintahkan mereka dikeluarkan dari inkubator."[74]
Laporan Kroll
suntingPejabat pemerintahan Kuwait tidak membahas persoalan ini dengan pers.[45] Untuk menanggapi tuduuhan ini, pemerintah Kuwait mengontrak Kroll Associates untuk melakukan investigasi independen terhadap cerita inkubator ini. Investigasi Kroll berlangsung selama sembilan pekan dan melibatkan lebih dari 250 wawancara. Wawancara dengan Nayirah mengungkapkan bahwa kesaksian aslinya sangat dipelintir; ia memberitahu Kroll bahwa ia hanya melihat satu bayi di luar inkubator "sekilas saja". Ia juga memberitahu Kroll bahwa ia tidak pernah jadi relawan di rumah sakit dan "hanya mampir beberapa menit."[75]
Juru bicara Hill & Knowlton, Tom Ross, menyebut laporan tersebut "memulihkan nama baik Hill and Knowlton" dan "menunjukkan dengan pasti bahwa ada pencurian inkubator dan Nayirah menyaksikannya."[45]
Kritik
suntingKritikus menyebut kampanye ini korup, menipu, dan tidak etis. Mereka juga menuduh kampanye ini digunakan untuk menyebarkan kisah-kisah palsu atau berlebihan tentang kekejaman tentara Irak.[42][76][77]
Lantos dikritik karena menutup-nutupi informasi.[78]
Buntut
suntingFaktanya, hampir semua pihak yang ikut menyebarkan cerita bayi inkubator, mulai dari Amnesty International sampai dokter-dokter Kuwait, tidak dimintai pertanggungjawabannya. |
— Newsday[79] |
Setelah perang berakhir, Reuters melaporkan bahwa Irak mengembalikan "98 truk berisi peralatan medis yang dicuri dari Kuwait, termasuk dua inkubator bayi". Abdul Rahim al-Zeid, asisten wakil menteri kesehatan masyarakat Kuwait, mengatakan bahwa dengan mengembalikan inkubator, Irak membuktikan bahwa mereka memang mencuri inkubator.[80] Kepala petugas ambulans Kuwait, Abdul Reda Abbas, mengatakan, "Kami rasa pemerintah Irak mengembalikan inkubator karena keliru."[80]
Setelah identitas Nayirah terungkap, masyarakat protes karena informasi tersebut ditutup-tutupi.[81]
Komentar akademik
suntingPada akhirnya, yang dipersoalkan bukan sejauh mana H&K menggiring opini publik, tetapi sejauh mana tindakan pemerintah Amerika Serikat, kepentingan asing, dan kampanye humas dan lobi swasta meredam diskursus yang bijak dan rasional. |
— The power house: Robert Keith Gray and the selling of access and influence in Washington[82] |
Isi, pemaparan, penyebaran, keefektifan, dan tujuan kesaksian Nayirah menjadi topik berbagai kajian hubungan masyarakat.
Dalam buku Strategic Maneuvering in Argumentative Discourse, Frans H. van Eemeren menulis bahwa "pesan visual yang menyertai argumentasi verbal bisa menjadi sangat drastis sampai-sampai argumentasi rasional tidak mungkin lagi dilakukan". Ia menyebut cerita Nayirah sebagai argumentum ad misericordiam.[83] Dalam makalah berjudul The Hill & Knowlton Cases: A Brief on the Controversy, Susanne A. Roschwalb menulis bahwa H&K adalah konsultan asal Britania, "bagaimana kekhawatiran Britania -semisal peluang runtuhnya lembaga keuangan Britania apabila mata uang Kuwait, dinar, mendadak tidak bernilai -berdampak pada kampanye Hill & Knowlton?"[84] Ted Rowse, dalam artikel berjudul Kuwaitgate — killing of Kuwaiti babies by Iraqi soldiers exaggerated di The Washington Monthly, menulis, "Sebagian besar jurnalis, karena sepertinya tertipu oleh aksi Hill & Knowlton yang menyebarkan cerita asli Nayirah tanpa memeriksa terlebih dahulu, memilih untuk membiarkan cerita ini terlupakan, diam-diam terbuai, sekali lagi, oleh tipu daya hubungan masyarakat." John R. MacArthur, penulis Second Front: Censorship and Propaganda in the Gulf War, mengatakan bahwa "waktu itu, cerita Nayirah adalah kampanye humas tercanggih dan termahal yang pernah dilaksanakan di Amerika Serikat oleh pemerintah asing."[76]
Lihat pula
suntingCatatan
suntingReferensi
sunting- ^ Regan, Tom. "When contemplating war, beware of babies in incubators". Diakses tanggal October 31, 2013.
