Suku Lampung
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Suku Lampung adalah suku yang menempati seluruh provinsi Lampung dan sebagian provinsi Sumatera Selatan bagian selatan dan tengah yang menempati daerah Martapura, Muaradua di Komering Ulu, Kayu Agung, Tanjung Raja di Komering Ilir serta Cikoneng di pantai barat Banten.
Asal usul
Asal-usul ulun Lampung (orang Lampung atau suku Lampung) erat kaitannya dengan istilah Lampung sendiri, walaupun nama Lampung itu dipakai mungkin sekali baru dipakai lebih kemudian daripada mereka memasuki daerah Lampung.
Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul (nama) ulun Lampung:
Pertama, dari catatan musafir Tiongkok yang pernah mengunjungi Indonesia pada abad VII, yaitu I Tsing, yang diperkuat oleh teori yang dikemukan Hilman Hadikusuma, disebutkan bahwa Lampung itu berasal dari kata To-lang-po-hwang. To berarti orang dalam bahasa Toraja, sedangkan Lang-po-hwang kepanjangan dari Lampung. Jadi, To-lang-po-hwang berarti orang Lampung. Namun demikian teori ini sangat lemah dan naif karena tidak ada hubungan kausalitas dan hubungan genealogis antara Ulun Lampung dengan Orang Toraja, pun secara harfiah antara Bahasa Lampung dan Had Lampung dengan Bahasa Toraja. Namun demikian catatan I Tsing ini membuktikan bahwa telah ada peradaban di sekitar Menggala pada abad ke VII. Berdasarkan Tambo diketahui bahwa Megou Pak Tulang Bawang berasal dari keturunan Indarwati bergelar Putri Bulan dari Sekala Brak yang berkedudukan di Cenggiring.
Kedua, Dr. R. Boesma dalam bukunya, De Lampungsche Districten (1916) menyebutkan, Tuhan menurunkan orang pertama di bumi bernama Sang Dewa Sanembahan dan Widodari Simuhun. Mereka inilah yang menurunkan Si Jawa (Ratu Majapahit), Si Pasundayang (Ratu Pajajaran), dan Si Lampung (Ratu Balau). Dari kata inilah nama Lampung berasal.
Ketiga, legenda daerah Tapanuli menyeritakan, zaman dahulu meletus gunung berapi yang menimbulkan Danau Toba. Ketika gunung itu meletus, ada empat orang bersaudara berusaha menyelamatkan diri. Salah satu dari empat saudara itu bernama Ompung Silamponga, terdampar di Krui, Lampung Barat. Ompung Silamponga kemudian naik ke dataran tinggi Belalau atau Sekala Brak.
Dari atas bukit itu, terhampar pemandangan luas dan menawan hati seperti daerah yang terapung. Dengan perasaan kagum, lalu Ompung Silamponga meneriakkan kata, "Lappung" (berasal dari bahasa Tapanuli kuno yang berarti terapung atau luas).
Dari kata inilah timbul nama Lampung. Ada juga yang berpendapat nama Lampung berasal dari nama Ompung Silamponga itu.
Keempat, penelitian siswa Sekolah Thawalib Padang Panjang pada tahun 1938 tentang asal-usul ulun Lampung. Dalam cerita "Cindur Mato" yang berhubungan juga dengan cerita rakyat di Lampung disebutkan bahwa suatu ketika Pagaruyung diserang musuh dari India. Penduduk mengalami kekalahan karena musuh telah menggunakan senjata dari besi. Sedangkan rakyat masih menggunakan alat dari nibung (ruyung).
Kemudian mereka melarikan diri. Ada yang malalui Sungai Rokan, sebagian melalui dan terdampar di hulu Sungai Ketaun di Bengkulu lalu menurunkan Suku Rejang. Yang lari ke utara menurunkan Suku Batak. Yang terdampar di Gowa, Sulawesi Selatan menurunkan Suku Bugis. Sedangkan yang terdampai di Krui, lalu menyebar di dataran tinggi Sekala Brak, Lampung Barat. Mereka inilah yang menurunkan Suku Lampung.
Kelima, teori Hilman Hadikusuma yang mengutip Warahan (cerita turun temurun tentang klan, sejarah, legenda dan kebiasaan) Teori ini juga diperkuat oleh Diandra Taurus Irawan Putra Natakembahang S.H. yang melakukan penelitian tentang Kepaksian Sekala Brak (2005) berkaitan dengan Adat Budaya, Hukum Adat, Kebiasaan, Warahan, Peninggalan Sejarah, serta Tambo (Manuskrip Kuno) yang menjelaskan bahwa Ulun Lampung berasal dari Sekala Brak, di kaki Gunung Pesagi, Lampung Barat. Penduduknya disebut Tumi (Buay Tumi) yang dipimpin oleh seorang wanita bernama Ratu Sekar Mong. Mereka menganut kepercayaan dinamisme yang dipengaruhi ajaran Hindu Bairawa.
