Paus Yohana

Revisi sejak 1 Maret 2016 23.28 oleh BeeyanBot (bicara | kontrib) (ejaan, replaced: sekedar → sekadar (2))

Paus Yohana adalah nama dari seorang paus perempuan yang diduga menjabat sejak tahun 853 hingga 855, yang berdasarkan sebuah legenda yang tersebar pada Abad Pertengahan. Paus Yohana menurut kebanyakan sejarawan adalah tokoh fiktif, yang mungkin lahir sebagai sebuah satir anti kepausan.

Legenda

Kisah Paus Yohana dikenal terutama berasal dari seorang penulis kronik Polandia pada abad ke-13 Martin dari Opava (Jerman: Martin von Troppau, juga dikenal sebagai Martin Polonus, "Martin si Galah"). Dalam karyanya, Chronicon Pontificum et Imperatum, ia menulis:

"John Anglicus, kelahiran Mainz, adalah paus selama dua tahun, tujuh bulan, dan empat hari, dan meninggal di Roma, yang setelahnya jabatan kepausan lowong selama satu bulan. Dinyatakan bahwa John ini adalah seorang perempuan, yang sebagai seorang gadis dibawa ke Athena dengan berpakaian laki-laki oleh seorang kekasihnya. Di sana ia mempelajari beragam cabang pengetahuan, hingga kepintarannya tidak ada yang dapat menandingi, dan setelahnya di Roma, ia mengajar kesenian bebas dan di antara para murid dan pendengarnya adalah termasuk para seniman besar. Hidup dan ajarannya sangat dihargai di kota itu, dan ia terpilih sebagai paus. Akan tetapi, ketika menjabat, ia hamil. Tanpa menyadari kapan waktu tepatnya kelahiran akan terjadi, ia melahirkan ketika sedang dalam sebuah prosesi dari Basilika Santo Petrus menuju Lateran, di sebuah jalan kecil yang sempit di antara Colosseum dan gereja St Clement. Setelah kematiannya, ia dimakamkan di tempat yang sama. Para Paus setelahnya tidak pernah melalui jalan itu lagi dan dipercaya bahwa hal ini disebabkan oleh karena kejadian itu. Namanya pun tidak dimasukkan dalam daftar para Paus yang kudus, dikarenakan ia adalah seorang perempuan dan karena kekacauan itu." (Martin of Opava, Chronicon Pontificum et Imperatum).

Peristiwa Paus Yohana diperkirakan terjadi di antara masa kepausan Paus Benediktus III dan Paus Nikolas I pada tahun 850-an. Berbagai versi kisahnya muncul di sumber-sumber yang lebih dahulu dari Martin; di antaranya yang paling umum disebut adalah Anastasius Bibliothecarius (meninggal 886 penyusun Liber Ponfificalis, yang kemungkinan sejaman dengan sang Paus perempuan. Namun, kisah ini tidak ditemukan di manuskrip asli dari Anastasius melainkan di sebuah salinannya. Faktanya, hanya satu manuskrip Anastasius Liber Pontificalis yang memiliki referensi mengenai sang Paus perempuan. Manuskrip ini, terletak di Perpustakaan Vatikan, berisikan sebuah bagian yang disisipkan sebagai sebuah catatan kaki di salah satu halaman, tidak berurutan, dengan tulisan tangan yang berbeda, catatan kaki yang pasti bertanggalkan dari masa setelah Martin von Trappau. Dengan kata lain, "saksi" akan sang Paus perempuan ini menulis dengan dasar cerita Martin, dan pastinya bukan sumber utama bagi Martin. Hal yang sama juga berlaku dalam karya Marianus Scotus Chronicle of the Popes (Kisah Para Paus), sebuah naskah yang ditulis pada abad ke-11. Naskah-naskahnya menyebutkan secara isngkat mengenai seorang Paus perempuan bernama Joanna (sumber paling kuno yang menyebutkan nama ini), tapi semua naskah ini, sekali lagi, merupakan karya-karya yang lebih baru ketimbang karya Martin. Naskah-naskah yang lebih kuno tidak menyebutkan legenda itu.

Legenda ini juga disebutkan dalam buku Sign of the Cross yang ditulis Chris Kuzneski. Dalam buku ini dikisahkan bahwa Paus Yohana meninggal saat melahirkan di jalan kota Roma.