- ^ Morris, Al (2009). Civilisation Hijacked: Rescuing Jesus from Christianity and the human spirit From Bondage. ISBN 1440182426.
- ^ "Alexander Cockburn reviews 'An American Life' by Ronald Reagan · LRB 7 February 1991". lrb.co.uk. Diakses tanggal September 23, 2014.
- ^ a b Fowler, p. 22
- ^ a b Cohen, Mitchel (December 28, 2002). "How George Bush, Sr. Sold the 1991 Bombing of Iraq to America". CounterPunch. Diarsipkan dari versi asli tanggal April 29, 2011.
- ^ Healey, John (28 January 1991). "Amnesty Responds to President Bush". The Heights (1). Diakses tanggal 26 May 2015.
- ^ "U.S. Evacuates 171 From Iraq, Kuwait - Women Who Made It Out Recount Tales Of Terror". St. Louis Post-Dispatch. September 8, 1990. hlm. 1A.
Cindy of San Francisco, who declined to be identified further, said, Iraqis are beating people, bombing and shooting. They are taking all hospital equipment, babies out of incubators. Life-support systems are turned off.. . . They are even removing traffic lights. "The Iraqis are beating Kuwaitis, torturing them, knifing them, beating them, cutting their ears off if they are caught resisting or are with the Kuwaiti army or police," she said.
- ^ a b United Nations Security Council masthead document Letter Dated 2 September 1990 From The Permanent Representative Of Kuwait To The United Nations Addressed To The Secretary-General S/21694 September 3, 1990.
- ^ Leff, Lisa (September 11, 1990). "Weary, wary evacuees bring tales of horror". The Washington Post.
The evacuees told of soldiers looting office buildings, schools and hospitals for air conditioners, computers, blackboards, desks, and even infant incubators and radiation equipment. They described food shortages that afflicted soldiers as well as civilians, and random acts of violence.
- ^ a b Beeston, Nicholas (September 5, 1990). "A battle ground to test Saddam - Iraq invasion of Kuwait". The Times. London, England.
- ^ a b c Rendall, p. 24
- ^ a b c d e Frankel, Glenn (September 10, 1990). "Iraq, Kuwait Waging an Old-Fashioned War of Propaganda". The Washington Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-05. Diakses tanggal March 15, 2011.(perlu berlangganan)
- ^ United Nations Security Council masthead document Letter Dated 5 September 1990 From The Permanent Representative Of Kuwait To The United Nations Addressed To The Secretary-General S/21713 September 5, 1990.
- ^ Walton, p 771
- ^ "Kuwait says seizure of hospital equipment caused many deaths". Reuters News. September 6, 1992.
- ^ "Iraq equipment removal killed patients - Kuwait". Reuters News. September 6, 1992.
- ^ "Kuwaiti says Iraq plundered hospitals". Charlotte Observer. North Carolina. Associated Press. September 7, 1990. hlm. A16.
- ^ "Official: Hospitalized in Kuwait are left to die". Chicago Tribune. Associated Press. September 7, 1990. hlm. 12.
- ^ "Persian Gulf crisis - More about the Mideast". Houston Chronicle. September 7, 1990. hlm. A18.
- ^ "Kuwait Says Iraq Plundered Hospitals". The San Francisco Chronicle (Associated Press). September 7, 1990. hlm. A21.
- ^ "Released Hostages Tell of Kuwait Terror". All Things Considered (Transcription of broadcast). NPR. September 7, 1990.
Total destruction everywhere, cars wrecked, burned, people thrown out of cars on the street you're driving down; they just throw people over the street. They're hitting children with the butts of the guns, taking infants out of incubators and taking the incubators.