Buay Tumi kemudian dapat dipengaruhi empat orang keturunan Raja pembawa Islam berasal dari Pagaruyung, Sumatera Barat yang datang ke sana. Mereka adalah Umpu Lapah di Way, Umpu Nyerupa, Umpu Pernong, dan Umpu Belunguh. Keempat Umpu inilah yang merupakan cikal bakal Paksi Pak Sekala Brak yang lebih dikenal dengan Kepaksian Sekala Brak sebagaimana diungkap naskah kuno Kuntara Raja Niti. Namun dalam versi buku kuno Kuntara Raja Niti, nama poyang itu adalah Inder Gajah, Pak Lang, Sikin, Belunguh, dan Indarwati dan mereka memiliki nama alias yang lain namun tetap menjelaskan bahwa mereka terdiri dari empat Umpu yang menguasai Paksi Pak Sekala Brak.
Teori ini dianggap paling benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena memiliki hubungan kausalitas yang jelas. Berdasarkan Kuntara Raja Niti, Hilman Hadikusuma menyusun hipotesis keturunan ulun Lampung sebagai berikut:
a. Inder Gajah Gelar: Umpu Lapah di Way Kedudukan: Puncak Keturunan: Abung
b. Pak Lang Gelar: Umpu Pernong Kedudukan: Hanibung Keturunan: Pubiyan
c. Sikin Gelar: Umpu Nyerupa Kedudukan: Sukau Keturunan: Jelma Daya/Komring
d. Belunguh Gelar: Umpu Belunguh Kedudukan: Kenali Keturunan: Peminggir/Melinting
e. Indarwati Gelar: Puteri Bulan Kedudukan: Cenggiring Keturunan: Tulangbawang
Bahasa
Sehari-hari orang Lampung bertutur dengan bahasa Lampung. Aksara Lampung disebut aksara Kaganga
Adat-istiadat
Kesenian
Bangsa Lampung memiliki ragam kesenian yang kaya akan keragaman, keindahan dan keanggunan budaya. Tarian yang dibawakan oleh Muli Meghanai Lampung memiliki ciri khas gerak serta langgam tersendiri. Tarian klasik yang diselenggarakan pada saat upacara kerajaan adalah suatu bentuk tarian yang dikenal dengan nama Tarakot Kataki atau Lalayang Kasiwan yang masing masing diperagakan oleh dua belas Meghanai secara bersama sama sebagian memegang kipas dan sebagian lagi tidak memegang kipas.
Ragam tarian lain adalah Tari Tanggai yang ditampilkan oleh satu, dua, atau empat orang Muli yang masing masing memegang kipas. Didalam membawakan Tari Tanggai para Muli ini menggunakan aksesoris berupa kuku kuku panjang yang terbuat dari perak yang dipasang diujung jari para penari. Tari tersebut diiringi oleh irama Gamulan/Kulintang dengan ditingkahi para Meghanai yang membawakan bait tertentu yang dinamakan Ngadidang.
Dalam sepuluh hari didalam bulan Syawal diadakan Sekuraan yaitu Festival Topeng yang diselenggarakan sebagai ungkapan suka cita setelah sebulan penuh berpuasa dan mendapatkan Hari Kemenangan. Sekuraan ini diadakan dibeberapa Pekon di Sekala Brak dengan berbagai suguhan Kesenian seperti Silek, Muwayak, Hadra, dan Nyambai oleh para Sekura.
Ada dua tipe sekura yaitu Sekura Helau yang melambangkan kebajikan dan kebijaksanaan dan Sekura Kamak yang melambangkan Ketamakan dan Keangkaramurkaan. Sekura Helau mengenakan kostum yang indah dan bagus seperti bawahan yang mengenakan kain yang bermotifkan Tapis dan atasan yang mengenakan Kain Panjang, sedangkan Sekura Kamak mengenakan Topeng yang menyeramkan dan kostum yang kebanyakan berwarna hitam hitam.
Setiap sehari sebelum Idul Fitri dan Idul Adha ada tradisi Ngelemang pada Paksi Paksi di Sekala Brak terutama di Paksi Buay Bejalan Di Way, ada beberapa jenis Lemang seperti Lemang Siwok yang terbuat dari ketan, Lemang Bungking yang terbuat dari ketan–pisang, dan Lemang Ceghughut yang terbuat dari ketan–gula merah. Tradisi ini sebenarnya adalah tradisi lanjutan seperti yang berlaku di daerah Minangkabau.
Bangsa Lampung dikenal memiliki kain tenun yang indah dan anggun yang dikenal dengan Kain Tapis. Tapis adalah kain yang agung dan sakral yang pada mulanya hanya dikenakan oleh Para Saibatin dan keluarganya saja terutama dikenakan dalam Gawi dan Upacara adat. Namun dalam perkembangannya Kain Tapis telah diproduksi secara massal sehingga setiap khalayak dapat berkesempatan untuk memiliki dan mengenakannya.
Saat ini Kain Tapis telah dikomersialkan dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan telah melanglangbuana hingga ke mancanegara. Kini Kain Tapis telah mengalami perkembangannya hingga semakin variatif dengan berbagai macam bentuk dan telah merambah dunia fasion seperti pakaian dan aksesoris aksesoris yang bermotifkan Tapis.