Emma Poeradiredja

Revisi sejak 6 Februari 2016 02.25 oleh Wagino Bot (bicara | kontrib) (minor cosmetic change)

Emma Poeradiredja atau Raden Rachmat’ulhadiah Poeradiredja (13 Agustus 1902 – 19 April 1976) adalah salah satu pejuang dan tokoh pergerakan perempuan Sunda.[2]

Emma Poeradiredja
Berkas:Emma Poeradiredja (foto dokumen Historia.id).jpg
LahirRaden Rachmat’ulhadiah Poeradiredja
(1902-07-13)13 Juli 1902
Belanda Cilimus, Jawa Barat, Hindia Belanda
Meninggal28 Februari 1968(1968-02-28) (umur 65)
Indonesia Bandung, Jawa Barat, Negara Kesatuan Republik Indonesia
Nama lainEmma Poeradiredja
Pendidikan
Pekerjaan
  • Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
  • Anggota Komite Nasional Indonesia Keresidenan Priangan.
  • Anggota Parlemen Republik Indonesia Serikat (RIS).
  • Anggota Panitia Negara Peninjauan Undang-Undang Pemilihan Umum MPR/DPR/DPRD I & II.
  • Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) 1959 – 1965.
  • Anggota MPRS s/d 20 –03 – 1968. Sekretaris Panitia MPRS Propinsi Jawa Barat.
  • Anggota DPR/MPR Pemilu 1971. Wakil Ketua Dewan Pimpinan Yayasan Badan Sosial Pusat (BSP).
  • Penasehat Ikatan Wanita Kereta Api (IWKA) seluruh Indonesia.
  • Penasehat Puspa Daya. Penasehat Pengurus Yayasan Dewi Sartika.
  • Penasehat Gedung Graha Wanita di Bandung. Ketua II Pengurus Besar Paguyuban Pasundan.
  • Penasehat Pengurus BKOW SWAI Jabar.
  • Anggota Dewan Penyantun Institut Teknologi Bandung.
  • Anggota Dewan Pengawas Universitas Padjajaran.
  • Anggota Panitia Pendiri Universitas Padjajaran
  • Penasehat Pemuda Putri Indonesia Jawa Barat.
  • Anggota Dewan Penyantun IKIP Bandung.
  • Ketua PB. Parkiwa/Pasi s/d 1970
  • Ketua Pengurus Pusat Yayasan Beribu s/d 1964.
Organisasi
Dikenal atasEmansipasi wanita, aktivis sosial
Orang tuaRaden Kardata Poeradiredja (1880 – 1968).

Latar belakang

Nama sebenarnya adalah Emma Poeradiredja ialah Raden Rachmat’ulhadiah Poeradiredja, akan tetapi nama ini tidak pernah dipakai dan tidak begitu populer. Ayah Emma Poeradiredja bernama Raden Kardata Poeradiredja (1880 – 1968). Emma Poeradiredja tamat dari H.I.S. (Hollandsche Inlandsche School) Tasikmalaya pada tahun 1917. Setelah itu melanjutkan sekolah ke M.U.L.O (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Pada waktu itu belum begitu banyak kaum pribumi yang dapat memperoleh pendidikan apalagi melanjutkan ke sekolah lanjutan yang lebih tinggi dengan bahasa Belanda. Emma Poeradiredja termasuk wanita pertama melanjutkan ke M.U.L.O. Kemudian Emma pindah ke M.U.L.O Salemba di Batavia, tamat tahun 1921. Pada 1957 dia memperoleh Certificate of Achievement di bidang Cooperative Administration dari School for Workers, University of Wisconsin, Amerika Serikat.[3]

Di zaman Hindia Belanda, pada waktu masih duduk di kelas satu M.U.L.O, Emma Poeradiredja sudah masuk menjadi anggota Bond Inlandsche Studeerenden (B.I.S. yang didirikan tahun 1917, diketuai oleh Wiwoho, beranggotakan pemuda–pemudi pelajar dari pelbagai Sekolah Lanjutan seperti H.B.S. (Hogere Burger School), Mulo (Middelbare Uitgebreid Lager Onderwijs), Kweekschool (Sekolah Guru), Mosvia (Sekolah Pamongpraja), dan lain-lainnya. Tahun 1918, Emma menjadi anggota Jong Java, dan setelah tamat tahun 1921 dia diterima bekerja pada Staatspoorwegen (S.S.), sekarang P.T. Kereta Api Indonesia. Sambil bekerja, Emma tetap aktif dalam pergerakan yaitu Kongres Pemuda Indonesia I. Tahun 1927, Emma bersama Artini Djojopuspito, Sumardjo, Ayati, Emma Sumanegara, Suhara, Kasiah, Kartimi, dan Rusiah mendirikan Dameskring. Anggota-anggota Dameskring ini adalah perempuan muda terpelajar berasal dari perbagai suku bangsa di Bandung. Organisasi ini bertujuan menyiapkan para anggotanya melatih dan mengembangkan diri agar dapat menyebarluaskan cita-cita persatuan Indonesia dengan bermacam-macam usaha, misalnya masuk menjadi organisasi wanita yang sudah ada atau mendirikan organisasi wanita. Kemudian Emma Poeradiredja ikut pula aktif dalam Kongres Pemuda Indonesia II yang diadakan di Batavia pada tahun 1928.[4]