Hanya ada satu sumber mengenai Paus perempuan yang mendahului karya Martin of Opava, yakni dalam tulisan Jean de Mailly, yang menulis sedikit lebih awal pada abad ke-13. Dalam kisah-kisah mengenai Metz, Chronica Universalis Mettensis, ia menyebutkan bahwa skandal itu terjadi bukan pada tahun 850-an, tapi pada 1099:

"Pertanyaan. Mengenai seorang Paus perempuan, yang tidak termasuk dalam daftar para Paus atau Uskup Roma karena ia adalah seorang perempuan yang menyamarkan dirinya sebagai seorang lelaki dan menjadi, berkat karakter dan bakatnya, seorang pejabat Kuria, kemudian menjadi seorang Kardinal, dan akhirnya menjadi Paus. Suatu hari, ketika sedang menunggangi seekor kuda, ia melahirkan seorang anak. Segera, atas hukum Roma, ia diikatkan ke seekor kuda, diseret dan dirajam oleh sekelompok orang. Ia kemudian dikuburkan di tempat ia tewas, dan di tempat itu dituliskan: "Petre, Pater Patrum, Papisse Prodito Partum" (Oh Petrus, Bapa di atas para Bapa, Menyingkapkan paus perempuan yang melahirkan itu). Pada saat yang sama, puasa empat hari yang disebut juga "puasa paus perempuan" untuk pertama kalinya diadakan." (Jean de Mailly, Chronica Universalis Mettensis).

Dimulai sejak pertengahan abad ke-13, legenda itu tersebar dan dipercaya secara meluas. Bartolomeo Platina, seorang sarjana yang menjadi prefek Perpustakaan Vatikan, menuliskan buku Vitæ Pontificum Platinæ historici liber de vita Christi ac omnium pontificum qui hactenus ducenti fuere et XX pada tahun 1479 di bawah otoritas pelindungnya, Paus Siktus IV. Buku itu berisikan sebuah catatan mengenai sang Paus perempuan, sebagai berikut:

"Paus Yohanes VIII: John, seorang keturunan Inggris, lahir di Mentz (Mainz) dan diceritakan datang di Kepausan dengan niat jahat; dengan menyamarkan dirinya menjadi seorang laki-laki, padahal ia adalah seorang perempuan, ia pergi ketika muda bersama kekasihnya, seorang lelaki terpelajar, ke Athena, dan mengalami kemajuan dalam pelajarannya di bawah para cendekia di sana, kemudian pergi ke Roma, di mana tidak banyak yang sepandai dirinya, hanya sedikit yang melampaui dirinya, bahkan dalam pengetahuan akan Kitab Suci; dan karena bakatnya dalam bacaan dan perdebatan, ia mendapatkan respek yang besar dan otoritas, sehingga pada waktu kematian [Paus] Leo [IV] (sebagaimana menurut Martin) ia terpilih sebagai Paus oleh suara [rakyat] banyak. Ketika ia sedang dalam perjalanan menuju Gereja Lateran di antara Panggung Colossean dan St. Clement, ia mengalami kesakitan hebat, dan ia meninggal di tempat itu, setelah bertahta selama dua tahun, satu bulan, dan empat hari, dan dikuburkan di sana tanpa kemegahan. Kisah ini dikisahkan secara vulgair, tapi oleh para pengarang yang meragukan dan tak jelas, dan karenanya saya telah menceritakannya secara singkat saja, ketimbang saya sekadar mengakui apa yang telah dibicarakan secara meluas; saya malah bersalah terhadap seluruh dunia; walaupun sudah pasti, apa yang saya ceritakan ini sudah bukan sesuatu yang luar biasa lagi." (Bartolomeo Platina, Vitæ Pontificum Platinæ historici liber de vita Christi ac omnium pontificum qui hactenus ducenti fuere et XX)

Referensi mengenai sang paus perempuan diceritakan secara meluas pada akhir abad pertengahan dan masa Renaissance. Pada abad ke-14 Giovanni Boccaccio menuliskan tentang sang Paus dalam De mulieribus claris. Chronicon karangan Adam dari Usk (1404) menyebutkan sang Paus dengan nama Agnes, dan lebih jauh menyebutkan sebuah patung di Roma yang merupakan gambaran sang Paus. Mengenai patung ini tidak pernah dibicarakan penulis mana pun sebelumnya, dan mungkin hanya sekadar asumsi saja. Sebuah buku pedoman bagi para peziarah ke Roma, Mirabilia Urbis Romae edisi akhir abad ke-14, menuliskan bahwa jenazah sang Paus perempuan telah dikuburkan di Basilika Santo Petrus. Pada masa yang sama, serangkaian patung dada para Paus yang telah meninggal dibuat untuk Duomo di Siena. Di antara patung-patung itu terdapat patung sang Paus perempuan, yang dilabeli "Johannes VIII, Foemina de Anglia" dan diletakkan di antara Leo IV dan Benediktus III. Dalam pengadilan pada tahun 1415, Jan Hus berargumen bahwa Gereja sebetulnya tidak memerlukan seorang Paus, apalagi dalam masa "Paus Agnes" (demikian Hus menyebut namanya), Gereja berjalan dengan cukup baik. Para penentang Hus dalam pengadilan ini bersikeras bahwa argumen Hus tidak membuktikan apa pun mengenai independensi Gereja, tapi mereka tidak membantah sama sekali bahwa pernah ada seorang Paus perempuan.