- ^ "Kuwait offers to help cover mideast costs - contributions should offset U.S. liability". Newport News. Virginia. September 8, 1990.
Cindy, who refused to give her last name, and another woman who identified herself only as Rudi, told the Reuters news agency that Iraqi troops took premature babies out of incubators in Kuwait in order to steal the equipment.
- ^ Tamayo, Juan O. (September 8, 1990). "Iraqi hostage horror: `It smelled of death'". Austin American-Statesman. hlm. A1.
- ^ "Weekend Edition Sunday (News)" (Transcription of broadcast). NPR. September 9, 1990.
`Time is running out,' said one, a pediatrician. She said in the last few days, the Iraqi troops had looted a local hospital. In a ward for premature infants, soldiers had turned off the oxygen on incubators, she said, and packed the equipment for shipment to Iraq. Dr. Fawzi al-Said said the report came to her by the hospital attendants, who had buried the dead infants.
- ^ "Iraq tightens its grip on Kuwait". Dayton Daily News. Ohio. September 29, 1990. hlm. 6A.
The U.S. ambassador-designate to Kuwait, Edward Gnehm Jr., told reporters Monday that Kuwaiti health officials told him 22 babies born prematurely died when Iraqi troops removed them from incubators they stole. Gnehm has been named to replace current ambassador Nathaniel Howell, who is holed up inside the U.S. Embassy in Kuwait.
- ^ Murphy, Kim (September 17, 1990). "Kuwaitis bolt for border amid reports of atrocities". Los Angeles Times. hlm. 1A.
Western officials said that they are still investigating reports of atrocities in Kuwait and added that many appeared to be well-documented and supported by enough eyewitness accounts that they could be considered true. In one case, refugees reported that incubators for premature babies were confiscated by Iraqi troops and the babies inside were piled on the floor and left to die.
- ^ "Air Cutoff of Iraq Gains U.N. Support Kuwaiti Refugees Spill Across Border". San Jose Mercury News. California. September 17, 1990. hlm. 1A.
In one case, refugees reported that incubators for premature babies were confiscated by Iraqi troops and the babies inside were piled on the floor and left to die. "This is the kind of thing that some people call genocide, and if people wanted to construe it as such, it could be cause for some kind of military intervention," said a Western diplomat in close contact with the Kuwaitis.
- ^ Hoagland, Jim (September 25, 1990). "End Saddam's Reign of Terror". The Washington Post. hlm. a23.
But while dissidents have been making such arguments, Saddam's actions in Kuwait show that he is not interested in compromise or in leaving Kuwait -- on any terms. He has begun to depopulate Kuwait, as he once did with Kurdistan, and to send in Iraqis with phony new citizenship documents. Based on Saddam's bloodstained track record, it is almost certain that the young Kuwaiti men being grabbed at the border and elsewhere in Kuwait are being sent to Iraq to die. American refugees and others report that Kuwait City's hospitals are being stripped of incubators and any other supplies that can be sent to Baghdad, leaving babies and infirm patients to die.ld give sanctions and negotiations a chance so he can avoid the costs of attacking Iraq's occupation forces is not enough. That does not stay Saddam's ruthless hand.
- ^ Hall, Lawrence. "Suffer the Children: Summit must herald a new era in lives of our endangered young". The Star Ledger. Newark, New Jersey.
The president of Citizens for a Free Kuwait recently wrote Rep. Gus Yatron (D-Pa.), decrying the brutality of this madman."Nothing points to the ruthlessness of Saddam Hussein more poignantly than his unmerciful misuse of the very young. His manipulation of political opponents through the abuse of their children is, sadly, a well documented fact. We recently learned that the Iraqi leader has ordered that maternity hospital incubators (in Kuwait), used for treating premature babies, be turned off, allowing these infants to die of exposure," he wrote.
- ^ "Iraq plunders Kuwait, US warns war closer- The Gulf crisis". The Sun Herald. Sydney, Australia. September 30, 1990. hlm. 8.
The emir told Bush of Iraqis going into hospitals, taking babies out of incubators and people off life-support machines to send the equipment back to Iraq.
- ^ Raum, Tom. "Iraqi provocation\Emir's tales of Iraqi atrocities in Kuwait may spur U.S. military response". Philadelphia Daily News. Associated Press.
