Pandowan, Galur, Kulon Progo
[[Kategori:Galur, Kulon Progo|Pandowan]]
Negara | Indonesia |
---|---|
Provinsi | Daerah Istimewa Yogyakarta |
Kabupaten | Kulon Progo |
Kecamatan | Galur |
Kode Kemendagri | 34.01.04.2006 |
Pandowan adalah desa di kecamatan Galur, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Desa pandowan terdiri dari empat pedukuhan: 1. Pedukuhan Pandowan 1,kepanjen (dukuh 1) 2. Pedukuhan Pandowan 2 (dukuh 2) 3. Pedukuhan Diren (dukuh 3) 4. Pedukuhan Prembulan (dukuh 4) Mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah bertani, dagang dan pegawai negeri maupun swasta.
Sejarah
suntingAsal mula Desa Pandowan tidak lepas dari adanya sebuah cerita mengenai seorang tokoh yang bernama Kiai Umbalan yang berasal dari Bagelen. Kiai Umbalan babat alas yang kemudian menjadi sebuah dusun. Dusun tersebut dikembangkan oleh Kiai Umbalan menjadi sebuah kampung. Selang beberapa waktu di kampung tersebut datanglah seorang tokoh bernama Kertinegara. Kertinegara adalah putra Samber Nyawa yang berasal dari Mankunegara. Keduanya kemudian berselisih karena sama-sama mempunyai masalah tentang perebutan kekuasaan. Setelah perselisihan berakhir, Kiai Umbalan bertapa bertahun-tahun di sebuah pohon sampai terjerat oleh akar pohon tersebut. Sehingga Kertinegara kesulitan ketika hendak babat alas yang kemudian menjadi desa Pandowan ini. Kemudian Kiai Umbalan bilang kepada Kertinegara “Wit iki biso mati. Carane iki wit gubetono lawe wenang mengko biso mati lan biso ditegor, kowe biso babat alas neng daerah kene” yang artinya pohon ini bisa mati dan bisa dipangkas apabila pohon ini diikat dengan lawe wenang, sehingga kamu bisa membuka hutan ini. Sampai saat ini, ada 7 (tujuh) kepala desa yang memimpin Desa Pandowan. Ketujuh kepala desa tersebut adalah Karto Rejo (masa sebelum kemerdekaan), H. Sam’ani (1945-1948), R. Sabarodin (1948(1952), Harjo Sumarto (1952(1995), Wachid Sarkowi (1995(2001), Darmawan Widiantaka (2003(2012) dan Drs. Budi Santosa (2012 sampai sekaracng). Pada masa kepemimpinan R. Sabarudin ada program penggabungan wilayah. Desa Pandowan hendak digabung dengan Desa Nomporejo dan Desa Kranggan. Namun dari pihak Desa Pandowan menolak karena jabatan lurah desa di tiga daerah tersebut adalah saudara. Untuk menghindari perselisihan dan perpecahan diantara saudara, akhirnya mereka berdiri sendiri sebagai sebuah desa yang otonom. Desa Pandowan ini terbagi menjadi empat dukuh. Adapun nama-nama dukuh disini yaitu dukuh I, dukuh II, dukuh III (Diren) dan dukuh IV (Prembulan). Salah satu padusunan di Desa Pandowan yakni, padusunan IV (Prembulan), juga memiliki sejarah lisan yang turun temurun di masyarakat Dusun Prembulan itu sendiri. Cerita masyarakat yang berkembang di Dusun Prembulan yakni seperti berikut, dahulu ada sepasang suami istri yang bernama Kiai dan Nyai Rembun. Mereka mempunyai seorang putri yang sangat cantik sehingga parasnya diibaratkan seperti rembulan. Kiai Rembun sangat taat beribadah dan disegani oleh masyarakat. Cerita tentang kisah cinta mereka juga terkenal. Kisah cinta mereka adalah kisah cinta sehidup semati karena keduanya meninggal pada hari yang sama. Pada waktu pagi Nyai Rembun meninggal dan pada sore hari Kiai Rembun juga meninggal. Jasad keduanya dikubur dalam satu lubang.