Masjid Wustha Mangkunegaran
Masjid Wustho Mangkunegaran adalah masjid tua yang terletak di Kota Surakarta. Karena menjadi "masjid negara" pada masa berdirinya Kadipaten Praja Mangkunegaran.
Masjid Wustho Mangkunegaran | |
---|---|
Agama | |
Afiliasi | Islam |
Lokasi | |
Lokasi | Kota Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia |
Arsitektur | |
Arsitek | Ir. Herman Thomas Karsten |
Tipe | Masjid |
Gaya arsitektur | Tajug |
Peletakan batu pertama | 1878 |
Rampung | 1918 |
Spesifikasi | |
Kubah | 0 |
Menara | 1 |
Sebenarnya, sejak masa pemerintahan Mangkunagara I telah ada "masjid negara" untuk Praja Mangkunegaran yang terletak di Kauman, daerah Pasar Legi. Namun demikian, untuk kepentingan kemudahan fungsi "panatagama" (urusan agama), lokasi masjid dipindahkan ke lokasi sekarang [1].
Pembangunan masjid secara moderen dirancang oleh arsitek Belanda, Herman Thomas Karsten. Saat ini masjid beralamat di Jalan Kartini, di sisi barat Pura Mangkunegaran, secara administratif masuk dalam wilayah Kelurahan Ketelan, Banjarsari, Surakarta.
Arsitektur
Masjid menempati lahan seluas luas 4.200 meter persegi, dengan bangunan bertipe "tajug", suatu bentuk bangunan khas Jawa yang dikhususkan untuk masjid. Bangunan dilengkapi serambi di sisi timur. Seperti juga Masjid Agung Kraton Surakarta, bagian serambi dilengkapi dengan tratag rambat, semacam lorong beratap yang menjorok ke depan. Kekhasan masjid Mangkunegaran, tratag rambat ini dihiasi dengan dinding tembok berkaligrafi. Sisi selatan ditambah ruang untuk salat Jumat bagi perempuan (pawastren). Di halaman terdapat menara (sisi timur laut), dan bangunan khusus untuk pelaksanaan khitanan yang disebut maligen.
Pada sisi timur laut masjid terdapat prasasti marmer yang dipasang di tembok, merupakan peringatan pembangunan masjid dan menara dalam bahasa Arab dan bahasa Jawa.
Sangkalan minongka pèngetan.
Miwiti pasang tales:
muji luhuring salira Nabi (1807 / 1878 M)
Ngambali pasang tales:
? (1847 / 1917 M)
Pambalaripun tuwin miwiti pasang tales manara:
nata pawisikan samadyaning praja (1855 / 1924 M)
Peran budaya
Nama "Wustho" diberikan pada tahun 1949 oleh Kepala Takmir ("Penghulu") Pura Mangkunegaran Raden Tumenggung K.H. Imam Rosidi. Sebelumnya, mesjid hanya dijuluki sebagai "Masjid Mangkunegaran".
Masjid Wustho merupakan tempat untuk mendukung kegiatan-kegiatan spiritual yang diselenggarakan Istana Mangkunegaran. Pada saat kirab pusaka pada perayaan Tahun Baru Jawa di malam satu Sura pelantunan ayat-ayat suci Al Qur'an dilakukan di Masjid Wustho.
Galeri
-
Dari sisi timur, memperlihatkan dinding pelindung tratag rambat berkaligrafi dan minaret di latar belakang.
-
Dari sisi timur, memperlihatkan maligen dan pawestren
-
Bangunan maligen, tempat khitanan putra/kerabat raja
-
Prasasti marmer dengan bahasa Arab dan bahasa Jawa
Rujukan
- ^ Nino S. Basunindyo & Fendy Fawzi Afian. Blusukan Solo – Putra-Putri Solo : Resume Cerita Nostalgia Soerakarta di Solo Camp Fest Adore. Diakses 5 Januari 2015.
Pranala Luar
- Masjid Al-Wustho Mangkunegaran: Lebih 100 Tahun Dikelola Abdi Dalem. Al-Kisah, Majalah Daring. Selasa, 28 Agustus 2012. Diakses 3 September 2014.