Namık Kemal
Namık Kemal (21 Desember 1840-2 Desember 1888) yang dijuluki sebagai penyair kebebasan, adalah seorang penulis dan penyair Turki yang memiliki nama asli Kemal Bek.
Pada 1863 ditunjuk menjadi penulis biografi. Ia menulis di surat kabar Tashwir Afkar yang diterbitkan penulis Kesultanan Utsmaniyah Syunasi, penyokong dan pembaharu sastra Turki dan berorientasi pada sastra Eropa. Namik Kemal mengelola surat kabar ini setelah Syunasi pergi ke Eropa. Ia bergabung dengan Gerakan Turki Muda dan melarikan diri bersama Ziya Paşa ke Eropa, lalu bekerja sama dalam menerbitkan surat kabar Hürriyet di London (1868).
Ia diizinkan kembali ke Istanbul dan menerbitkan surat kabar Ibrat pada 1870. Ia diangkat menjadi penguasa Gelibolu, lalu diberhentikan dan kembali ke Istanbul, dan menerbitkan naskah dramanya al-Wathon, diasingkan ke Siprus pada 1873. Lalu kembali ke Istambul setelah Perjanjian al-Masyruthiyah I diumumkan.
Ia menulis makalah, syair, drama, serta cerita dan merupakan orang pertama yang menulis syair terlepas dari kaidah syair dan terpengaruh sastra Eropa. Karya-karyanya yang menonjol saat itu di Eropa ialah Jalaluddin Khowarizmsyah, al-Wathon, ‘Akif Bek (drama), Intibah, Mughamara Ali Bek, Jazmi (cerita), Bariqozh Zhafar, as-Sulthon Selim I, dan Selestra.
Namık Kemal dianggap sebagai orang pertama yang menabur benih nasionalisme dalam sastra Turki Islami. Ia juga merupakan aktivis yang menginginkan pemerintahan Turki Ustmani menjadi pemerintahan yang konstitusional dan Islamiah.
Latar belakang
suntingBapaknya, Mustafa Asim Bey merupakah seorang tokoh astronomi, dan kakeknya Syamsuddin Bey merupakan seorang Kepala Rumah Tangga dan Sekretaris Sultas Salim III (memerintah 1789-1807).[1] Namik Kenal, sapaan akrabnya, terkenal dengan jiwa keislamannya yang kuat, tetapi pada saat yang sama tidak menutup dirinya terhadap pikiran-pikiran Barat. Karya-karya Namik banyak dipengaruhi oleh pemikiran Barat, terutama dalam bidang sastra, pemikiran politik, kemajuan sains, dan teknologi.[1]
Pendidikan
suntingKemal Pasya Namik pernah mengenyam pendidikan selama enam bulan di Constantinopel (Sekolah Bayazid Rusydiyah dan Walide Mekteb-i). Ia tidak pernah menempuh pendidikan resmi pada masa kecilnya.[1]
Pemikiran politik
suntingPokok-pokok pikiran Namik Kemal Pasya terhadap pemerintahan adalah negara harus konstitusional dan didasarkan kepada syariat Islam, dan pelaksanaannya melalui aplikatif dari tiga badan, yakni: Syura-i Devlet (Majelis Negara, yang bertugas untuk membuat peraturan dan undang-undang), Syura-i Ummet (Majelis Umat, yang bertugas mengawasi belanja negara dan mengesahkan undang-undang), dan Meclis-i Ayan (Senat, bertugas sebagai perantara dari Syura-i Devle dan Syura-i Ummet).[2]
Gagasan pembaruan
suntingBeberapa gagasan pembaharuan Namik Kemal Pasya di antaranya adalah:[3]
- Kemunduran Kerajaan Usmani disebabkan karena keadaan ekonomi dan politik yang tidak baik. Untuk itu kerajaan Usmani harus berusaha mengubah sistem pemerintahan yang absolut menjadi sistem pemerintahan yang lebih konstitusional.
- Piagam Gulhane dan Humayun dinilai sudah baik tetapi belum merupakn konstitusi yang memisahkan antara kekuasaan eksekutif, legislaif dan yudikatif. Namik kemal menghendaki pemerintahan yang lebih demokratis.
- Menurutnya, sistem bai’at yang terdapat dalam kekhalifahan mempunyai corak demokrasi.
- Cinta tanah air sangat dibutuhkan sebagai modal untuk menggalang dukungan rakyat guna mewujudkan demokrasi, tanah air yang ia maksud adalah seluruh wilayah Kerajaan Usmani.
Karya-karya
suntingNovel
sunting- İntibah yahut Ali Beyin sergüzeşiti (1874), (Awakening, or, Ali Bey’s Experiences)
- Cezmi (1887/88), a historical novel based on the life of a 16th-century khan of the Crimean Tatars
Teater
sunting- Vatan yahut Silistre
- Akif Bey
- Gülnihal
- Kara Bela
- Zavallı Çocuk
- Celaleddin Harzemşah
Referensi
sunting- ^ a b c Dewan Redaksi (1997). Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. hlm. 29. ISBN 979-8276-64-7.
- ^ Dewan Redaksi (1997). Ensiklopi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. hlm. 30. ISBN 979-8276-64-7.
- ^ Fadil, SJ (2008). Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah. Malang: UIN-Malang Press. hlm. 262.