Macceratasi
Macceratasi merupakan pesta atau upacara adat menumpahkan darah hewan ke laut yang biasa dilakukan oleh masyarakat pesisir Kotabaru, Kalimantan Selatan.[1] Masyarakat pesisir Kotabaru umumnya terdiri dari tiga suku, yaitu Bugis, Mandar, dan Banjar.[2] Mereka biasanya mengadakan ritual ini setiap menjelang tahun baru masehi di Pantai Gedambaan, Pulau Laut Utara, Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas berkah penghidupan dari laut.[1]
Upacara
Upacara ini memiliki kemiripan dengan upacara adat yang biasa dilakukan oleh masyarakat nelayan di Nusantara, seperti Hajat laut di Pantai Pangandaran, Jawa Barat, festival Galesong di Takalar, Sulawesi Selatan, Petik Laut di Malang, Jawa Timur, serta Festival Samboja di Samboja, Kalimantan Timur.[3] Umumnya, rasa syukur para nelayan atas berkah rezeki dari laut diwujudkan dengan upacara melarutkan benda, makanan, atau bagian tubuh hewan (seperti kepala atau darah hewan) ke tengah laut.[3] Hal ini dilakukan sebagai simbol memberikan makanan bagi laut, dengan harapan laut akan selalu menjamin rezeki para nelayan yang menggantungkan hidup darinya.[3]
Tahapan Upacara
Pada pesta adat Macceratasi, ritual dilaksanakan selama dua hari.[3] Pada hari pertama, sebelum ritual inti yakni menyembelih dan mengalirkan darah hewan ke laut, masyarakat setempat dipimpin oleh Tokoh Adat mengadakan upacara tampung tawar, yaitu upacara memanjatkan doa kepada Tuhan.[3] Dalam prosesi ini seorang Tokoh Adat memimpin doa dengan duduk di antara sesaji yang terdiri dari bahan pokok mentah seperti Beras, Kelapa, Gula, Ayam yang masih hidup, dan Air Kembang.[3]
Setelah doa selesai, tokoh adat akan menyiramkan air kembang kepada khalayak yang hadir sebagai simbol memohon berkah dan keselamatan. Upacara kemudian dilanjutkan dengan menyembelih hewan, antara lain Kerbau, Kambing, dan Ayam.[4] Darah dari hewan-hewan ini ditampung untuk kemudian dialirkan ke laut, sementara dagingnya dibagikan kepada masyarakat yang menghadiri upacara.
Usai mengalirkan darah ketiga hewan tersebut, upacara dilanjutkan dengan hiburan kesenian Tradisional, seperti Hadrah, Pencak silat, dan Meniti diatas seutas tali.[5] Salah satu hiburan yang cukup digemari adalah atraksi Meniti diatas tali yang biasa dipertunjukan oleh anggota masyarakat dari Suku Bajau.[4] Salah seorang yang dianggap mahir akan mempertontonkan kebolehannya Meniti seutas tali sambil memeragakan silat, menari, atau tiduran diatas tali.[5]
Pada hari kedua, dilakukan ritual melepas miniatur rumah perahu.[3] Didalam miniatur rumah perahu ini diletakkan berbagai makanan yang sudah matang untuk dilarung ke laut.[3] Pelepasan rumah perahu ini juga merupakan ungkapan terima kasih akan karunia Tuhan yang telah memberikan kekayaan laut yang melimpah.[3]