Komite Olimpiade Indonesia

Revisi sejak 18 Mei 2016 22.02 oleh 205.201.242.111 (bicara) ( Referensi)

Komite Olimpiade Indonesia (disingkat KOI) adalah komite olimpiade nasional (national olympic committee) Indonesia. KOI melaksanakan keikutsertaan Indonesia dalam pekan olahraga internasional seperti Olimpiade, Asian Games, SEA Games, dan lain-lain. Fungsi ini sebelumnya merupakan bagian dari fungsi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan dipisahkan dari KONI sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga. KOI diterima menjadi anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC) pada tanggal 11 Maret 1952.[1]

Komite Olimpiade Indonesia
Indonesian Olympic Committee
Tanggal pendirian1946
TipeOrganisasi Olahraga
Kantor pusatJakarta, Indonesia
Bahasa resmi
Indonesia
Ketua Umum
Erick Thohir
Situs webwww.nocindonesia.or.id

Organisasi

Dewan Pimpinan Eksekutif[2]

  • Ketua Umum: Erick Thohir
  • Wakil Ketua Umum: Muddai Maddang
  • Sekretaris Jenderal: Dodi Iswandi
  • Wakil Sekretaris Jenderal: Dasril Anwar
  • Bendahara : Anjas Rivai
  • Wakil bendahara : Adinda Yuanita
  • Sport and law : Hellen
  • Sport develpoment : Ari Warganegara
  • Komisi atlet : Krisna Bayu
  • Komisi sport : Ambarwati
  • Komisi olimpic solidarity : Indra Gamedia
  • Komisi Sportmedical : Leane
  • Komisi sport for all : Bambang rus Efendi
  • Komisi olimpic culture : Nur ali
  • Komisi sport and environment : Raja Pane

