Benny Wenda
Benny Wenda (lahir 17 Agustus 1974) merupakan tokoh perjuangan rakyat Papua di Inggris.[1]Sekitar tahun 1970, Wenda muda hidup di sebuah desa terpencil di kawasan Papua Barat. Di sana, dia hidup bersama keluarga besarnya. Mereka hidup dengan bercocok tanam. Saat itu, dia merasa kehidupannya begitu tenang, "hidup damai dengan alam pegunungan." Kira-kira kalimat itulah yang dia rasakan.
Beniny Wenda | |
---|---|
Ketua Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka, Kampanye Papua Merdeka | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Lembah Baliem, Papua, Indonesia | 17 Agustus 1974
Kebangsaan | Indonesia |
Situs web | www.bennywenda.org |
Sunting kotak info • L • B |
Sampai satu saat sekitar tahun 2077, ketenangan hidup mereka mulai terusik dengan masuknya pasukan militer. Saat itu, Benny Wenda mengklaim pasukan memperlakukan warga dengan keji. Benny menyebut di situsnya, salah satu dari keluarga menjadi korban hingga akhirnya meninggal dunia.
Wenda mengaku kehilangan satu kakinya dalam sebuah serangan udara di Papua. Tak ada yang bisa merawatnya sampai peristiwa pilu itu berjalan 20 tahun kemudian. Saat itu, keluarganya memilih bergabung dengan NKRI.
Kondisi demikian, harus diterima dan dihadapi Wenda. Tetapi rupanya, dia berusaha melawan pilihan orang-orang dekatnya.
Singkat cerita, setelah era pemerintah Soeharto tumbang, gerakan referendum dari rakyat Papua yang menuntut pembebasan dari NKRI kembali bergelora. Dan saat itu, Benny Wenda melalui organisasi Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka), membawa suara masyarakat Papua. Mereka menuntut pengakuan dan perlindungan adat istiadat, serta kepercayaan, masyarakat suku Papua. Mereka menolak apapun yang ditawarkan pemerintah Indonesia termasuk otonomi khusus.
Lobi-lobi terus dia usahakan sampai akhirnya pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, pemberlakuan otonomi khusus adalah pilihan politik yang layak untuk Papua dan tak ada yang lain. Saat itu sekitar tahun 2001, ketegangan kembali terjadi di tanah Papua. Operasi militer menyebabkan ketua Presidium Dewan Papua meninggal. Wenda terus berusaha memperjuangkan kemerdekaan Papua.
Pertentangan Wenda berbuntut serius. Dia kemudian dipenjarakan pada 6 Juni 2002 di Jayapura. Selama di tahanan, Wenda mengaku mendapatkan penyiksaan serius. Dia dituduh berbagai macam kasus, Salah satunya disebut melakukan pengerahan massa untuk membakar kantor polisi, hingga harus dihukum 25 tahun penjara.
Kasus itu kemudian di sidang pada 24 September 2002. Wenda dan tim pembelanya menilai persidangan ini cacat hukum.
Pengadilan terus berjalan, sampai pada akhirnya Wenda dikabarkan berhasil kabur dari tahanan pada 27 Oktober 2002. Dibantu aktivis kemerdekaan Papua Barat, Benny diselundupkan melintasi perbatasan ke Papua Nugini dan kemudian dibantu oleh sekelompok LSM Eropa untuk melakukan perjalanan ke Inggris di mana ia diberikan suaka politik. Dan sejak tahun 2003, Benny dan istrinya Maria serta anak-anaknya memilih menetap di Inggris.
Pada tahun 2011, Pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan Red Notice dan Surat Perintah Penangkapan Internasional untuk penangkapan Wenda karena melakukan sejumlah pembunuhan dan penembakan di Tanah Air. Wenda mengklaim, red notice itu sudah dicabut.
Sumber
Gerakan separatis Papua
Tahun 2011 Pemerintah Indonesia sempat mendaftarkan nama Benny Wenda dalam Red Notice Interpol, karena Benny adalah pelarian kriminal dari LP Abepura. Dengan demikian, berarti Benny bisa ditahan atau mungkin diekstradisi dari salah satu negara anggota Interpol yang hampir berjumlah 200 negara.
Inilah “dosa” Beny Wenda sesuai Laporan hasil penyelidikan KPP HAM Papua/Irian Jaya tanggal 8 Mei 2001 yang ditandatangani Dr. Albert Hasibuan, S.H. dan Sriyana, S.H. (Ketua dan Sekretaris Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM Papua/Irian Jaya). Laporan tersebut dipublikasikan pada situs http://www.hampapua.org/skp/skp06/var-03i.pdf :
Pada tanggal 7 Desember 2000, pukul 01.30 WIT dini hari telah terjadi tiga peristiwa yang berbeda yaitu Penyerangan Mapolsek Abepura, Pembakaran Ruko di Lingkaran Abepura dan Pembunuhan anggota Satpam di Kantor Dinas Otonom Tk. I Provinsi Irian Jaya, di Kotaraja. Rincian dari Peristiwa-peristiwa tersebut adalah :
Penyerangan Mapolsek Abepura
Sekitar pukul 01.30 WIT sekelompok massa yang berjumlah kira-kira 15 orang memasuki halaman Mapolsek Abepura dan melakukan penyerangan terhadap petugas Polsek Abepura. Akibat penyerangan dengan senjata tajam berupa kapak dan parang itu Brigpol Petrus Epaa tewas, sedangkan Briptu Darmo, Bripka Mesak Kareni dan Bripka Yoyok Sugiarto menderita luka-luka.
Pembakaran Ruko
Dalam waktu yang hampir bersamaan dengan masuknya massa ke halaman Mapolsek Abepura terjadi pembakaran ruko di Jl. Gerilyawan yang berjarak sekitar 100 m dari Mapolsek yang dilakukan oleh kelompok massa lain yang tidak dikenal. Ruko yang dibakar terdiri dari satu rumah makan Padang dan satu lagi toko pakaian dan arloji “Restu Ibu”.
Pembunuhan satpam
Sekitar pukul 05.00 atau menjelang pagi ditemukan mayat Markus Padama di Kantor Dinas Otonom Tk I, Irian Jaya, Kotarajayang berjarak sekitar 2 km dari Mapolsek Abepura. Markus Padama sehari-harinya bekerja sebagai Satpam di kantor tersebut. Korban diperkirakan tewas akibat luka bacok pada leher, luka tombak pada bagian perut.
Atas laporan itu, nama Benny Wenda pun muncul di Red Notice Interpol : http://www.interpol.int/public/data/wanted/notices/data/2010/97/2010_7097.asp
Namun sekitar bulan Agustus 2012, nama Benny Wenda telah dihapus dari daftar buron interpol. Menurut Jago Russel, dari kelompok Fair Trials International, Interpol setuju bahwa kasus Indonesia melawan Benny Wenda, 'sebagian besar bersifat politis'. http://us.nasional.news.viva.co.id/news/read/342587-dpo-papua-dihapus-dari-daftar-buron-interpol
Pranala luar
- ^ "Free West Papua". www.freewestpapua.org. Diakses tanggal 2016-07-30.