- ^ "Remarks Following Discussions With Amir Jabir al-Ahmad al-Jabir Al Sabah of Kuwait". September 28, 1990.
Iraqi aggression has ransacked and pillaged a once peaceful and secure country, its population assaulted, incarcerated, intimidated, and even murdered. Iraq's leaders are trying to wipe an internationally recognized sovereign state, a member of the Arab League and the United Nations, off the face of the map.
- ^ Spiegelman, Arthur (September 28, 1990). "Its leaders in exile, Kuwait plans for the day of freedom". Reuters News.
He said that Iraqi troops were plundering his country, removing even the rides and merry-go-around from a children's amusement park. "They went into a hospital and took babies from incubators. Twelve babies died so they could send the incubators to Baghdad."
- ^ a b Gergen, David (September 30, 1990). "The barbarities of Saddam Hussein - In Kuwait, 22 babies died when invaders stole their incubators". US News & World Report. hlm. A16.
Secret U.S. government cables, obtained by U.S. News & World Report, reveal shocking acts of brutality inflicted by the Iraqis against innocent citizens at Kuwaiti hospitals. The cables are based on eyewitness accounts from Kuwaiti doctors and others traumatized by what they have seen. Among their allegations: -- On the sixth day of their invasion, Iraqi soldiers reportedly entered the Adan Hospital in Fahaheel looking for hospital equipment to steal. They unplugged the oxygen to the incubators supporting 22 premature babies and made off with the incubators. All 22 children died.
- ^ "The President's News Conference". The American Presidency Project. October 9, 1990.
- ^ a b c AMOS, DENISE L. (September 3, 1990). "Advertisers steer clear of Mideast". St. Petersburg Times. hlm. 9.
- ^ a b Deparle, Jason (3 September 1990). "THE MEDIA BUSINESS; Gulf Crisis Starts a Costly Fight for Good Press". The New York Times. hlm. 31.
- ^ "Kuwaitis loan jets to transport troops". The Times News. Associated Press. August 28, 1990. hlm. 5.
- ^ a b c Roschbwalb, p. 268
- ^ Rowse, Aruther E. (October 18, 1992). "Teary Testimony to Push America Toward War". The San Francisco Chronicle. hlm. 9/Z1.
- ^ a b Andersen, p. 170
- ^ a b The Washington Post (July 8, 1992). "Jury Says 3 Took Kuwaiti Money To Promote War". Sun-Sentinel. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-06. Diakses tanggal November 7, 2017.
- ^ "Deception on Capitol Hill". The New York Times. January 15, 1992. hlm. A20.
- ^ a b CSPAN Video Recording
- ^ a b c d Rowse, "Kuwaitgate - killing of Kuwaiti babies by Iraqi soldiers exaggerated"
- ^ a b Brosnan, James W. (October 11, 1990). "Witenesses describe atrocities by Iraqis". The Commercial Appeal.
- ^ Pratt, p. 288
- ^ a b Sriramesh, p. 864
- ^ Walton, p. 772
- ^ a b Rowse, "How to build support for war"
- ^ Walton, p. 772
- ^ Eemeren, p. 70
- ^ Walton, p.771
- ^ a b c d e Krauss, Clifford (January 12, 1992). "CONGRESSMAN SAYS GIRL WAS CREDIBLE". The New York Times.
- ^ Alderson, Andrew; Wavell, Stuart (January 13, 1991). "Paradise lost: The full story of Iraq's violation of Kuwait - Gulf Crisis". Sunday Times.
- ^ "Iraq rejects U.S. charges of atrocities". Reuters News. October 16, 1990.
- ^ a b "Doctors deny babies killed in Iraqi invasion". Reuters News. October 21, 1990.
- ^ a b c d Arthur, John (January 6, 1992). "Remember Nayirah, Witness for Kuwait?". The New York Times.
- ^ "MacArthur, John R". Harper's Magazine. Diakses tanggal March 16, 2011.
- ^ Bennett, p. 131
- ^ a b Gilboa, p. 9
- ^ a b c d "P.R. Firm Had No Reason to Question Kuwaiti's Testimony". The New York Times. January 17, 1992.