Sejarah

  • 19 Agustus 1945, terbentuknya kabinet pertama, dalam Kementerian Pendidikan dan Pengajaran di adakan suatu lembaga yang bertugas merencanakan dan melaksanakan urusan di bidang keolahragaan di sekolah, yaitu inspeksi pendidikan jasmani adalah Organisasi di bawah jawatan Pengajaran. Olahraga di masyarakat diurus oleh lembaga dibawah jawatan Pendidikan Masyarakat. Kementerian Pendidikan dan Pengajaran dalam pelaksanaan tugas di bidang pembinaan dan pengembangan fisik antara lain melakukan : (a) penyelenggaraan latihan-latihan di kalangan pemuda Indonesia untuk mencapai dan memperoleh kondisi badan yang prima juga persiapan memasuki angkatan perang yang pada waktu itu sangat diperlukan; (b) mengusahakan rehabilitasi fisik dan mental bangsa Indonesia agar dapat berperan serta dalam forum Internasional.
  • September 1945 tentara Belanda mendampingi tentara sekutu NICA masuk ke Indonesia terutama Jakarta. Pada waktu itu organisasi olahraga yang bernama GELORA (Gerakan Latihan Olahraga) yang dipimpin oleh Oto Iskandar di Nata sebagai ketua umum dan Soemali Prawirosoedirjo sebagai ketua harian meleburkan diri bersama-sama Djawa Iku Kai (pusat olahraga versi Jepang) menjadi persatuan olahraga republik Indonesia (PORI).
  • 1946 Mengingat suasana di Jakarta kurang menguntungkan karena gangguan tentara Belanda, PORI Hijrah ke Solo dan berkantor di rumah Soemono sekertaris PORI di jalan Purwosari. Organisasi tertinggi olahraga membentuk Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) di Solo dengan Ketua Widodo Sosrodiningrat.[1]
  • Januari 1947 diadakan Kongres Darurat PORI dan terpilih sebagai ketua, Mr. Widodo Sastrodininggrat dan sebagai wakil ketua Soemali Prawirosoedirjo, sebagai sekertaris Soemono.
  • Pada tahun 1947 PORI mengadakan hubungan dengan Menteri Pembangunan dan Pemuda Wikana. Berkat bantuan sekretaris menteri Drs. Karnadi, PORI dapat mengembangkan organisasinya antara lain : (a) pembangunan kembali cabang-cabang olahraga yang tersebar dan bercerai berai. (b) Membentuk organisasi induk cabang olahraga yang belum tersusun, (c) Menerbitkan majalah “Pendidikan Djasmani” dengan simbol obor menyala dan lima gelang, (d) Mempersiapkan Pekan Olahraga Nasional ke satu. Pada malam peresmian PORI bulan Januari 1947, Presiden Soekarno sekaligus melantik KORI (Komite Olimpiade Republik Indonesia), sebagai ketua ditunjuk Hamengkubuwana IX, wakil ketua adalah drg. Koesmargono dan Soemali Prawirosoedirjo. KORI mempunyai tugas menangani masalah keolahragaan yang ada kaitannya dengan olimpiade, saat itu KORI dibentuk karena Indonesia ingin ikut Olympic Games 1948 (namun karena persiapan para atlet itu tidak memadai, pengiriman ke London tidak jadi). PORI kemudian membentuk badan-badan (sekarang disebut induk cabang olahraga). Yang ada pada waktu itu adalah cabang olahraga sepak bola, basket, atletik, bola keranjang, panahan, tenis, bulutangkis, pencak silat, dan gerak jalan. Keuangan PORI dan KORI diperoleh dari subsidi pemerintah yang disalurkan melalui Kementerian Pembangunan dan Pemuda. Selama aksi militer Belanda 21 Juni 1947 – 17 Januari 1948 kegiatan olahraga praktis terhenti. Pada tanggal 2 – 3 Mei 1948, PORI mengadakan konferensi di Solo berkat bantuan Walikota Solo (Syamsurizal), PON I dapat diselenggarakan pada 9 – 14 September 1948 dengan lancar, meskipun suasana politk meruncing kembali.
    • Organisasi olahraga membentuk Komite Olympiade Republik Indonesia (KORI) dengan Ketua Hamengkubuwana IX,wakil ketua adalah drg. Koesmargono dan Soemali Prawiro Soedirdjo
    • KORI berubah menjadi Komite Olimpiade Indonesia (KOI).
  • 1951
    • PORI melebur ke dalam KOI.
  • 1952
  • 1959
    • Pemerintah membentuk Dewan Asian Games Indonesia (DAGI) untuk mempersiapkan penyelenggaraan Asian Games IV 1962, KOI sebagai badan pembantu DAGI dalam hubungan internasional.
  • 1961
    • Pemerintah membentuk Komite Gerakan Olahraga (KOGOR) untuk mempersiapkan pembentukan tim nasional Indonesia, top organisasi olahraga sebagai pelaksana teknis cabang olahraga yang bersangkutan.
  • 1962
    • Pemerintah membentuk Departemen Olahraga (Depora) dengan menteri Maladi.
  • 1964
    • Pemerintah membentuk Dewan Olahraga Republik Indonesia (DORI), semua organisasi KOGOR, KOI, top organisasi olahraga dilebur ke dalam DORI.
  • 1965
    • Sekretariat Bersama Top-top Organisasi Cabang Olahraga dibentuk pada tanggal 25 Desember, mengusulkan mengganti DORI menjadi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang mandiri dan bebas dari pengaruh politik.
  • 1966
    • Presiden Soekarno menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 143 A dan 156 A Tahun 1966 tentang pembentukan KONI sebagai ganti DORI, tetapi tidak dapat berfungsi karena tidak didukung oleh induk organisasi olahraga berkenaan situasi politik saat itu.
    • Presiden Soeharto membubarkan Depora dan membentuk Direktorat Jendral Olahraga dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
    • Induk organisasi olahraga membentuk KONI pada 31 Desember dengan Ketua Umum Hamengkubuwana IX.
    • KOI diketuai oleh Sri Paku Alam VIII.
  • 1967
    • Presiden Soeharto mengukuhkan KONI dengan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1967.
    • Sri Paku Alam VIII mengundurkan diri sebagai Ketua KOI. Jabatan Ketua KOI kemudian dirangkap oleh Ketua Umum KONI Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KONI M.F. Siregar dan Sekretaris KOI Soeworo.
    • Soeworo meninggal, jabatan Sekretaris KOI dirangkap oleh Sekjen KONI M.F. Siregar. Sejak itu dalam AD/ART KONI yang disepakati dalam Musyawarah Olahraga Nasional (Musornas), KONI ibarat sekeping mata uang dua sisi yang ke dalam menjalankan tugasnya sebagai KONI dan ke luar berstatus sebagai KOI. IOC kemudian mengakui KONI sebagai NOC Indonesia.
  • 2005
    • Pemerintah dan DPR menerbitkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan memecah KONI menjadi KON dan KOI.
  • 2007
    • Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 16, 17, dan 18 Tahun 2007 sebagai peraturan pelaksanaan UU No. 3 Tahun 2005.
    • KONI menyelenggarakan Musornas Luar Biasa (Musornaslub) pada 30 Juli yang membentuk Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan menyerahkan fungsi sebagai NOC Indonesia dari KONI kepada KOI kembali. Nama KONI tetap dipertahankan dan tidak diubah menjadi KON.
  • 2011 AD/ART Komite Olimpiade Indonesia (KOI) telah diterima dan disetujui oleh IOC

Ketua Umum

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ a b "Sejarah KOI". Komite Olimpiade Indonesia. Diakses tanggal May 17, 2014. 
  2. ^ "Organisasi". Komite Olimpiade Indonesia. Diakses tanggal May 17, 2014. 

Pranala luar

Referensi