Zulfan Hamid

Loyal Mengemban Amanah percobaan

Tak banyak birokrat yang memiliki karakter dan kemampuan sekaliber Zulfan Hamid. Pembawaannya tenang, santun dan penuh etika dalam mengawal dan menjalankan roda birokrasi di Kabupaten Kampar. Meski menjabat sebagai seorang sekretaris daerah, Zulfan terkenal sangat mengayomi seluruh jajaran birokrat di Bumi Serambi Mekah. Jauh dari kesan arogan dan angkuh.

Zulfan termasuk tipikal birokrat yang menapaki karir dari bawah dengan segudang prestasi yang berbasis kinerja serta jauh dari hiruk pikuk dan kegaduhan politisasi jabatan berbayar.

Ia juga menjadi birokrat langka yang setia berkarir puluhan tahun di Kampar sehingga mengenal betul kondisi dan permasalahan daerah ini.

“Hampir 36 tahun saya menjalani karir sebagai aparatur sipil negara. Nyaris semua pengalaman saya abadikan di Kampar. Hanya enam bulan saya sempat berkarir di Rokan Hulu. Namun kampung halaman tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi saya mengabdi,” ujarnya.

Ia matang di dunia perencanaan karena hampir 16 tahun bertungkus lumus di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kampar. Maka tak heran, ia sangat hapal dengan kondisi geograpis dan permasalahan pembangunan di Kampar. Ini semua terjadi karena Zulfan sedari awal melakukan perencanaan dimulai dari melihat kondisi realita di lapangan.

Kampar, sebelum dimekarkan menjadi tiga kabupaten, memiliki 110 desa yang tersebar hingga di pinggiran Laut Cina Selatan. “Wilayahnya sangat luas. Namun demikian hampir 90 persen desa di Kampar ini sudah saya datangi, hingga ke Serapung yang berada di pesisir Laut Cina Selatan,” ungkapnya.

Serapung sendiri kini masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Pelalawan. Berbagai pengalaman mendatangi desa desa di Kampar itulah yang membuatnya sangat memahami potensi masing masing wilayah. Perjalanan untuk mencapai desa desa di Kampar itu sendiri bukan perkara mudah. Tak jarang ia dan rekan sejawatnya kala itu harus menempuh medan berat. Membelah belantara, mengarungi sungai hingga berjalan kaki berkilo kilo meter di dalam kubangan lumpur.

“Kalau cerita ketemu sama harimau dan binatang buas dalam penjelajalahan itu sudah hal yang biasa bagi saya. Saya puas bisa mengetahui kondisi riil desa di lapangan sehingga dalam perencanaannya bisa tepat sasaran pembangunan,” ujarnya.

Hampir 10 tahun Zulfan keluar masuk desa saat menjadi Kepala Seksi Analisa dan Penilaian Bappeda Kampar kurun waktu 1984 hingga 1995. Jika diminta menyebutkan rute perjalanan desa terjauh di Kampar saat ini, ia pun masih bisa menyebutkannya dengan runut di luar kepala.

Lantas kenapa ia lakoni pekerjaan berat itu dengan sebenar benarnya. Bukankah ia bisa saja duduk santai di belakang meja tinggal menerima laporan dari bawahan. Atau membuat penilaian perecanaan dengan copy paste sebagaimana pejabat terdahulu melakukannya? Apalagi, Zulfan menjadi pegawai negeri bukanlah karena dari kaum tidak mampu. Ayahnya Abdul Hamid Maarif merupakan Asisten Wedana atau Camat pada era 1950-1960 di XIII Koto Kampar. Terbilang mampu dan dihormati masyarakat.

“Jabatan itu amanah. Ayah saya mengajarkan kepada kami anak anaknya untuk mencintai pekerjaan karena itu amanah,” ujarnya. Nah, ketika mencintai suatu pekerjaan, lanjutnya, tidak ada beban bagi kita untuk berbuat lebih dan tentunya melakukan hal yang terbaik. Baginya, ada kerja ada hasil. Namun hasilnya tersebut jangan selalu langsung dinilai dan diharapkan berupa uang. Hasil pekerjaan itu bisa berupa ilmu, pengalaman, kepercayaan dan penghargaan. “Itu yang harus dipahami oleh para birokrat muda saat ini,” ungkapnya.