Pada tanggal 30 April 1930 didirikanlah Pasundan Istri atau sering disingkat PASI untuk menampung aspirasi kaum perempuan. Sejak berdirinya, 1930-1970, Emma Poeradiredja memimpin PASI Ketua Umum, sampai meninggalnya pun Emma tetap menjadi penasihat organisasi. Emma terpilih sebagai Ketua Umum PASI kurang lebih 40 tahun karena keteguhan, dedikasi, dan perjuangan. Pengaruh besarnya kepercayaan masyarakat dan kaum perempuan Pasundan atau Jawa Barat kepada Emma salah satunya dengan berkembangnya Cabang PASI atau Pasundan Istri di setiap wilayah Tanah Priangan. Di kemudian hari Emma terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (DPR/MPR-RI).

Gemeenteraad yakni suatu badan Dewan Perwakilan yang pada jaman pemerintahan kolonial merupakan suatu badan yang sangat penting artinya dalam memperjuangkan nasib dan menyuarakan kepentingan rakyat atau paling sedikit golongan yang diwakilinya. Bandung sebagai wakil dari Paguyuban Pasundan dan Pasundan Istri.

Masa-masa menjelang runtuhnya pemerintahan kolonial Belanda dan menjelang penyerbuan tentara Jepang ke Indonesia, Emma sangat giat dalam gerakan Indonesia Berparlemen yang dipimpin dan dipelopori oleh Gabungan Politik Indonesia atau disingkat GAPI. Emma sering pula berbicara dalam rapat-rapat umum untuk memprotes perlakuan majikan-majikan terhadap pekerja wanita, juga memprotes terhadap rencana perkawinan terdaftar yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda.

Selain giat dalam gerakan politik, Emma Poeradiredja dikenal sebagai pekerja sosial yang membimbing dan mendidik masyarakat. Emma mendirikan dan menjadi Ketua Pengurus Panti Asuhan Bandung, mendirikan rumah untuk para perempuan tua atau panti jompo, ikut dalam gerakan rintisan Palang Merah Indonesia dengan menjadi perawat sekaligus pengurus, pemberantasan pelacuran, dan mencari solusi meringankan beban rakyat yang ditimpa bencana.

Pasca-kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Emma segera mengadakan usaha pendekatan kepada orang-orang yang mempunyai tujuan dan cita-cita yang sama, yakni membela Proklamasi 17 Agustus 1945. Ia mengadakan rapat di Gedung Nasional dengan para pemuda di mana hadir antara lain A.H. Nasution. Pada waktu terjadi peristiwa Bandung Lautan Api, Emma turut aktif membantu Palang Merah Indonesia, di samping menjadi pegawai Jawatan Kereta Api Republik Indonesia. Setelah Bandung diduduki oleh Belanda 19 Desember 1948, Emma mengikuti saran kantor pusat Balai Besar Jawatan Kereta Api untuk mengungsi ke Cisurupan, kota kecil di daerah pegunungan selatan kota Garut. Kepindahan Emma dan orang-orang atau pegawai yang tetap setia kepada Republik Indonesia ini merupakan "noodformasi" atau formasi darurat dalam Jawatan Kereta Api. Emma dan kawan-kawan pindah ke Gombong, Jawa Tengah, dan akhirnya mengungsi di kantor Balai Besar Jawatan Kereta Api Republik Indonesia, Yogyakarta, yang pada waktu itu menjadi Ibu Kota sementara Republik Indonesia. Pada waktu berada di Jawa Tengah, sekitar Agustus 1949, Emma ditunjuk sebagai utusan Parkiwa ke Yogyakarta mengikuti Permusyawaratan Wanita seluruh Indonesia.

Setelah menduduki Yogyakarta, maka pada awal tahun 1949 banyaklah pejabat pemimpin Balai Besar Jawatan Kereta Api Republik Indonesia serta pegawai-pegawai yang lainnya yang diangkut kembali oleh Belanda ke Bandung untuk dipekerjakan pada Hoofaburean Staats Spoorwegen (S.S.) yang sekarang menjadi Balai Besar Perusahaan Jawatan Kereta Api Bandung. Emma Poeradiredja termasuk orang-orang yang menolak kerjasama dan ditahan oleh Belanda. Pada masa Revolusi fisik, di kalangan kaum buruh kereta api, terutama di bagian lintas, banyak jatuh korban, untuk memberi pertolongan kepada mereka dan keluarga mereka, maka pada bulan Mei 1949, oleh P.B. PBKA didirikanlah sebuah “Stichting” atau yayasan yang disebut “Stichting Ongevallenfonds Spoorwegpersoneel” disingkat S.O.S, atau Yayasan Fonds Kecelakaan Pegawai Kereta Api disingkat Y.F.K.P.K.A. dan yang ditunjuk sebagai Direktur atau Pemimpin Yayasan ini ialah Emma Poeradiredja. Kegiatan yayasan ini berlaku sampai tanggal 1 Januari 1949 dan sangat terbatas ruang geraknya. Yayasan ini hanya dapat memberikan uang sumbangan kematian atau uang sumbangan untuk orang yang cacat-tetap akibat terjadinya kecelakaan yang bukan karena kesalahan atau perbuatan orang itu sendiri.

