Halo, Halo Bandung
Halo, Halo Bandung adalah salah satu lagu perjuangan Indonesia yang menggambarkan semangat perjuangan rakyat kota Bandung dalam masa pasca-kemerdekaan pada tahun 1946, khususnya dalam peristiwa Bandung Lautan Api yang terjadi pada tanggal 23 Maret 1946
Latar Belakang
Dalam peristiwa Bandung Lautan Api, rakyat Bandung membakar kota Bandung untuk mencegah kota tersebut dikuasai oleh tentara sekutu dan tentara NICA Belanda yang hendak merebut Indonesia kembali setelah pasukan Jepang menyerah tanpa syarat kepada pasukan Sekutu dalam Perang Dunia II dan menarik pasukannya dari Indonesia. Lagu Halo, Halo Bandung menjadi sangat terkenal dan menjadi simbol perjuangan bangsa Indonesia dalam perebutan kemerdekaan mereka dari jajahan bangsa asing.
Pencipta lagu
Nama pencipta resmi dari lagu Halo, Halo Bandung masih diragukan sebagian masyarakat Indonesia. Perdebatan tentang siapa pencipta lagu Halo-Halo Bandung sebenarnya sudah lama terjadi. Di dalam buku Saya Pilih Mengungsi: Pengorbanan Rakyat Bandung untuk Kedaulatan yang ditulis Ratnayu Sitaresmi, Pestaraja HS Marpaung menyebutkan bahwa polemik itu mulai terjadi pada 1995. Pestaraja Marpaung adalah salah seorang pejuang yang sempat bergabung ke dalam Pasukan Istimewa (PI) Indonesia dan turut terlibat langsung dalam peristiwa Bandung Lautan Api.
Komponis senior Indonesia, AT Mahmud, membenarkan adanya polemik tersebut, dengan menyebutkan bahwa lagu tersebut tidak diketahui siapa penciptanya, menurut kutipan dari surat kabar Pikiran Rakyat edisi 23 Maret 2007.
""Informasi yang saya dengar, lagu tersebut, seharusnya, NN (No Name; Pencipta tak diketahui-red.)". Saya sendiri tak tahu bagaimana kemudian lagu itu jadi ciptaan Ismail Marzuki,” ungkapnya, ketika dihubungi, Kamis (22/3) petang. "[1]
Di dalam buku Saya Pilih Mengungsi, Pestaraja Marpaung, yang akrab dipanggil Bang Maung, menyebutkan bahwa lagu tersebut bukan ciptaan perseorangan melainkan merupakan ciptaan bersama para pejuang di Ciparay, Bandung Selatan, tanpa melihat asal usul suku bangsa. Hal tersebut dicerminkan dengan penggunaan kata "Halo!" yang adalah sapaan khas pemuda dari Medan, Sumatera Utara, yang ditimbulkan dari pengaruh film-film koboi dari Amerika yang sering diputar pada waktu itu. Ditambah dengan penggunaan kata "beta", bahasa daerah Ambon, Maluku, yang berarti "saya".
Berikut kutipan dari buku Saya Pilih Mengungsi tentang cerita Pestaraja Marpaung mengenai penciptaan lagu Halo-Halo Bandung.
"Sebagai pejuang, Bang Maung pun turut menyusup ke Kota Bandung, setiap malam, setelah peristiwa Bandung Lautan Api. "Siang hari tidak ada kerja. Jadi di Ciparay ini, anak-anak Bandung dari Pasukan Istimewa tiduran. ‘Eh, lagu yang kemarin itu mana? Halo! Halo Bandung! de-de-de— (berirama menurun).’ Setelah lama, orang Ambon juga ikut. Pemuda Indonesia Maluku itu, di antaranya Leo Lopulisa, Oom Teno, Pelupessy. Sesudah Halo-Halo Bandung, datang orang Ambonnya. Sudah lama beta! tidak bertemu dengan kau!’ Karena itu, ada ‘beta’ di situ. Bagaimana kata itu bisa masuk kalau tidak ada dia di situ. Si Pelupessy-lah itu, si Oom Tenolah itu, saya enggak tahu. Tapi, sambil nyanyi bikin syair. Itulah para pejuang yang menciptakannya. Tidak ada itu yang menciptakan. Kita sama-sama saja main-main begini. Jadi, kalau dikatakan siapa pencipta (Halo-Halo) Bandung? Para pejuang Bandung Selatan,” ucapnya." [1]
Lirik
Halo-halo Bandung
Ibu kota periangan
Halo-halo Bandung
Kota kenang-kenangan
Sudah lama beta
Tidak Berjumpa dengan kau
Sekarang sudah menjadi lautan api
Mari Bung rebut kembali
Lihat pula
Referensi
- ^ a b Hazmirullah (23 Maret 2007). "Kontroversi Pencipta "Halo-Halo Bandung"". Pikiran Rakyat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 Desember 2007.