Infrastruktur telekomunikasi
Artikel ini sedang dalam perbaikan. Untuk menghindari konflik penyuntingan, mohon jangan melakukan penyuntingan selama pesan ini ditampilkan. Halaman ini terakhir disunting oleh Gp18238 (Kontrib • Log) 3325 hari 838 menit lalu. |
Infrastruktur telekomunikasi
Infrastruktur telekomunikasi terdiri dari dua kata yakni infrastruktur dan telekomunikasi dimana masing-masing memiliki makna etimologis. Infrastruktur berasal dari Bahasa Latin “infra” yang bermakna di bawah dan “structura” yang berarti bangunan. Sedangkan telekomunikasi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “tele” yang berarti jauh dan Bahasa Latin “communicationem” yang berarti proses penyampaian dan penerimaan pesan. Apabila digabungkan, telekomunikasi dapat diartikan sebagai penyampaian dan penerimaan informasi yang dilakukan dari satu pihak ke pihak lainnya tanpa adanya keterbatasan jarak dan waktu. Dengan demikian, berarti tidak terdapat lagi suatu limitasi atau batasan untuk berkomunikasi dengan seseorang yang secara fisik berada di lokasi yang jaraknya jauh, serta penyampaian dan penerimaan pesan dilakukan secara paralel dalam waktu yang bersamaan. Grant & Meadows mendefinisikannya sebagai struktur fisik yang mendasari jaringan komunikasi yang terbentuk [1]. Infrastruktur telekomunikasi merupakan pendukung komunikasi jarak jauh.
Arti Penting Infrastruktur Telekomunikasi
Pada dasarnya komunikasi adalah prasyarat kehidupan manusia dimana seseorang dapat menghabiskan sekitar 70% waktunya untuk berkomunikasi baik dalam bentuk bahasa verbal dan non-verbal, secara implisit maupun eksplisit. Menulis, membaca, berbicara atau mendengar, menaikkan alis, menggelengkan kepala merupakan beberapa cara manusia berkomunikasi. Komunikasi krusial untuk menyampaikan suatu gagasan agar dapat dipahami oleh orang lain. Komunikasi yang buruk dapat memunculkan potensi terjadinya konflik antar personal. Kondisi manusia terkait komunikasi ini memuncul teori bahwa “we cannot not communicate” atau manusia tidak dapat tidak berkomunikasi yang dicetuskan oleh Bateson [2]. Manusia memiliki keterbatasan ruang dan waktu, oleh karenanya manusia menciptakan teknologi guna mengekstensi kemampuannya. Teknologi telekomunikasi diperlukan oleh manusia untuk menyampaikan dan menerima pesan jarak jauh. Infrastruktur telekomunikasi menjadi saluran untuk mentransmisikan pesan ini, menghubungan pengirim dan penerima pesan.
Perkembangan infrastruktur telekomunikasi
Penggunaan Indera Pendengaran dan Penglihatan
Sinyal asap dan alat tabuh-tabuhan merupakan salah satu metode komunikasi pertama yang digunakan untuk menyampaikan pesan jarak jauh, dimana metode ini hanya bergantung pada kemampuan indera penglihatan dan pendengaran si penerima pesan. Sistem telekomunikasi ini memiliki kelemahan terkait jarak dimana penyampaian pesan hanya terbatas pada radius jarak tertentu.
Sinyal asap digunakan oleh suku Indian di Amerika Utara untuk menyampaikan pesan terkait adanya bahaya atau bahwa situasi baik-baik saja. Tentara Tiongkok kuno yang bertugas di Tembok Raksasa juga menggunakan metode serupa untuk melakukan komunikasi. Bentuk komunikasi ini dilakukan dengan membumbungkan gumpalan-gumpalan asap ke udara yang dibentuk dengan menggunakan api dan selimut. Komunikasi dengan sinyal asap hanya dapat digunakan pada area yang dapat terlihat oleh pihak penerima pesan dan biasanya dilakukan dari puncak bukit. Tidak terdapat standar tertentu dalam mengartikan bentuk, jumlah dan jenis gumpalan asap tersebut mengingat bahwa pihak musuh juga dapat melihat sinyal asap tersebut. Oleh karenanya, arti dari sinyal asap harus ditentukan terlebih dahulu dan disepakati oleh kedua belah pihak, baik pengirim maupun penerima pesan [3].