- ^ Roschwalb, p. 273
- ^ Lee, Gary (August 28, 1992). "Troubled Public Relations Firm Names New Washington Manager; Paster Replaces Gray, Who Retains Title as Chairman of the Board". The Washington Post. hlm. A24.
- ^ Trento, p. 381
- ^ Grunig, pp. 137-138
- ^ Roschbwalb, p. 267
- ^ a b c d e f "Kuwaiti Gave Consistent Account of Atrocities". The New York Times. January 27, 1992. hlm. A20.
- ^ MacArthur, John (January 27, 1992). "Kuwaiti Gave Consistent Account of Atrocities; Retracted Testimony". The New York Times.
- ^ Stauber, p. 143
- ^ Leonard Doyle, "Iraqi Baby Atrocity is Revealed as Myth," The Independent (12 January 1992) p. 11.
- ^ "INCUBATOR STORY NEEDED VERIFICATION". Sun Sentinel. Jan 21, 1992. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-03-28. Diakses tanggal 2018-10-05.(perlu berlangganan)
- ^ Koenig, Robert L. (January 9, 1992). "Testimony Of Kuwaiti Envoy's Child Assailed". St. Louis Post-Dispatch. hlm. 1C.
- ^ Priest, Dana (January 7, 1992). "Legislator to Probe Allegations of Iraqi Atrocities; Accuser Identified as Daughter of Kuwait Ambassador to U.S." The Washington Post. (perlu berlangganan)
- ^ Ted Rowse, "Kuwaitgate - killing of Kuwaiti babies by Iraqi soldiers exaggerated," Washington Monthly (September 1992).
- ^ a b Weiss, Tara (March 15, 2001). "NPR insists funding doesn't influence news". The Hartford Courant.
- ^ Hebert, James (July 14, 2003). "Always consider the source … if you can identify it". Copley News Service.
"It was a corrupt, unethical thing to be doing," Broom says of the incident and Hill and Knowlton's role in it.
- ^ "Deception on Capitol Hill". The New York Times. January 15, 1992.
- ^ Dwyer, Jim (July 3, 1992). "Desert Mirage Of Dead Babies". Long Island, New York. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-03-28. Diakses tanggal 2018-10-05.(perlu berlangganan)
- ^ a b Brough, David (September 6, 1992). "IRAQ RETURNS STOLEN INCUBATORS TO KUWAIT". Reuters.
- ^ Richissin, Todd (October 17, 2001). "Media finds war access denied ; Coverage: Journalists are bristling at the Pentagon's tightening control on what they're allowed to see". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-03-28. Diakses tanggal 2018-10-05.(perlu berlangganan)
- ^ Qtd. in Trento, p. 389
- ^ Eemeren pp. 70-71
- ^ Roschwalb, p. 272
Jurnal
sunting- Bishop, Ed (April 2003). "Not so ancient history". St. Louis Journalism Review.
- Cull, Nicholas J. (Fall 2006). "'The Perfect War': US Public Diplomacy and International Broadcasting During Desert Shield and Desert Storm, 1990/1991". Transnational Broadcasting Studies. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-04-05. Diakses tanggal 2018-10-05.
- Fowler, Giles; Fedler, Fred (1991). "A Farewell to Truth: Lies, Rumors and Propaganda as the Press Goes to War". Florida Communication Journal. 22 (1): 22–34. ISSN 1050-3366.
- Gilboa, Eytan (2001). "Diplomacy in the media age: Three models of uses and effects". Diplomacy & Statecraft. 12 (2): 1–28. doi:10.1080/09592290108406201. ISSN 0959-2296.
- Grunig, James E. (Summer 1993). "Public relations and international affairs: effects, ethics and responsibility". Journal of International Affairs. 47 (1): 137–162. ISSN 0022-197X. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-05. Diakses tanggal 2018-10-05.(perlu berlangganan)
- Mundy, Alicia (September–October 1992). "Is the press any match for powerhouse P.R.?". Columbia Journalism Review. Archived from the original on October 31, 2007.
- Pratt, C (1994). "Hill & Knowlton's two ethical dilemmas". Public Relations Review. 20 (3): 277–294. doi:10.1016/0363-8111(94)90041-8. ISSN 0363-8111.
