Bizantion

kota Yunani kuno sebelum Konstantinopel
Revisi sejak 7 Desember 2015 09.06 oleh Awekos (bicara | kontrib) (Sejarah: typo)
Untuk kekaisaran yang bernama Byzantium, lihat pula Kekaisaran Romawi Timur

Byzantium (Bahasa Yunani: Βυζάντιον) adalah sebuah kota Yunani kuno, yang menurut legenda, didirikan oleh para warga koloni Yunani dari Megara pada tahun 667 SM dan dinamai menurut nama Raja mereka Byzas atau Byzantas (Bahasa Yunani: Βύζας atau Βύζαντας). Nama "Byzantium" merupakan Latinisasi dari nama asli kota tersebut Byzantion. Kota ini kelak menjadi pusat Kekaisaran Byzantium, (Kekaisaran Romawi penutur Bahasa Yunani menjelang dan pada Abad Pertengahan dengan nama Konstantinopel. Setelah jatuhnya Konstantinopel ke tangan Kerajaan Ottoman, kota ini selanjutnya dikenal sebagai Istanbul bagi Bangsa Turki Ottoman, namun nama tersebut belum menjadi nama resmi kota ini sampai tahun 1930.

Sejarah

Asal-usul Byzantium terselubung legenda. Menurut legenda tradisional, Byzas dari Megara (sebuah kota dekat Athena) mendirikan Byzantium, tatkala dia berlayar ke arah Timur Laut melintasi Laut Aegea. Byzas telah meminta nasihat dari Orakel di Delphi mengenai tempat untuk mendirikan kota barunya. Orakel memberitahukan kepadanya untuk mendirikan kota di "depan si buta." Saat itu, dia belum memahami ramalan orakel itu. Namun setelah sampai ke Bosporus, barulah disadari maknanya: di pesisir Asia berdiri sebuah kota Yunani, Khalsedon. Mesti merekalah yang dimaksud dengan "si buta" karena tidak melihat wilayah yang nyata-nyata superior yang hanya setengah mil jauhnya di seberang Bosporus. Byzas mendirikan kotanya di wilayah "superior" itu dan menamakannya Byzantion menurut namanya sendiri. Kota Byzantium terutama adalah sebuah kota niaga karena lokasinya yang strategis di satu-satunya pintu masuk ke Laut Hitam. Byzantion kelak menaklukkan Khalsedon, yang terletak di seberang Bosporus.

Setelah bersekutu dengan Pescennius Niger melawan sang pemenang, Septimius Severus, kota ini dikepung pasukan Romawi dan menderita kerusakan parah pada tahun 196. Byzantium kemudian dibangun kembali oleh Septimius Severus, yang saat itu telah menjadi kaisar, dan dengan segera memulihkan kemakmurannya. Lokasi Byzantium menarik perhatian Kaisar Romawi Konstantinus I yang, pada tahun 330 Masehi, membangun-ulang kota itu menjadi Nova Roma (The New Rome). Setelah mangkatnya, kota ini disebut Konstantinopel ('kota Konstantinus'). Kota ini selanjutnya menjadi ibukota Kekaisaran Romawi Timur, yang kelak disebut kekaisaran Byzantium oleh para sejarawan. Di bawah pemerintahan Theodosius I (379–395 Masehi), Kekristenan menjadi agama resmi Kekaisaran dan kepercayaan-kepercayaan lain seperti politeisme Romawi dilarang. Dan pada akhirnya, di bawah pemerintahan Heraclius (610–641Masehi), kekuatan militer dan administrasi Kekaisaran direstrukturisasi dan mengadopsi penggunaan bahasa Yunani ketimbang bahasa Latin.