Sedangkan alat tabuh-tabuhan dalam bentuk yang menyerupai jam pasir digunakan oleh masyarakat asli Afrika, Papua Nugini dan Amerika Selatan. Pesan yang disampaikan dengan alat tabuh-tabuhan sangat bervariasi dari penyampaian pesan yang sederhana hingga pesan dengan makna-makna tertentu yang cukup rumit. Talking drums merupakan salah satu alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat Afrika dimana alat ini dapat menirukan nada, ritme, intonasi dan penekanan seperti pada bahasa manusia [4]. Di Indonesia, alat komunikasi tabuh-tabuhan berupa kentongan dan bedug digunakan untuk menginformasikan adanya bahaya, atau undangan untuk berkumpul. Hingga kini, kedua alat ini masih digunakan terutama oleh masyarakat di pedesaan.
Pada awal abad ke 4 SM, Aenas Tacticus, seorang peneliti kemiliteran Yunani menemukan suatu sistem untuk melakukan komunikasi yang serupa dengan telegraf, yaitu water-clocks. Sistem ini menggunakan 2 bejana yang diletakkan di 2 area yang berbeda dan diisi air, serta tongkat vertikal yang telah diberikan kode-kode tertentu. Namun demikian, perangkat ini memiliki kelemahan dimana hanya dapat digunakan dalam jarak yang sangat terbatas dan selama jarak pandang dalam kondisi baik [5].
Pada abad abad 16 Masehi, jaringan bangunan berupa beacon dibangun di puncak-puncak bukit sepanjang pantai Inggris dan Welsh yang digunakan sebagai media relay untuk meneruskan sinyal pesan secara berantai. Jaringan beacon ini menggunakan obor atau cermin untuk mengirimkan pesan sehingga hanya dapat meneruskan sedikit informasi saja seperti “musuh telah terlihat”. Salah satu kesuksesan penggunaan beacon ini adalah keberhasilannya dalam meneruskan pesan yang disampaikan dari Plymouth ke London terkait kedatangan kapal perang Spanyol yang mulai memasuki pantai Inggris [6].
Seorang insinyur Perancis, Claude Chappe membuat telegraf visual pada tahun 1790 dengan menggunakan sepasang jam pendulum yang membentuk simbol-simbol tertentu. Perangkat ini dipandang kurang efektif dalam komunikasi jarak jauh, kemudian Chappe melakukan penyesuaian kembali dan menemukan alat dengan menggunakan dua palang kayu yang disebut semaphore telegraf yang diterima dengan baik oleh masyarakat. Jalur telegraf optik pertama dibangun antara Lille dan Paris yang menjadi jalur infrastruktur telekomunikasi pertama di Eropa yang kemudian diikuti pembangunan jalur dari Strasbourg ke Paris. [7].
Sistem komunikasi jarak jauh dengan menggunakan semaphore telegraf memerlukan operator yang terlatih dengan biaya pembangunan menara yang mahal mengingat jarak interval pembangunan menara perlu dilakukan setiap sekitar 10-30 km serta komunikasi hanya dapat digunakan pada siang hari dengan kondisi cuaca baik. Sistem komunikasi ini terus berkembang hingga tahun 1853 dan mulai ditinggalkan seiring dengan penemuan telegraf elektrik yang menggantikan fungsinya [8].
Infrastruktur Kabel
Kebutuhan akan infrastruktur kabel dimulai oleh penemuan telegraf elektrik yang menggunakan kabel untuk menyampaikan pesan dari pengirim hingga ke penerima pesan, diikuti penemuan telepon dan mesin faksimili.