- Rendall, Steve; Hart, Peter; Hollar, Julie (January–February 2006). "20 Stories That Made a Difference". Extra!. 19 (1): 23–28. ISSN 0895-2310.
- Roschwalb, S (1994). "The Hill & Knowlton cases: A brief on the controversy". Public Relations Review. 20 (3): 267–276. doi:10.1016/0363-8111(94)90040-X. ISSN 0363-8111.
- Rowse, Ted (September 1992). "Kuwaitgate - killing of Kuwaiti babies by Iraqi soldiers exaggerated". The Washington Monthly.
- Rowse, Arthur E. (September–October 1992). "How to build support for war". Columbia Journalism Review. Archived from the original on April 20, 2008.
- Walton, Douglas (1995). "Appeal to pity: A case study of theargumentum ad misericordiam" (PDF). Argumentation. 9 (5): 769–784. doi:10.1007/BF00744757. ISSN 0920-427X.
Buku
sunting- Andersen, Robin (2006). A century of media, a century of war. Peter Lang. hlm. 170–172. ISBN 978-0-8204-7893-7.
- Baillargeon, Normand (January 4, 2008). A short course in intellectual self-defense. Seven Stories Press. ISBN 978-1-58322-765-7.
- Barra, Ximena de la; Buono, Richard Alan Dello (2009). Latin America after the neoliberal debacle: another region is possible. Rowman & Littlefield Publishers. ISBN 978-0-7425-6605-7.
- Bennett, W. Lance; Paletz, David L. (1994). Taken by storm: the media, public opinion, and U.S. foreign policy in the Gulf War. University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-04259-6.
- Bivens, Rena Kim (October 2008). The Road to War: Manufacturing Public Opinion in Support of U.S. Foreign Policy Goals. GRIN Verlag. ISBN 978-3-640-17931-2.
- Carpenter, Ted Galen (1995). The captive press: foreign policy crises and the First Amendment. Cato Institute. ISBN 978-1-882577-22-4.
- Doorley, John; Garcia, Helio Fred (October 20, 2006). Reputation management: the key to successful public relations and corporate communication. Taylor & Francis. ISBN 978-0-415-97470-7.
- Eemeren, Frans H. van (2009). Examining Argumentation in Context: Fifteen Studies on Strategic Maneuvering. John Benjamins Publishing Company. hlm. 70–71. ISBN 978-90-272-1118-7.
- Effarah, Jamil E. (September 2007). Think Palestine to Unlock Us-Israelis and Arabs Conflicts. AuthorHouse. hlm. 240. ISBN 978-1-4343-3252-3.
- Ewen, Stuart (October 22, 1998). PR!: a social history of spin. Basic Books. ISBN 978-0-465-06179-2.
- Foerstel, Herbert N. (June 2001). From Watergate to Monicagate: ten controversies in modern journalism and media. Greenwood Publishing Group. hlm. 51–52. ISBN 978-0-313-31163-5.
- Frenay, Robert (March 30, 2006). Pulse: the coming age of systems and machines inspired by living things. Macmillan. hlm. 412–413. ISBN 978-0-374-11327-8.
- Gardner, Lloyd C. (March 2, 2010). The Long Road to Baghdad: A History of U.S. Foreign Policy from the 1970s to the Present. The New Press. ISBN 978-1-59558-476-2.
- Grandin, Greg (2007). Empire's Workshop: Latin America, the United States, and the Rise of the New Imperialism. Macmillan. ISBN 978-0-8050-8323-1.
- Jaco, Charles (January 1, 2002). The complete idiot's guide to the Gulf War. Penguin. ISBN 978-0-02-864324-3.
- Jamieson, Kathleen Hall; Waldman, Paul (June 21, 2004). The press effect: politicians, journalists, and the stories that shape the political world. Oxford University Press US. ISBN 978-0-19-517329-1.
- Knightley, Phillip (2004). The first casualty: the war correspondent as hero and myth-maker from the Crimea to Iraq. JHU Press. ISBN 978-0-8018-8030-8.
- Loehr, Davidson (October 11, 2005). America, fascism, and God: sermons from a heretical preacher. Chelsea Green Publishing. ISBN 978-1-931498-93-7.
