Undang-Undang Penegakan Jaringan (Jerman)
Undang-Undang Penegakan Jaringan (bahasa Jerman: Netzwerkdurchsetzungsgesetz, disingkat: NetzDG) adalah undang-undang yang diadopsi dalam hukum di Jerman pada tahun 2017. Tujuan pengesahan Undang-Undang Penegakan Jaringan untuk menghentikan penyebaran berita palsu, konten yang mengandung kebencian dan konten yang ilegal di Jerman. Pada tanggal 1 Januari 2018, Undang-Undang Penegakan Jaringan mulai diberlakukan di Jerman dan platform media sosial diharuskan melakukan penghentian dan penghapusan terhadap berita palsu, konten kebencian dan konten ilegal. Pelanggaran atas keharusan tersebut dalam wakktu yang ditentukan akan membuat platform media sosial dikenai denda maksimal € 50 juta.
Pembentukan
suntingRancangan Undang-Undang Penegakan Jaringan diperkenalkan oleh Pemerintah Jerman pada 27 Maret 2017. Tujuan pengesahannya untuk menghentikan konten ilegal pada media sosial di Jerman.[1] Pengadopsian Undang-Undang Penegakan Jaringan dilakukan pada tahun 2017.[2] Undang-Undang Penegakan Jaringan juga merupakan sebuah undang-undang anti-berita palsu. Pengesahan Undang-Undang Penegakan Jaringan menjadikan Jerman sebagai negara pertama di dunia yang mengesahkan undang-undang anti-berita palsu.[3]
Pemberlakuan
suntingPemberlakuan Undang-Undang Penegakan Jaringan di Jerman baru dimulai pada tanggal 1 Januari 2018.[4] Keberadaan Undang-Undang Penegakan Jaringan menjadikan Pemerintah Jerman dapat melakukan pemantauan menyeluruh terhadap berita palsu yang menyebar di dalam media sosial di Jerman.[5] Undang-Undang Penegakan Jaringan mengharuskan platform media sosial melakukan penghentian dan penghapusan terhadap berita palsu, konten dengan potensi memicu kebencian, dan konten lain yang dinilai ilegal oleh Kitab Hukum Pidana Jerman.[6]
Pemidanaan
suntingUndang-Undang Penegakan Jaringan mengharuskan platform media sosial melakukan penghentian penyebaran dan penghapusan berita palsu, konten yang mengandung kebencian dan konten ilegal dalam waktu 24 jam sejak memperoleh pemberitahuan dari Pemerintah Jerman.[6] Platform media sosial yang tidak menghentikan penyebaran dan tidak menghapus berita palsu, konten yang mengandung kebencian dan konten ilegal dalam waktu 24 jam sejak memperoleh pemberitahuan dari Pemerintah Jerman, akan dikenakan denda.[6] Denda yang harus dibayar paling banyak € 50 juta.[5] Namun pada kasus-kasus yang rumit, batas waktu penghapusan diperpanjang hingga satu minggu.[3] Pengguna yang konten ilegalnya dihapus, tidak dapat mengajukan banding atas keputusan penghapusan oleh platform media sosial.[5]
Referensi
suntingCatatan kaki
sunting- ^ Echikson, W., dan Knodt, O. (November 2018). Germany’s NetzDG: A key test for combatting online hate (PDF) (dalam bahasa Inggris). CEPS Digital Forum. hlm. 3. ISBN 978-94-6138-707-3.
- ^ Mchangama dan Alkiviadou 2020, hlm. 2.
- ^ a b Dodda, T. P., dan Dubbudu, R. (2019). Countering Misinformation Fake News in India: Solutions & Strategies (PDF) (dalam bahasa Inggris). Factly Media & Research (Factly) and The Internet and Mobile Association of India (IAMAI). hlm. 25.
- ^ Mchangama dan Alkiviadou 2020, hlm. 4.
- ^ a b c Frau-Meigs, Divina (Desember 2018). Societal Costs of “Fake News” in the Digital Single Market (PDF) (dalam bahasa Inggris). Luksemburg: Policy Department for Economic, Scientific and Quality of Life Policies, European Parliament. hlm. 28.
- ^ a b c Posetti, J., dan Matthews, A. (Juli 2018). Ireton, Cherilyn, ed. A Short Guide to the History of ’Fake News’ and Disinformation: A Learning Module for Journalists and Journalism Educators (PDF) (dalam bahasa Inggris). International Center for Journalists. hlm. 15.
Daftar pustaka
sunting- Mchangama, J., dan Alkiviadou, N. (September 2020). The Digital Berlin Wall: How Germany (Accidentally) Created a Prototype for Global Online Censorship - Act Two (PDF). Kopenhagen: Justitia. ISBN 978-87-972489-1-1.