Telegraf elektrik pertama kali ditemukan oleh Samuel Thomas von Sömmering pada tahun 1809 yang kemudian disempurnakan oleh William Fothergill Cooke bersama Charles Wheatstone, dan digunakan secara komersial pada tahun 1838 dan dipatenkan di Inggris pada tahun 1837 [9].
Pada tahun 1843, Alexander Bain, menemukan sebuah alat yang mampu mengirimkan gambar menggunakan kawat elektrik yang menjadi cikal bakal mesin faksimili. Pada tahun 1855, seorang biarawan Italia, Giovanni Caselli, juga membuat sebuah telegraf elektrik yang dapat mengirimkan pesan berupa gambar, tulisan tangan maupun tanda tangan. Caselli menamai penemuannya ini dengan Pantelegraf. Pantelegraf sukses digunakan pertama kali untuk mengirimkan pesan pertama dari Lyon ke Paris pada tahun 1860 [10].
Samuel Morse dan Alfred Vail mengembangkan telegraf elektrik terintegrasi dengan gulungan pita kertas untuk mencatat pesan-pesan yang diterima. Kontribusi terbesar yang diberikan oleh Morse bersama rekan kerjanya adalah kode morse yang sederhana dan efisien. Telegraf ini dengan cepat tersebar pada 2 dasawarsa berikutnya seiring dengan berkembangnya jaringan kabel. Kabel telegraf komersil pertama yang menghubungkan samudera Atlantik diselesaikan pada tanggal 28 Juli 1866 [11].
Keberhasilan telegraf untuk mentransmisikan sinyal melalui kabel mendorong penelitian untuk mencari metode untuk mentransmisikan suara melalui kawat.
Telepon ditemukan oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1876 dimana telepon merubah gelombang suara menjadi impulse elektrik yang ditransmisikan melalui kabel, kemudian dirubah kembali menjadi gelombang suara yang sesuai dengan aslinya [12].
Dalam perkembangannya, infrastruktur telekomunikasi kabel terdiri dari beberapa jenis yang memiliki karakteristik sifat tersendiri, sebagai berikut:
Kabel Tembaga
Kabel tembaga merupakan kabel yang digunakan sejak penemuan telepon pada abad 18 hingga kini. Selain mentransmisikan sinyal telepon, jenis kabel ini juga dapat digunakan untuk ethernet. Jenis kabel ini mampu menghantarkan arus listrik, murah dan mudah dipasang, namun memiliki bandwith yang kecil (20-500 kHz). Jenis kabel ini menghasilkan noise yang besar, sehingga untuk mengurangi noise tersebut muncul jenis kabel tembaga twisted wire guna mengurangi noise tersebut.
Kabel Koaksial
Kabel koaksial biasa digunakan untuk mentransmisikan sinyal televisi/video dan radio. Jenis kabel in lebih mahal dibandingkan dengan jenis tembaga dan sulit dalan proses pemasangannya. Kabel ini terdiri dari dua buah konduktor, yaitu terletak di tengah yang terbuat dari tembaga keras yang dilapisi dengan isolator dan konduktor kedua melingkar di luar isolator pertama dan kemudian dilapisi oleh isolator luar. Jenis ini memiliki bandwith yang besar sekitar 500Mhz.
Fiber Optik
Kabel yang paling banyak digunakan dalam teknologi komunikasi modern kini adalah kabel fiber optik yang mampu mentransmisikan cahaya dengan frekuensi tinggi dimana hampir mencapai 1Thz dengan harga pemasangan kabel yang sangat mahal. Biasanya digunakan untuk kabel komunikasi penghubung antar samudra dengan bandwith yang besar mencapai sekitar 10Ghz. Meskipun dibuat dari kaca atau plastik dan berukuran tipis, kabel ini memiliki bandwith mencapai 10Ghz.
Hybrid
Jenis ini merupakan perpaduan penggunaan antara kabel koaksial dan serat optik yang biasa digunakan oleh penyedia layanan TV Cable dimana kabel serat optik digunakan untuk mentransmisikan layanan hingga ke wilayah pemukiman yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan kabel koaksial untuk didistribusikan ke rumah-rumah.