Selama masa pemerintahan Justinianus I (527–565 Masehi), Kekaisaran Byzantium mencapai luas wilayah terbesar setelah menaklukkan kembali kawasan pesisir barat Laut Mediterania, termasuk Afrika Utara, Italia, dan Roma, yang bertahan hingga dua abad kemudian. Selama pemerintahan Kaisar Maurice (582–602 Masehi), Batas wilayah Kekaisaran di sebelah timur diperluas dan wilayah utara distabilisasi. Namun, pembunuhan atas diri Maurice mengakibatkan sebuah perang selama dua dekade dengan Sassanid Persia yang menguras banyak sumber daya-sumber daya Kekaisaran dan turut andil terhadap lepasnya dua wilayah besar (Aleksandria dan Antiokhia) selama penaklukan Muslim pada abad ke-7 Masehi. Pada masa pemerintahan dinasti Makedonia (abad ke-10 sampai abad ke-11 Masehi), Kekaisaran Byzantium meluas lagi dan mengalami sebuah masa pencerahan selama dua abad, yang berujung pada jatuhnya sebagian besar kawasan Asia Minor ke tangan kaum Turki Seljuk setelah Perang Manzikert tahun 1071. Peperangan ini membuka jalan bagi orang-orang Turki untuk menetap di kawasan Anatolia sebagai sebuah tanah air.

Abad-abad terakhir dari Kekaisaran Byzantium menunjukkan sebuah kecenderungan kemerosotan. Kekaisaran Byzantium berjuang untuk kembali pulih selama abad ke-12, namun mengalami sebuah pukulan mematikan selama Perang Salib ke-4, saat kota Konstantinopel dijarah. Meskipun diadakan pemulihan kota Konstantinopel dan pendirian kembali Kekaisaran pada tahun 1261, Byzantium hanya tersisa menjadi salah satu dari beberapa negara-negara kecil yang saling bersaing di kawasan Mediterania selama dua abad terakhir dari keberadaannya. Wilayah-wilayahnya yang tersisa dicaplok secara bertahap oleh Turki Ottoman pada abad ke-15th Masehi.

Kombinasi imperialisme dan lokasinya mempengaruhi peran Konstantinopel sebagai titik-penyeberangan antara dua benua: Eropa dan Asia. Kota ini merupakan sebuah magnet komersial, kultural, dan diplomatik. Dengan letak strategisnya itu, Konstantinopel mampu mengendalikan rute antara Asia dan Eropa, serta pelayaran dari dari Laut Mediterania ke Laut Hitam.

Pada tanggal 29 Mei 1453, kota ini jatuh ke tangan Bangsa Turki Ottoman, dan sekali lagi, menjadi ibukota dari sebuah negara yang kuat, yakni Kerajaan Ottoman. Bangsa Turki menyebut kota ini Istanbul (meskipun tidak secara resmi diganti namanya sampai tahun 1930) dan terus menjadi kota terbesar (dan mungkin juga kota terpenting) dari Republik Turki, sekalipun yang menjadi ibukota Turki adalah Ankara.

Emblem

Pada tahun 670 SM , warga kota Byzantium menjadikan bulan sabit sebagai lambang negara mereka, sesudah sebuah kemenangan penting. Akan tetapi, asal usul bulan sabit dan bintang sebagai lambang berasal jauh dari zaman sebelumnya - zaman Babilonia dan Mesir kuno[1] [2]. Sekalipun demikian, Byzantium adalah negara berpemerintahan pertama yang menggunakan bulan sabit sebagai lambang nasionalnya. pada tahun 330 Masehi, Konstantinus I menambahkan bintang Perawan Maria pada bendera bulan sabit tersebut.

Simbol bulan sabit dan bintang tidak sepenuhnya ditinggalkan oleh dunia Kristen usai jatuhnya Konstantinopel. Sampai sekarang bendera resmi dari Patriark Ortodoks Yerusalem adalah sebuah labarum putih, sebuah gedung gereja dengan dua menara, dan pada bagian atas terlukis sebuah bulan sabit hitam yang menghadap ke tengah dan sebuah bintang bersinar.[1]

Tokoh terkenal

Catatan kaki

  1. ^ Charles Morris (1889), Aryan Sun Myths: The Origin of Religions. Page 67
  2. ^ Rupert Gleadow (2001), The Origin of the Zodiac, Page 165

Referensi

Lihat pula

Pranala luar