Profesional dengan jabatan yang diemban kata Zulfan tidak akan membuat aparatur sipil negara terlempar atau non job ketika ada pergantian rezim pemerintahan. Ini sudah dibuktikannya selama ini.

Masih terbayang jelas dalam ingatannya ketika menjabat Kepala Badan Sosial Pemberdayaan Masyarakat Desa (BSPMD) Kampar. Saat itu, pada akhir 2006, banjir besar melanda Lipat Kain, Kampar. Burhanuddin, Bupati Kampar yang baru saja memenangi pertarungan Pilkada mendadak mencarinya. Saat itu, banjir dan pemadam kebakaran memang menjadi urusan badan yang dipimpinnya.

Boy, begitu sapaan Burhanuddin memintanya untuk membuat proposal permohonan bantuan penanggulangan paskabecana ke pusat. Ia diberi waktu 10 hari untuk menyelesaikan proposal tersebut.

Zulfan menyanggupi tantangan tersebut. Ia bahkan bisa menyiapkan proposal yang diminta Boy dalam waktu tiga hari. Sang bupati pun waktu itu kaget karena proposalnya cepat sekali selesai dari tenggat yang diberikan. “Kan saya minta 10 hari. Kenapa cepat sekali kelarnya,” ujar Boy kepada Zulfan saat itu.

Ia pun menjawab bahwa proposal selesai lebih cepat agar ada waktu untuk perbaikan dan revisi. Akhirnya dari proposal tersebut, bantuan dari berbagai kementerian mengucur untuk Kampar. Mulai dari Kementerian Pekerjaan Umum, Pendidikan, Sosial, Perikanan, Pertanian mengalirkan berbagai program bantuan senilai Rp16 miliar.

Boy sempat menganggap Zulfan sebagai birokrat loyalis Jefry Noer, bupati sebelumnya. Namun dengan dedikasi dan profesionalitasnya pada pekerjaan, Boy tetap membutuhkan tenaga Zulfan.

“Dedikasi dan loyalitas saya kepada atasan karena amanah yang diberikan. Siapapun atasannya. Jadi bukan kepada perorangannya. Saya pun selama ini tidak pernah mengemis jabatan. Kalau diberi amanah, saya kerjakan dengan senang hati dan penuh rasa tanggungjawab,” ungkapnya.

Lantas bagaimana Zulfan melihat perkembangan Kampar selama ini sehingga dapat lebih maju lagi ke depannya ? Menurutnya, masyarakat Kampar memiliki tingkat gotong royong yang tinggi. Ini merupakan modal sosial yang sangat besar untuk membangun daerah.

Kemudian lanjutnya, perekonomian Kampar itu berada di desa. Dari 21 Kecamatan, 242 desa dan delapan kelurahan, Kampar termasuk 10 kabupaten dengan APBD terbanyak di Indonesia. Jadi kedepannya yang diperlukan adalah pengembangan perekonomian pedesaan sesuai dengan potensi andalannya masing masing daerah.

Desa akan dijadika jantung perekonomian Indonesia yang akan menghidupi warga kota. Bukan malah sebaliknya seperti selama ini, desa merupakan sapi perahan orang orang kota. Sehingga ke depan program program yang dilancarkan untuk memacu percepatan pembangunan desa dengan menata kota. Serta mengebangkan pariwisata, sumber daya manusia, peningkatan kualita dan kuantitas pelayanan dasar bagi masyarakat desa dan kota.

Ia pun punya falsafah hidup yakni cinta dengan setiap pekerjaan yang diemban karena itu merupakan amanah. Menurutnya, seorang birokrat juga harus pintar dan berdapatasi dengan lingkungan sehingga ketika ini terwujud akan menjadi gambaran dari kata kata bijak yang menyebutkan dengan seni hidup akan indah. Dengan ilmu hidup akan mudah. Dengan iman hidup akan bermakna.

"Inilah falsafah saya dalam mengarungi kehidupan baik sebagai makhluk sosial maupun sebagai aparatur negara," tutupnya.

Lantas bagaimana restu dari Bupati Kampar H Jefry Noer selaku atasannya di pemerintahan? Dikatakan Zulfan, dia sudah berkomunikasi dengan Bupati Kampar tentang keinginannya maju pada Pilkada Kampar 2017. "Kalau izin formal tak ada. Izin karena beliau atasan tentu kita minta restu. Karena bupati suruh maju saja. Lakukan sosialisasi," ucap Zulfan. (Akhir Yani)