Hadis Daif
Hadis lemah atau Hadits Dha'if (bahasa Arab: حديث ضعيف) adalah kategori hadis yang tidak dapat dinyatakan kebenarannya secara pasti berasal dari perkataan atau perbuatan Nabi ﷺ.Hadist Dhaif berbeda dengan Hadist palsu karena Hadist lemah ketika ada kaidah yang tidak dipenuhi. Ulama berbeda pendapat tentang kebolehan Hadist Dhaif dijadikan sandaran hukum. Imam An-Nawawi rahimahullah dalam muqaddimah hadits arba`innya mengungkapkan kebolehan Hadist Dhaif dalam keutamaan amal-amal. Sementara golongan lain terutama kaum wahabi mengharamkan sama sekali.
Definisi
Definisi Hadits dhaif menurut Imam Al-Baiquni adalah:
"Setiap hadis yang tingkatannya berada dibawah hadits hasan (tidak memenuhi syarat sebagai hadis shahih maupun hasan) maka disebut hadits dho'if dan hadis (seperti) ini banyak sekali ragamnya."
Sementara Imam An-Nawawi mendefinisikan hadis dhaif sebagai berikut.
مَالَمْ يُوْجَدُ فِيْهِ شُرُوْطُ الصِّحَّةِ وَلَا شُرُوْطُ الحَسَنِ “Hadis yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis sahih dan syarat hadis hasan”
Sebab kelemahan
Suatu hadits dikategorikan lemah disebabkan oleh:
- Terputusnya rantai periwayatan (sanad)
- Adanya kelemahan/cacat pada seorang atau beberapa orang penyampai riwayat (perawi) hadis tersebut.
Macamnya
Terdapat berbagai tingkatan derajat hadis lemah, mulai dari yang lemahnya ringan hingga yang parah bahkan palsu. Ibnu Hibban telah membagi hadits dhaif menjadi 49 (empat puluh sembilan) jenis.[1] Diantara macam-macam tingkatan hadis yang dikategorikan lemah, seperti:
- Mursal: Hadis yang disebutkan oleh Tabi'in langsung dari Rasulullah ﷺ tanpa menyebutkan siapa shahabat yang melihat atau mendengar langsung dari Rasul. Digolongkan sebagai hadis lemah karena dimungkinkan adanya Tabi'in lain yang masuk dalam jalur riwayatnya (namun tidak disebutkan). Jika dapat dipastikan perawi (periwayat) yang tidak disebutkan tersebut adalah seorang shahabat maka tidak tergolong sebagai hadis lemah.
- Mu'dhol: Hadis yang dalam sanadnya ada dua orang rawi atau lebih yang tidak dicantumkan secara berurut.
- Munqathi (terputus): Semua hadis yang sanadnya tidak bersambung tanpa melihat letak dan keadaan putusnya sanad. Setiap hadis Mu'dhal adalah Munqathi, namun tidak sebaliknya.
- Mudallas: Seseorang yang meriwayatkan dari rawi fulan sementara hadis tersebut tidak didengarnya langsung dari rawi fulan tersebut, namun ia tutupi hal ini sehingga terkesan seolah ia mendengarnya langsung dari rawi fulan. Hadis mudallas ada dua macam, yaitu Tadlis Isnad (menyembunyikan sanad) dan tadlis Syuyukh (menyembunyikan personal).
- Mu'an'an: Hadis yang dalam sanadnya menggunakan lafal fulan 'an fulan (riwayat seseorang dari seseorang).
- Mudhtharib (guncang): Hadis yang diriwayatkan melalui banyak jalur dan sama-sama kuat, masing-masingnya dengan lafal yang berlainan/bertentangan (serta tidak bisa diambil jalan tengah).
- Syadz (ganjil): Hadis yang menyelisihi riwayat dari orang-orang yang tsiqah (terpercaya). Atau didefinisikan sebagai hadis yang hanya diriwayatkan melalui satu jalur namun perawinya tersebut kurang terpercaya jika ia bersendiri dalam meriwayatkan hadis.
- Munkar: Hadis yang diriwayatkan oleh perawi kategori lemah yang menyelisihi periwayatan rawi-rawi yang tsiqah.
- Matruk: Hadis yang didalam sanadnya ada perawi yang tertuduh berdusta.
- Maudhu'(Hadis palsu): Hadis yang dipalsukan atas nama Nabi, didalam rawinya ada rawi yang diketahui sering melakukan kedustaan dan pemalsuan.
- Bathil: Sejenis Hadis palsu yang (jelas-jelas) menyelisihi prinsip-prinsip syariah.
- Mudraj: Perkataan yang diucapkan oleh selain Nabi yang ditulis bergandengan dengan Hadits Nabi. Sehingga dapat dikira sebagai bagian dari hadis. Umumnya berasal dari perawi hadisnya, baik itu sahabat ataupun yang dibawahnya, diucapkan untuk menafsirkan, menjelaskan atau melengkapi maksud kata tertentu dalam lafal hadis.
Referensi
- Catatan kaki
- ^ Muqadimmah Ibnu Shalah
- Daftar pustaka
- Al-Jauziyyah, Ibnu Qayyim (1423 H/2002 M). Al-Manar Al-Munif fi Ash-Shahih wa Adh-Dhaif. Daarul Atsar. ISBN 9789792531893.