Perkembangan teknologi kabel merupakan bentuk upaya manusia untuk mempercepat penyampaian pesan.
Infrastruktur Nirkabel
Kebutuhan akan infrastruktur nirkabel muncul saat penemuan telegraf nirkabel oleh Guilelmo Marconi yang kemudian semakin meningkat seiring dengan penemuan radio sebagai media komunikasi dan penyiaran serta televisi.
Telegraf nirkabel ini ditemukan pada tahun 1896 dengan menggunakan gelombang elektromagnetik untuk mengirim pesan dalam kode morse.
Pada tahun itulah pertama kali radio dipraktekan dalam penggunaannya. Pada akhirnya Marconi menggunakan bakat bisnisnya untuk mendirikan perusahaannya sendiri yang diberi nama Marconi Wireless Telegraph Company, yang dengan sengaja dibangun stasiun radio berbasis di tepi pantai untuk menerima dan mentransmisikan sinyal telegraf ke kapal-kapal yang berlayar di samudera, dimana kabel atau kawat telegraf tidak dapat menjangkaunya. Perusahaannya juga memproduksi dan mengoperasikan peralatan radio dan mendominasi radio di Eropa dan Amerika Serikat di dalam contoh awal dari integrasi vertikal global.
Radio adalah teknologi yang digunakan untuk mengirimkan sinyal melalui modulasi gelombang elektromagnetik. Gelombang ini merambat melalui udara, maupun ruang hampa udara sehubungan dengan sifat gelombang ini yang tidak memerlukan medium pengangkut seperti molekul udara.
Sebelumnya, pada tahun 1900 Reginald Fessenden berhasil mentransmisikan suara manusia melalui jaringan nirkabel.
Pada bulan Maret 1925, John Logie Baird melakukan demo pertunjukan gambar siluet bergerak untuk pertama kali di hadapan publik yang dikenal sebagai televisi mekanik. Pada bulan Oktober 1925, Baird kembali melakukan demo pertunjukan gambar bergerak yang dianggap sebagai gambar televisi pertama. Televisi berfungsi menerima siaran gambar bergerak beserta suara, baik monokrom (hitam-putih) maupun berwarna.
Teknologi dalam Infrastruktur Nirkabel
Satelit
• Satelit Geostasioner • Satelit Polar
Teknologi Selular
• 1G: Generasi pertama teknologi selular hanya menawarkan layanan suara • 2G: Layanan suara dan data dengan bandwith 14,4Kb/s • 2.5G: Tambahan layanan SMS, dan data hingga 200Kb/s • 3G: Memberi layanan suara dan data secara simultan, dengan data hingga 1Mb/s • 4G: Memiliki kemampuan layanan data mobile hingga 100Mb/s • 5G: Memiliki kapasitas hingga 1000 kali lebih besar dari 4G pada tahun 2020 [13]
Bluetooth
• Teknologi nirkabel yang memungkinkan beberapa perangkat untuk terhubung dalam jarak dekat • Biasa digunakan untuk jaringan nirkabel dalam rumah yang menghubungkan laptop, tablet, speaker musik, mobile phone dll
RFID
• Teknologi transfer data secara nirkabel yang memungkikan untuk dilakukan pengidentifikasian atau tracking suatu obyek • Biasa digunakan untuk absensi, penelitian hewan atau tracking ternak
Tinjauan McCalfe’s Law
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dengan luas wilayah yang mencapai hampir sekitar 2 juta km persegi dengan lebih dari 17,500 pulau [14] dengan populasi sekitar 250 juta jiwa dan 80% di antaranya berada di pulau Jawa dan Sumatera. Kondisi geografis dan demografis tersebut menjadi salah satu tantangan dalam melaksanakan program pengembangan serta pemerataan pembangunan infrastruktur telekomunikasi. Tidak dapat dipungkiri faktor terkait investasi menjadi salah satu isu utama dalam mendorong pemerataan pembangunan infrastruktur. Saat ini, pembangunan infrastruktur yang berjalan cenderung berfokus pada wilayah-wilayah yang dipandang memiliki skala ekonomis tinggi.
