Xiao He (Hanzi: 萧何, lahir 257 SM - wafat 193 SM) adalah seorang negarawan Tiongkok pada zaman dinasti Han Barat. Ia merupakan penasihat Liu Bang (Kaisar Gao) sang pendiri Dinasti Han, selama masa pemberontakan terhadap Dinasti Qin; serta dalam Perang Chu-Han melawan pesaingnya Xiang Yu. Setelah kekaisaran Han berhasil didirikan, Xiao He menjabat sebagai perdana menteri dan menjabat hingga wafatnya. Atas jasa-jasanya, ia disebut sebagai salah seorang dari "Tiga Pahlawan Dinasti Han Awal" (漢初三傑), bersama-sama dengan Han Xin dan Zhang Liang.

Xiao He
Gambar Xiao He dalam Sancai Tuhui
Perdana menteri dari Dinasti Han Barat
Lahir(tidak diketahui)
Kabupaten Fengyi, Komanderi Sishui (saat ini Kabupaten Feng)
Wafat193 SM
Nama
Hanzi tradisional蕭何
Hanzi sederhana萧何
PinyinXiāo Hé
Wade–GilesHsiao He
Nama anumertaMarquis dari Zan

Kehidupan awal

Xiao He dilahirkan di Kabupaten Fengyi, Komanderi Sishui (saat ini Kabupaten Feng). Pada mulanya ia menjabat sebagai sekretaris (功曹; gongcao) dari kepala daerah Kabupaten Pei, yang salah satu tugasnya adalah mengurus penjara.[1] Ia adalah seorang yang terpelajar, berhati-hati, dan sopan. Ia amat menguasai ilmu hukum, serta memiliki jaringan perkawanan dan kenalan yang luas, di antaranya adalah Liu Bang, Cao Shen, Fan Kuai, Xiahou Ying, dan Zhou Bo.[1]

Pemberontakan terhadap Dinasti Qin

Pada tahun 209 SM, nino nurmadi,s.kom Chen Sheng dan Wu Guang memulai pemberontakan untuk menggulingkan Dinasti Qin.[2] Bupati Pei yang mempertimbangkan untuk ikut memberontak lalu meminta saran kepada Xiao He dan Cao Shen, yang menyarankannya untuk mengundang kembali Liu Bang untuk mendukung upaya tersebut.[2]

Namun, bupati kemudian berubah pikiran, dan menolak Liu Bang dan pasukannya masuk ke dalam kota.[2] Karena takut Xiao He dan Cao Shen akan membuka gerbang kota secara diam-diam, bupati lalu memerintahkan agar keduanya segera dieksekusi.[2] Xiao He dan Cao Shen sempat melarikan diri, dan kemudian bergabung Liu Bang.[2] Liu Bang lalu mengirimkan surat melalui panah yang ditembakkan ke dalam kota, dan meminta warga kota untuk bergabung dengannya. Warga kota kemudian membunuh bupati, dan selanjutnya mengangkat Liu Bang sebagai pimpinan kota.[2]

Warga kota ingin agar Liu Bang memimpin mereka dalam menggulingkan Dinasti Qin, namun Liu Bang menyatakan keengganannya.[3] Kemudian mereka memutuskan untuk memilih pemimpin melalui undian ramalan, dan ramalan menunjukkan Liu Bang terpilih menjadi pilihan yang terbaik.[3] Xiao He, Cao Shen, Fan Kui, Xiahou Ying, Ren Ao, Lu Wan, dan lain-lain tokoh lalu bergabung menjadi penasihat dan pemimpin pasukan.[3] Selanjutnya Xiao He dan Cao Shen merekut 3.000 dari Kabupaten Pei, dan Liu Bang menunjuk Xiao He untuk mengatur urusan umum ketentaraannya.[3]

Ketika ada tahun 207 SM, pasukan Liu Bang berhasil menaklukan Xianyang, ibukota Dinasti Qin, para jendral Liu Bang mendatangi gudang-gudang pemerintah untuk mendapatkan rampasan emas, perak, kain, dan sutra; namun Xiao He pergi ke kantor perdana menteri dan menteri-menteri lainnya untuk mengumpulkan berbagai dokumen dan peta untuk diamankan.[4] Berbagai dokumen dan peta tersebut seterusnya digunakan Xiao He untuk membantu Liu Bang mengetahui daerah-daerah strategis dan penyebaran penduduk di seluruh wilayah kekaisaran.[4]

