Rinéka sora

Gejala fonologis pada bahasa Sunda

Rinéka sora (aksara Sunda Baku: ᮛᮤᮔᮦᮊ ᮞᮧᮛ, pengucapan bahasa Sunda: [rinɛka sora]) adalah istilah bahasa Sunda yang digunakan untuk menjelaskan berbagai gejala fonologis dalam bahasa Sunda yang berkaitan dengan perubahan bahasa dalam pengucapan suatu kata, baik itu vokal maupun konsonan.[1] Biasanya perubahan bahasa yang dimaksud adalah dengan hilangnya fonem, bertambahnya fonem, berpindahnya tempat fonem, ataupun bergantinya suatu fonem dengan fonem yang lain.[1]

Asimilasi - Salah satu jenis rinéka sora

Jenis-jenis

sunting

Berdasarkan cara pembentukannya, rinéka sora bisa digolongkan sebagai berikut.[2]

Sirnaan

sunting

Sirnaan adalah rinéka sora yang terbentuk dengan cara menghilangkan beberapa fonem dari suatu kata, baik itu di awal, di tengah maupun di akhir kata.[2] oleh karena itu, sirnaan bisa berupa sirnapurwa, sirnamadya, dan sirnawekas.

Sirnapurwa contohnya:[2]

  • umilumilu, ikut
  • kstariasatria, ksatria

Sirnamadya contohnya:[2]

  • banderolbandrol, banderol
  • kolonélkornél, kolonel

Sirnawekas contohnya:[2]

  • présidéntprésidén, presiden.

Swarabakti

sunting

Swarabakti adalah rinéka sora yang dibentuk dengan penambahan fonem ke dalam suatu kata, baik di awal, di tengah, maupun di akhir kata. Oleh karena itu, swarabakti bisa berupa swarabakti awal, swarabakti tengah, dan swarabakti ahir.

Swarabakti awal contohnya:[2]

  • striistri, istri/perempuan
  • stalistal, kandang kuda

Swarabakti tengah contohnya:[2]

  • blokbélok, belok

Swarabakti ahir contohnya:[2]

  • bankbangku, meja.

Bagentén

sunting

Bagenten atau alternal adalah bergantinya suara yang dibentuk dengan pergantian suatu fonem dengan fonem lainnya, baik vokal dengan vokal maupun konsonan dengan konsonan. Contohnya:[2]

  • surungsorong, dorong
  • pungkurpengker, belakang
  • utamautami, utama
  • begangbegeng, kurus
  • itungétang, hitung
  • ceukcek, ucap.

Métatésis

sunting

Métatesis adalah rinéka sora yang dibentuk dengan cara menukarkan tempat fonem dalam suatu kata. Contohnya: aduy menjadi ayud, dalu menjadi ladu, léor menjadi réol, présidén menjadi persiden (presiden), rontal menjadi lontar.[2]

Asimilasi

sunting

Asimilasi adalah rinéka sora yang dibentuk dengan cara menyamakan suatu fonem yang berbeda dengan fonem yang berada di belakang fonem tersebut, biasanya di antara fonem ada pada interval ucapan yang sama seperti b dengan m, d dengan n, g dengan ng, (n)j dengan ny. Contohnya: gambar menjadi gamar (gambar), gablung menjadi gambung, kaderon menjadi kaneron, kendang menjadi kenang, sanggeuk menjadi sangeuk, sanggup menjadi sangup (sanggup), balanja menjadi balanya (belanja).[2]

Rujukan

sunting
  1. ^ a b Sudaryat, Yayat spk (2007). Tata Basa Sunda Kiwari. Bandung: Yrama Widya. hlm. 43. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k "Kluster Ciri Ciri Supraségméntal Rinéka Sora | 123dok". Diakses tanggal 2018-04-25. 

Pranala luar

sunting