Dalam seri Kartu Tarot yang muncul pada pertengahan abad ke-15, terdapat kartu Papesse (paus perempuan) yang berpasangan dengan Pape (paus laki-laki). Sejak akhir abad ke-19, keduanya disebut sebagai High Priestess (Pendeta Tinggi Perempuan) dan Hierophant dalam bahasa Inggris). Sering disebutkan, walau tanpa bukti nyata, bahwa gambaran Papesse ini diinspirasikan oleh legenda sang Paus perempuan.

Ada beberapa legenda yang dikaitkan dengan legenda Paus perempuan ini. Pada tahun 1290-an, Robert dari Uzès seorang dari Ordo Dominikan, menceritakan sebuah penglihatan di mana ia melihat sebuah kursi "di mana, dinyatakan, sang Paus terbukti adalah seorang laki-laki". Pada abad ke-14, dipercaya bahwa dua kursi marmer kuno, yang disebut sedia stercoraria, yang digunakan dalam pentahtaan para Paus baru di Basilika Yohanes Lateran memiliki lubang di masing-masing kursinya yang digunakan untuk memastikan jenis kelamin Paus yang baru terpilih. Diceritakan bahwa Paus harus duduk di salah satu kursi tersebut telanjang, dan sekelompok Kardinal harus memastikan ke lubang itu melalui bawah kursi, dan setelahnya menyatakan, "Testiculos habet et bene pendentes" — "Ia memiliki testikel, yang bergantung dengan baik." Praktek yang aneh ini dilakukan hingga akhir abad ke-15, yang diadakan sebagai respon terhadap skandal Paus perempuan pada abad ke-9.

Dalam penelitian yang lain, pernyataan ini adalah "Mas nobis nominus est" — "sang calon adalah seorang laki-laki".

Pada tahun 1601, Paus Klemens VIII mengumumkan bahwa legenda Paus perempuan itu adalah cerita bohong. Patung dada sang Paus perempuan di Duomo di Siena yang telah ada sejak tahun 1400-an dan dicatat oleh para pengunjung, telah dihancurkan atau dipahat dan dilabel ulang, digantikan dengan sebuah patung Paus Zakarias (Stanford 1999; J.N.D. Kelly, Oxford Dictionary of Popes).

Sebuah legenda lain menyatakan bahwa Yohana adalah seorang putri dari salah satu Paus pendahulunya dan mendapatkan penglihatan dari Tuhan bahwa ia harus mengikuti jejak ayahnya dan menjadi seorang Paus. Legenda lainnya mengatakan bahwa salah satu jalan di Italia dinamai menurut namanya dan jenazahnya dikuburkan di sana. Dalam beberapa legenda, Paus Yohana tidak dibunuh setelah ditemukan sebagai perempuan. Ia diberhentikan, dan menghabiskan hidupnya dalam sebuah biara, dan putranya dijadikan sebagai Uskup Ostia.

Sejak abad ke-14, figur Paus Yohana telah dianggap sebagai semacam figur "Santo/Santa". Muncul berbagai cerita mengenai kemunculan dirinya di beberapa tempat dan melakukan keajaiban. Franceso Petrarch (1304-1374) menulis dalam Chronica de le Vite de Pontefici et Imperadori Romani bahwa setelah Paus Yohana ditemukan sebagai seorang perempuan:

"...di Brescia turunlah hujan darah selama tiga hari dan tiga malam. Di Perancis muncullah belalang-belalang yang mengagumkan dengan enam sayapp dan gigi yang sangat kuat. Mereka terbang dengan ajaib di udara, dan semuanya menghilang di Lautan Inggris. Tubuh keemasan mereka ditolak oleh gelombang laut dan merusak udara, sehingga banyak orang tewas." (Francesco Petrarch Chronica de le Vite de Pontefici et Imperadori Romani).

Pada tahun 1675, sebuah buku dalam bahasa Inggris terbit dengan judul Hadiah bagi seorang Paus: atau Kehidupan dan Kematian Paus Yohana. Buku ini menggambarkan di antaranya kisah di mana Paus Yohana melahirkan seorang anak laki-laki di tengah-tengah kerumunan khalayak, yang disertai dengan sebuah lukisan yang menggambarkan seorang bayi yang tampak keheranan keluar dari jubah sang Paus. Dalam buku itu juga dinyatakan "Oleh seorang yang MENCINTAI KEBENARAN, Menolak Infabilitas Manusia." Dalam kata pengantarnya dinyatakan bahwa penulis buku itu telah bertahun-tahun meninggal pada waktu buku itu terbit.


Pranala luar