Setelah kedaulatan Republik Indonesia diakui oleh dunia pada akhir tahun 1949, maka kegiatan dan usaha S.O.S. atau Y.F.K.P.K.A. tidak sesuai lagi dengan keadaan dan suasana pada waktu itu. Pada bulan Juli 1950 nama yayasan itu diubah menjadi Yayasan Kematian Warga Kereta Api atau disingkat Y.K.W.K.A. Kegiatan yayasan yang baru ini ialah melanjutkan kegiatan S.O.S. atau Y.F.K.P.K.A. yang lama ditambah dan diperluas lagi dengan kegiatan-kegiatan antara lain berupa : Memberikan uang sumbangan dalam hal kematian biasa pegawai atau anggota, memberikan uang sumbangan dalam hal kematian isteri pegawai atau anggota, memberikan uang sumbangan dalam hal kematian anak pegawai atau anggota. Pada masa transisi ini jabatan Direktur atau Pemimpin Yayasan K.W.K.A. yang baru, dipilih dan ditunjuk Emma sendiri.

Tahun 1952, Emma terpilih sebagai Wakil Kongres Wanita Indonesia pada Seminar tentang “The Status of Women in South East Asia”. Tahun 1956, didirikanlah klinik Ibu Emma oleh Badan Sosial Pusat (B.S.P.). Klinik ini terletak di Jalan Sumatera No. 46-48, Bandung. Emma Poeradiredja ditunjuk sebagai Ketua Pengurus klinik tersebut, di samping jabatannya sebagai Direktur atau Pemimpin Yayasan K.W.K.A. Maret 1957, oleh Dewan Pimpinan B.S.P. (Badan Sosial Pusat), Emma dikirim ke Amerika Serikat untuk mengadakan peninjauan dan latihan kerja dibidang kesejahteraan sosial untuk selama enam bulan. Pada tahun 1960/1961 disamping sebagai Pemimpin atau Direktur K.W.K.A. ia ditunjuk pula sebagai Sekretaris Dewan Pimpinan B.S.P. (Badan Sosial Pusat). 25 Oktober 1967, di Bandung berdirilah Yayasan Bina Kerta Raharja Karyawan Kereta Api disingkat Yayasan B.K.R.K.A, dan Emma ditunjuk sebagai direktur merangkap Kepala Bagian Guna Raharja sampai wafat.

Emma Poeradiredja seorang pengabdi dan pejuang bangsanya yang rajin, tekun, dan penuh dedikasi. Sebelum jatuh sakit pada tanggal 13 April 1976 dan dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pada tanggal 16 April 1976, Emma Poeradiredja masih sempat menghadiri Kongres I.W.K.A. atau Ikatan Wanita Kereta Api yang ke VIII, Yogyakarta, 5-7 April 1976. Emma wafat pada tanggal 19 April 1976, jam 13.20 di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Dikebumikan pada tanggal 20 April 1976 di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung, dengan upacara keagamaan.

Bacaan lain

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Selanjutnya Emma Poeradiredja terus menerus aktif dan boleh dikatakan tidak pernah absen dalam Kongres Perempuan Indonesia ini yang kemudian menjadi KOWANI.
  2. ^ Rumah Sakit Bersalin Emma Poeradiredja (April 9, 2009). "Laman Resmi Rumah Sakit Bersalin Emma Poeradiredja : Sejarah Emma Poeradiredja". Situs Resmi RSBEP. Diakses tanggal June 29, 2015. 
  3. ^ Sjafari, Irvan (17 Oktober 2014). "Emma Poeradiredja aktif berorganisasi sedari remaja hingga akhir hayat pada masa Republik masih dalam gagasan untuk menjadi Indonesia". Kompasiana.com/jurnalgemini. Diakses tanggal June 29, 2015. 
  4. ^ Ki Sunda (30 Aug 2001). "Dalam Kongres Paguyuban Pasundan 27 Juni 1931 di Bandung, ditetapkan bahwa Pasundan Bagian Istri yang dideklarasikan 30 April 1930 diganti menjadi "Pasundan Isteri" (PASI), yang rengrengan sesepuhnya diketuai Emma Poeradiredja". SundaNet.com. Diakses tanggal June 29, 2015. 

Pranala luar