Pendidikan nasional mencetak telur busuk
Sudah sekian lama pendidikan di tanah air hanya berkubang dalam satu taraf saja. Ruh yang terkandung hanya dijadikan nafas belakang, para birokrat pendidikan yang jadi panutan dihiraukan dan ditendang ke sela-sela sejarah, para siswa dicekoki rumus-rumus asing yang membuat karakternya menyimpang dengan ajaran leluhur.
Kasus yang menjangkit para generasi terjadi penyimpangan hak asasi manusia, mungkin para guru yang ditunjuk oleh negara untuk mengajar dengan sistem militer. Penyebap ini yang membuat dotrin siswa menjadi penindas, dan siswa menjadikan pendidikan sebagai ajang balas dendam setelah dia menjadi guru juga. kadang hal itu menjadi turun-temurun dan tak akan ada jedanya.
Pendidikan tidak butuh pukulan, tapi pendidikan butuh hati nurani. Di era yang sangat komplit ini memang menjadi penghambat untuk membina peserta didik, apakah penghambatan itu dijadikan alasan untuk berbuat sewenangnya, itulah mental para pendidik Indonesia yang seperti kolonel.
Telur busuk yang menyeruak di tanah air, juga disebabkan oleh sistem pengajaran yang tidak seimbang antara umum dan agama. Contoh yang paling menonjol adalah SMA dan MA. Coba kita terawang secara logika. SMA yang dikembangkan oleh pemerintah 90% mempelajari ilmu umum, sedangkan ilmu agamanya 10%, apakah dengan pengajaran seperti ini bisa membuat karakter siswa menetas?, mungkin kata tidak akan terdengar dan pasti mengatakan telur busuk.
Di sini kita para peserta didik menunggu keadilan dan sistem yang benar, semoga saja ada pejuang pendidikan yang rela mengorbankan pikiran dan suaranya untuk kita. kita harus obrak-abrik penyelewengan pendidikan yang ada di tanah air. mari kita berkomitmen untuk memperbaiki .
Semoga kita siswa MA NURUL JADID bisa menetas dan menjadi anak ayam yang dapat diperhitungkan. Bukan jadi telur busuk yang menggrogoti bangsa dan almamater kita. oke bos.