Data dari Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia pada tahun 2014 menunjukkan bahwa secara nasional penetrasi infrastruktur telekomunikasi telepon kabel hanya 5,8%. Pulau Jawa memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 8,4% diikuti oleh pulau Bali dan Nusa Tenggara sebesar 8,1%. Sedangkan pulau Papua dan Maluku hanya 2,2%. Untuk telepon genggam, secara nasional penetrasi terhadap telepon genggam mencapai sebesar 83,2%. Pulau Sumatera memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 89,3% diikuti oleh pulau Jawa sebesar 88,6%. Sedangkan pulau Papua dan Maluku hanya 65,2%. Penetrasi infrastruktur telekomunikasi berupa Internet secara nasional sebesar 22,2%. Pulau Jawa memliki persentase tertinggi yaitu sebesar 28,3%,selanjutnya pulau Sumatera sebesar 26,2%, lalu pulau Sulawesi sebesar 17,1%, pulau Kalimantan sebesar 16,5%, pulau Bali dan Nusa Tenggara sebesar 16,2%, dan pulau Papua dan Maluku sebesar 14,1% [15].
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penetrasi infrastruktur telekomunikasi di berbagai pulau utama di Indonesia berbanding lurus dengan tingkat populasinya. Wilayah dengan populasi lebih tinggi memiliki penetrasi infrastruktur telekomunikasi yang lebih tinggi dibandingkan wilayah dengan populasi yang lebih kecil.
Hal ini sesuai dengan situasi yang dinyatakan oleh Robert Metcalfe yang mengatakan bahwa nilai suatu jaringan telekomunikasi akan bertambah secara eksponensial sesuai dengan pertambahan jumlah pengguna yang terhubung di dalam jaringan tersebut. Adapun nilai jaringan telekomunikasi yang dimaksudkan dalam pernyataan ini adalah besaran nilai ekonomisnya. Semakin banyak pengguna atau jumlah node yang terhubung dalam jaringan, maka nilai ekonomisnya akan semakin besar.
Referensi
- ^ Grant, A. E. & Meadows, J. H. (2010). Communication Technology Update and Fundamentals. 12th Edition. Focal Press
- ^ Bateson, G. (1972). Steps to Ecology of Mind (Paladin edition). Chandler Publishing Company, London
- ^ http://www.indians.org/articles/smoke-signals.html diakses 25 September 2015
- ^ http://streamafrica.com/culture/culture-of-africa/ diakses 25 September 2015
- ^ Lahanas, Michael, Ancient Greek Communication Methods, www.mlahanas.de diakses 25 September 2015
- ^ David Ross, The Spanish Armada, Britain Express, http://www.britainexpress.com/History/tudor/armada.htm diakses 25 September 2015
- ^ R. Victor Jones, Optical telegraphy, www.people.seas.harvard.edu/~jones/cscie129/images/history/chappe.html diakses 25 September 2015
- ^ Rose Melikan, The Semaphore Telegraph, www.rosemelikan.com/factoid/mistaken-wife/semaphore-telegraph, diakses 25 September 2015
- ^ J. B. Calvert, The Electromagnetic Telegraph, http://mysite.du.edu/~jcalvert/tel/morse/morse.htm diakses 25 September 2015
- ^ Marry Bellis, History of the Fax Machine & Alexander Bain, http://inventors.about.com/od/bstartinventors/a/fax_machine.htm, diakses 25 September 2015
- ^ http://www.mediaindonesia.com/mipagi/read/13779/1866Penyelesaian-Kabel-Telegrafi-Trans-Atlantik/2015/07/28 diakses 25 September 2015
- ^ Grant, A. E. & Meadows, J. H. (2010). Communication Technology Update and Fundamentals. 12th Edition. Focal Press
- ^ Time Magazine, 10 March 2015
- ^ BPS – Statistics Indonesia. (2014). Statistik Indonesia 2014. Badan Pusat Statistik: Jakarta
- ^ Puslitbang PPI-Kominfo. (2014). Indikator Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014. Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia: Jakarta