Sweet Bean

film Jepang tahun 2015 oleh Naomi Kawase

Sweet Bean (bahasa Jepang: あん, Hepburn: An) adalah film Jepang yang disutradarai oleh Naomi Kawase, yang bercerita tentang seorang nenek penderita kusta atau leprosi yang bekerja di sebuah toko kue dorayaki.[1] Film yang diproduksi pada 2015 ini dibintangi oleh Kirin Kiki dan Masatoshi Nagase. Film ini terpilih sebagai film pembuka dalam sesi Un Certain Regard dalam Festival Film Cannes 2015 dan juga sesi Film Kontemporer Dunia di Festival Film Toronto 2015.[2] Film ini diangkat dari novel berjudul An karya Tetsuya Akikawa.[3]

Sweet Bean
Poster rilis teatrikal
Nama lain
Jepangあん
HepburnAn
SutradaraNaomi Kawase
SkenarioNaomi Kawase
Berdasarkan
An
oleh Durian Sukegawa
PemeranKirin Kiki
Tanggal rilis
  • 14 Mei 2015 (2015-05-14) (Cannes)
  • 30 Mei 2015 (2015-05-30) (Jepang)
Durasi113 menit
NegaraJepang
BahasaBahasa Jepang
Anggaran¥234 juta

Film ini menyorot kehidupan Sentaro (Masatoshi Nagase), seorang pria paruh baya eks narapidana yang baru saja memulai toko kue dorayaki di pinggiran kota Tokyo. Tokonya terbilang cukup ramai, para pelanggannya antara lain adalah anak-anak sekolah menengah pertama dan warga sekitar. Meski demikian, kehidupan Sentaro berjalan tanpa arah. Setelah seharian melayani pembeli, ia biasanya menghabiskan waktu dengan menenggak minuman keras.

Suatu ketika, ia membutuhkan karyawan dan memasang pengumuman lowongan pekerjaan di luar tokonya. Seorang nenek berusia 70-an tahun bernama Tokue (Kirin Kiki) mendatanginya untuk melamar posisi tersebut. Semula, Sentaro enggan untuk menerima Tokue. Ia khawatir pekerjaan yang cukup berat akan menambah beban bagi Tokue yang sudah lanjut usia. Ditambah lagi dengan kondisi tangan Tokue yang tampak kurang sempurna. Namun, Tokue bersikeras untuk membantu. Ia meramu pasta isian dorayaki dan berhasil membujuk Sentaro untuk mencicipi. Sentaro menyadari bahwa pasta kacang merah yang dimasak Tokue lebih enak daripada pasta langganannya. Tokue pun akhirnya diterima bekerja sebagai pemasak pasta. Jika toko sedang ramai, Tokue juga turun tangan membantu Sentaro untuk melayani para pembeli. Berkat pasta kacang merah buatan Tokue, toko pun lebih ramai dikunjungi pembeli.

Lambat laun, para pembeli menyadari tangan Tokue yang terkena kusta. Rumor pun menyebar di antara para pembeli, dan akhirnya mereka mulai berhenti berdatangan ke toko. Sentaro tidak punya pilihan lain selain terpaksa memberhentikan Tokue. Wakana, seorang anak SMP yang dikenalnya di toko, mengajak Sentaro untuk mengunjungi sanatorium tempat Tokue tinggal. Tokue merupakan salah satu penderita kusta yang menjadi sasaran Undang Undang Pencegahan Kusta tahun 1953 yang kemudian dicabut pada 1996. Sentaro mengungkapkan penyesalannya karena merasa tidak bisa melindungi Tokue dari prasangka buruk para pelanggannya. Namun, Tokue meyakinkannya bahwa ia bersyukur telah sempat diizinkannya untuk bekerja di tokonya.

Tokue meninggal karena pneumonia beberapa bulan kemudian. Sebelumnya, ia meninggalkan peralatan membuat pasta kacang merah miliknya untuk Sentaro, beserta rekaman kaset untuknya dan Wakana. Di dalamnya, Tokue berpesan bahwa nilai seseorang tidak terletak pada pekerjaannya, tetapi pada keberadaan mereka sebagai manusia. Ia juga berpesan bahwa suka cita datang dari kesediaan untuk selalu sadar dan menggunakan sepenuhnya raga dan indrawi untuk mengamati lingkungan sekitar.

Dalam film ini, digambarkan bahwa Sentaro adalah seorang pria yang terbebani oleh masa lalu. Ketika Tokue tak lagi bekerja, Sentaro mengiriminya surat yang mengungkapkan bahwa dia pernah melukai seorang pria dalam keributan di sebuah pub, sesuatu yang selalu disesalinya. Dia kemudian dipenjara dan diperintahkan untuk membayar ganti rugi yang besar kepada korban. Secara fisik, Sentaro terikat dengan pemilik toko dorayaki yang notabene seorang rentenir. Sentaro belum dapat mengembalikan uang tersebut secara penuh. Namun, di akhir film, Sentaro terlihat menjual dorayaki dari kiosnya dan ia tampak telah belajar untuk hidup dengan menerima keadaannya.

Pemeran

sunting

Dalam beberapa kesempatan, film ini dipromosikan dengan beberapa judul berbeda. Untuk debutnya di Festival Film Cannes, film ini dipromosikan dengan judul Sweet Red Bean Paste. Di beberapa festival lain dan untuk rilis Australia, judul asli dalam bahasa Jepang An digunakan. Berikutnya, untuk rilis internasional judul film dipersingkat menjadi Sweet Bean. Terjemahan bahasa Inggris dari novel yang menjadi dasar film ini berjudul Sweet Bean Paste (diterbitkan oleh Oneworld Publications pada 2017, ditulis oleh Durian Sukegawa yang bernama asli Tetsuya Akikawa, dan diterjemahkan oleh Alison Watts).[3]

Film ini mengangkat tema tentang perayaan kebebasan dan kegembiraan dalam hidup. Dalam film ini, tokoh Tokue menjadi karakter sentral yang menyampaikan pesan sederhana tentang kegembiraan yang diperoleh dari hasil mengamati dunia sekitar. Ia memaksimalkan pengalaman indrawinya untuk menyerap apa yang terjadi di lingkungannya dan hal itu membuatnya menjadi lebih 'kaya', bermanfaat, dan memiliki hidup yang lebih bermakna.[3]

Penerimaan

sunting

Film ini ditayangkan di beberapa festival film dunia, antara lain Festival Film Cannes dan Festival Film Toronto. Pemasukan film ini mencapai 234 juta yen. Di situs Rotten Tomatoes, film ini memperoleh rating sebesar 84%.[4]

Referensi

sunting
  1. ^ Brady, Tara. "Sweet Bean review: Touching talk of second chances". The Irish Times (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-02-21. 
  2. ^ Su, Zhuo-Ning (2015-05-16). "[Cannes Review] Sweet Bean". The Film Stage (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-02-21. 
  3. ^ a b c "Author of novel on leprosy stresses every life has meaning in lecture". Mainichi Daily News (dalam bahasa Inggris). 2018-09-15. Diakses tanggal 2020-02-22. 
  4. ^ Sweet Bean (An) (2016) (dalam bahasa Inggris), diakses tanggal 2020-02-22