Dalam ekonomi politik dan hubungan internasional, kondisionalitas adalah syarat yang mengikat penerima pinjaman, pemutihan utang, atau bantuan bilateral. Syarat ini biasanya disusun oleh lembaga keuangan internasional atau organisasi regional untuk memperbaiki kondisi ekonomi di negara penerima bantuan.

Lembaga keuangan internasional

Kondisionalitas umumnya dilaksanakan oleh Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, atau negara donor yang memberi pinjaman, pemutihan utang, dan bantuan keuangan. Kondisionalitas kadang mencakup syarat non-kontroversial untuk memaksimalkan keefektifan bantuan, misalnya tindakan anti-korupsi, dan syarat kontroversial, misalnya pengetatan anggaran atau swastanisasi sarana penting sehingga mendapat tentangan politik yang kuat di negara penerima. Kondisionalitas seperti ini biasanya digolongkan sebagai penyesuaian struktural karena pernah diterapkan dengan nama program penyesuaian struktural setelah krisis utang 1980-an.

Ex-ante vs. ex-post

Sejumlah pihak memperdebatkan kondisionalitas ex-ante dan ex-post. Pada kondisionalitas ex-post, negara penerima bantuan menyetujui syarat yang ditetapkan donor atau pemberi pinjaman dan memenuhinya setelah menerima bantuan. Penilaian setelahnya menentukan layak tidaknya negara tersebut menerima bantuan tambahan. Kondisionalitas ex-ante mewajibkan negara memenuhi sejumlah syarat terlebih dahulu dan membuktikan bahwa negara dapat mempertahankannya sebelum menerima bantuan apapun.[1]

Biasanya, IMF meminjamkan dana berdasarkan kriteria ex-post sehingga berpotensi memicu bahaya moral di negara peminjam. Bahaya moral muncul ketika negara mengambil risiko tinggi karena merasa IMF bisa membantunya bila menghadapi krisis. Reformasi kelembagaan Dana Moneter Internasional seperti Flexible Credit Line (FCL) tahun 1999 bertujuan mengurangi bahaya moral dengan bergantung pada kriteria kualifikasi yang telah ditentukan (ex-ante).[2]

Bantuan terikat

Jenis kondisionalitas lainnya adalah pengikatan bantuan dengan program tertentu. Contohnya, banyak negara yang mengikat bantuan dengan pembelian produk-produk dalam negeri, namun praktik seperti ini semakin berkurang selama 15 tahun terakhir. Laporan Pembangunan Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2005 memperkirakan bahwa hanya 8 persen bantuan bilateral yang terikat, turun dari 27 persen pada tahun 1990. Persentase ini bervariasi dari negara ke negara. 100 persen bantuan dari Britania Raya, Irlandia, dan Norwegia tidak diberi ikatan apapun, sedangkan 60 persen bantuan dari Kanada, Austria, dan Spanyol tidak diberi ikatan apapun.[1]

Uni Eropa

Uni Eropa juga menerapkan kondisionalitas terkait perluasan Uni Eropa. Calon negara anggota harus memenuhi kriteria Kopenhagen dan mengadopsi acquis communautaire.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Susan M. Collins, University of Michigan Ford School of Public Policy. Public Policy 201 Lecture on Global Poverty
  2. ^ Dreher, A. (2009), "IMF Conditionality: Theory and Evidence", Public Choice, 141, 233-267

Pranala luar

  • World Bank conditionality [2]
  • Conditionality in IMF-supported programs - overview [3]
  • David Hall and Robin de la Motte, Dogmatic Development: Privatisation and conditionalities in six countries, War on Want [4]
  • "The Future of Aid Conditionality", Globalization Institute [5]
  • Big Picture TV Free video clip of Martin Khor (Director, Third World Network) speaking about structural adjustment
  • ActionAid, April 2004, "Money talks: How aid conditions continue to drive utility privatisation in poor countries"
  • Eurodad, November 2007, [6] Untying the knots - How the World Bank is failing to deliver real change on conditionality
  • European Network on Debt and Development reports, news and links on conditionality. [7]