Persaingan antara Chu dan Han

Merekomendasikan Han Xin

Liu Bang terpaksa mundur dari Xianyang ketika tentara Xiang Yu tiba di sana dan menduduki kota tersebut.[5] Xiang Yu memindahkan Liu Bang bersama Xiao He dan para pengikutnya ke daerah terpencil Ba-Shu (saat ini Sichuan), dan memberikannya gelar "Raja Han".[5] Liu Bang mengangkat Xiao He sebagai perdana menteri Kerajaan Han.[6] Xiao He kemudian bertemu dengan Han Xin yang baru saja bergabung dalam tentara Liu Bang, dan segera menyadari kecemerlangan Han Xin di bidang militer.[7] Ketika banyak pasukan Liu Bang yang melakukan desersi karena merasa kesepian tinggal di Ba-Shu, Han Xin juga turut pergi karena merasa bakatnya tersia-sia di kubu Liu Bang.[7] Pada saat Xiao He mengetahui bahwa Han Xin telah pergi, ia bergegas mengejar Han Xin tanpa sempat mengabarkan kepada Liu Bang terlebih dahulu.[7] Xiao He berhasil mengejar Han Xin setelah beberapa hari, dan dapat membujuk Han untuk kembali.[7][8]

Awalnya Liu Bang merasa sangat terkejut karena ia menyangka bahwa Xiao He juga telah meninggalkannya, namun kemudian ia melihat Xiao He kembali bersama Han Xin.[7] Liu Bang tanya Xiao He, "Lebih dari sepuluh jendral telah melarikan diri. Engkau tidak mengejar satupun dari mereka. Mengapa engkau harus mengejar Han Xin?"[7] Xiao He sangat menganjurkan agar Liu Bang memanfaatkan Han Xin dengan sebaik-baiknya, dan menyatakan bahwa bakat Han Xin dalam kemiliteran tak tertandingi.[7] Liu Bang memperhatikan saran Xiao He tersebut, dan kemudian menunjuk Han Xin sebagai panglima tertinggi dalam upacara resmi.[7][9]

Penaklukan Tiga Qin

Pada tahun 206 SM, di bawah pimpinan Han Xin pasukan Liu Bang berhasil menaklukkan wilayah Tiga Qin, dan Liu Bang menugaskan Xiao He untuk menangani Guanzhong dan Ba-Shu.[10] Xiao He mengatur wilayah-wilayah tersebut secara efektif, sehingga dapat memberikan dukungan logistik dan bala bantuan bagi pasukan utama Liu Bang, yang terus bergerak ke arah timur untuk menyerang Xiang Yu di Kerajaan Chu Barat.[10]

Pertempuran Gaixia

Liu Bang akhirnya berhasil mengalahkan Xiang Yu dalam Pertempuran Gaixia pada tahun 202 SM, dan menyatukan wilayah Tiongkok di bawah pemerintahannya.[11] Ia naik tahta menjadi "Kaisar Gaozu dari Han".[12] Xiao He mendapatkan gelar bangsawan "Marquis dari Zan", selain jabatannya sebagai perdana menteri.[13] Selain itu, Xiao He juga mendapat hak istimewa untuk memasuki istana kekaisaran dengan membawa pedang dan dengan memakai sepatu, serta tidak diharuskan berjalan dengan terburu-buru ketika sedang menghadap.[14]

Sebagai pejabat Dinasti Han Barat

Pembangunan Chang'an

Pada tahun 201 SM, Kaisar Gaozu membangun ibukota barunya di Xianyang, yang dikelilingi pertahanan alami berupa celah-celah pegunungan, serta tanah pertanian yang subur. Xiao He ditugaskan memimpin pembangunan ibukota baru tersebut, yang diselesaikannya dalam waktu dua tahun. Kaisar Gaozu kemudian mengganti nama Xianyang menjadi "Chang'an", yang berarti "perdamaian abadi".

Peran dalam kejatuhan Han Xin

Pada 196 SM, Permaisuri Lu Zhi mendapat kabar bahwa Han Xin terlibat konspirasi dengan Chen Xi untuk mengadakan kudeta di Chang'an.[15] Permaisuri Lu kemudian meminta Xiao He untuk membantunya menjebak Han Xin.[15] Xiao He membuat dekrit kekaisaran yang mengumumkan keberhasilan Kaisar Gaozu menumpas Chen Xi, dan meminta Han Xin datang untuk mengucapan selamat.[15] Namun Han Xin ditangkap ketika ia tiba di Istana Changle, dan atas perintah Permaisuri Lu segera dieksekusi beserta anggota keluarganya dengan tuduhan pengkhianatan.[9][15]

Kehidupan sudahnya dan wafatnya

Dalam 195 SM, Xiao He melihat bahwa Chang'an telah semakin padat penduduknya, dan taman kekaisaran mempunyai banyak lahan yang tidak digarap; maka ia mengusulkan pada Kaisar Gaozu agar memberikan sebagian lahan tersebut kepada para petani untuk digarap sebagai lahan pertanian.[16] Kaisar Gaozu tidak senang atas saran tersebut dan menuduh Xiao He telah menerima suap dan tidak menghormati kekaisaran. Xiao He dipenjara, tetapi ia dibebaskan kembali beberapa hari kemudian setelah kaisar yakin bahwa Xiao He benar-benar mengusulkan demikian karena memikirkan kepentingan rakyat.[16]