- Maass, Peter (August 10, 2010). Crude World: The Violent Twilight of Oil. Random House Digital, Inc. ISBN 978-1-4000-7545-4.
- MacArthur, John R. (2004). Second front: censorship and propaganda in the 1991 Gulf War. University of California Press. ISBN 978-0-520-24231-9.
- Manheim, Jarol B. (January 2, 1994). Strategic public diplomacy and American foreign policy: the evolution of influence. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-508738-3.
- Marlin, Randal (2002). Propaganda and the ethics of persuasion. Broadview Press. ISBN 978-1-55111-376-0.
- McCusker, Gerry (March 2006). "Propaganda-Truth is the first casualty of PR War". Public Relations Disasters: Talespin--Inside Stories and Lessons Learnt. Kogan Page Publishers. hlm. 196–198. ISBN 978-0-7494-4572-0.
- McPherson, James Brian (2006). Journalism at the end of the American century, 1965-present. Greenwood Publishing Group. ISBN 978-0-313-31780-4.
- Miller, Karen S. (1999). The voice of business: Hill & Knowlton and postwar public relations. UNC Press Books. hlm. 182–183. ISBN 978-0-8078-2439-9.
- Müller-Kulmann, Thomas (November 2007). Propaganda and Censorship in Gulf War I. GRIN Verlag. hlm. 6–7. ISBN 978-3-638-78145-9.
- Phillips, Kevin P. (September 6, 2004). American dynasty: aristocracy, fortune, and the politics of deceit in the house of Bush. Penguin. ISBN 978-0-14-303431-5.
- Rossi, Melissa L. (November 29, 2005). What every American should know about who's really running the world: the people, corporations, and organizations that control our future. Penguin. ISBN 978-0-452-28615-3.
- Spragens, William C. (1995). Electronic magazines: soft news programs on network television. Greenwood Publishing Group. hlm. 51. ISBN 978-0-275-94155-0.
- Sriramesh, Krishnamurthy (January 10, 2009). The global public relations handbook: theory, research, and practice. Taylor & Francis. hlm. 864–865. ISBN 978-0-415-99513-9.
- Stauber, John Clyde; Rampton, Sheldon (1995). Toxic sludge is good for you: lies, damn lies, and the public relations industry. Common Courage Press. ISBN 978-1-56751-060-7.
- Trento, Susan B. (October 1992). The power house: Robert Keith Gray and the selling of access and influence in Washington. St. Martin's Press. ISBN 978-0-312-08319-9.
- Unger, Craig (March 16, 2004). House of Bush, house of Saud: the secret relationship between the world's two most powerful dynasties. Simon and Schuster. ISBN 978-0-7432-5337-6.
- Walton, Douglas N. (June 1997). "The Nayirah Case". Appeal to pity: Argumentum ad misericordiam. SUNY Press. ISBN 978-0-7914-3461-1.
- Winkler, Carol (2006). In the name of terrorism: presidents on political violence in the post-World War II era. SUNY Press. ISBN 978-0-7914-6617-9.
- Willis, Jim; Willis, William James (2007). The media effect: how the news influences politics and government. Greenwood Publishing Group. hlm. 3. ISBN 978-0-275-99496-9.
- Winter, James P. (1992). Common cents: media portrayal of the Gulf War and other events. Black Rose Books Ltd. ISBN 978-1-895431-24-7.
- Foundation for Public Relations Research and Education (U.S.) (1997). Public relations review. JAI Press.
Pranala luar
sunting- Brian Eno, Lessons in how to lie about Iraq, The Observer, August 17, 2003.
- Ameen Izzadeen, Lies, damn lies and war, Daily Mirror of Sri Lanka, 2001 (no more precise date provided), archive.org mirror. Retrieved 18 December 2006.
- Phillip Knightley, The disinformation campaign, The Guardian, October 4, 2001.
- Maggie O'Kane, This time I'm scared[pranala nonaktif permanen], The Guardian, December 5, 2002.
- Alexander Cockburn, Truth or Propaganda? Radio Interview with Geoff Pevere on Canadian Broadcasting Corporation Prime Time, originally broadcast December 14, 1992.