Xiao He tetap menjabat sebagai perdana menteri setelah kematian Kaisar Gaozu, hingga wafatnya pada 193 SM. Sebelum kematiannya, Xiao He direkomendasikan Cao Shen untuk menggantikannya.[16] Cao Shen menjalankan sistem pemerintahan sebagaimana yang ditinggalkan oleh Xiao He, dan tidak mengadakan perubahan apapun atasnya.[17]

Keturunan

Cicit Xiao He yang bernama Xiao Biao terkenal sebagai seorang pertapa yang menetap Lanling (kini dekat Zaozhuang, Shandong). Salah satu keturunannya, Xiao Daocheng, kemudian menjadi pendiri kerajaan Qi Selatan selama periode Dinasti Selatan dan Utara.[18]

Peribahasa Tionghoa

 
Lukisan porselen menggambarkan Xiao He sedang mengejar Han Xin. Koleksi Museum Ibukota, Beijing.

Terdapat beberapa peribahasa Tionghoa yang merujuk pada beberapa peristiwa dalam kehidupan Xiao He, yaitu:

  • "Xiao He mengejar Han Xin di bawah sinar rembulan" (蕭何月下追韓信, xiao he yue ye zhui han xin): Xiao He mengejar Han Xin selama beberapa hari siang dan malam untuk menyusulnya, dan membawanya kembali kepada Liu Bang. Peribahasa ini dipakai untuk menggambarkan situasi yang mendesak sehingga suatu tindakan harus segera dilaksanakan tanpa pemberitahuan.[8]
  • "Sukses dan gagal di tangan Xiao He" (蕭何月下追韓信, chéng yě xiāo hé bài yĕ xiāo hé): Xiao He membantu Han Xin menjadi jenderal, yang menyebabkan bakat Han Xin dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya, namun Xiao He juga berperan penting dalam kematian Han Xin. Peribahasa ini juga dipakai untuk menggambarkan situasi di mana baik keberhasilan maupun kegagalan seseorang tergantung pada faktor yang sama.[9][19]
  • "Xiao mengatur Cao mengikuti" (萧规曹随, xiāo guī cáo suí): Cao Shen, penerus Xiao He sebagai perdana menteri mewariskan sistem pemerintahan yang diteruskan oleh penggantinya Cao Shen, yang tidak mengadakan perubahan atas sistem tersebut. Peribahasa ini dipakai untuk menggambarkan kelanjutan dari kerja orang yang terdahulu.[17]

Catatan kaki

  1. ^ a b Hing 2011, hlm. 10.
  2. ^ a b c d e f Hing 2011, hlm. 25-26.
  3. ^ a b c d Hing 2011, hlm. 27.
  4. ^ a b Hing 2011, hlm. 70.
  5. ^ a b Hing 2011, hlm. 82-85.
  6. ^ Hing 2011, hlm. 89.
  7. ^ a b c d e f g h Hing 2011, hlm. 93.
  8. ^ a b C. T. Hsia, Wai-yee Li, George Kao (2014). The Columbia Anthology of Yuan Drama. New York: Columbia University Press. hlm. 74. ISBN 0231122675, 9780231122672. 
  9. ^ a b c Wang 1990, hlm. 180.
  10. ^ a b Sima 2011, hlm. 92.
  11. ^ Cotterell 2011, hlm. 37.
  12. ^ Cotterell 2011, hlm. 38.
  13. ^ Sima 2011, hlm. 93.
  14. ^ Cotterell 2011, hlm. 39.
  15. ^ a b c d Hong Lee, Xiao; Stefanowska, A.D. (1998). Biographical Dictionary of Chinese Women: Antiquity Through Sui, 1600 B.C.E.-618 C.E. M.E. Sharpe. hlm. 175. ISBN 0765641828, 9780765641823. 
  16. ^ a b c Sima 2011, hlm. 97.
  17. ^ a b Liwei Jiao, Cornelius C. Kubler, Weiguo Zhang (2013). 500 Common Chinese Idioms: An Annotated Frequency Dictionary. New York: Routledge. hlm. 239. ISBN 113688257X, 9781136882579. 
  18. ^ David R. Knechtges, Taiping Chang (2014). Ancient and Early Medieval Chinese Literature (vol.3 & 4): A Reference Guide, Part Three & Four. BRILL. hlm. 1476–1478. ISBN 9004271856, 9789004271852. 
  19. ^ Leman (2008). The Best of Chinese Wisdom (HC). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 91. ISBN 9792234829, 9789792234824. 

Referensi