Gombloh
Gombloh (Jombang, 14 Juli 1948 - Surabaya, 9 Januari 1988) adalah seorang penyanyi Indonesia. Ia dilahirkan dengan nama asli Soedjarwoto Soemarsono di Jombang sebagai anak ke-4 dari enam bersaudara dalam keluarga Slamet dan Tatoekah. Slamet adalah seorang pedagang kecil yang hidup dari menjual ayam potong di pasar tradisional di kota mereka.
Sebagai keluarga sederhana, Slamet sangat berharap agar anak-anaknya dapat bersekolah setinggi mungkin hingga memiliki kehidupan yang lebih baik.
Pendidikan
Gombloh mengenyam pendidikan di SMAN 5 Surabaya dan sempat belajar di jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember, (ITS) Surabaya, namun tidak selesai. Meskipun Gombloh tergolong pintar, ia tidak pernah berniat kuliah di ITS. Karena itulah ia sering mengelabui ayahnya dengan berangkat ke sekolah, namun sekitar pk. 10 pagi ia kembali ke rumah dan tidur. Kelakuannya ini akhirnya diketahui ayahnya setelah Slamet mendapat surat dari ITS yang memberikan peringatan keras karena Gombloh terlalu banyak bolos.
Gombloh bereaksi dengan menghilang ke Bali dan bertualang sebagai seniman. Jiwanya yang bebas tidak dapat dikekang oleh disiplin yang ketat dan kuliah yang teratur.
Karakter lagu ciptaannya
Gombloh adalah pencipta lagu balada sejati. Kerja samanya dengan Leo Kristi dan Franky Sahilatua di kelompok "Lemon Trees" membuatnya dekat dengan gaya orchestral rock.
Kehidupan sehari-hari rakyat kecil banyak digambarkan dalam lagu-lagunya, seperti Doa Seorang Pelacur, Kilang-Kilang, Poligami Poligami, Nyanyi Anak Seorang Pencuri, Selamat Pagi Kotaku. Sebagaimana penyanyi balada semasanya, seperti Iwan Fals dan Ebiet G. Ade, Gombloh juga tergerak menulis lagu tentang (kerusakan) alam. Lagu-lagu cintanya cenderung "nyeleneh", sama seperti karya Iwan Fals atau Doel Sumbang, misalnya Lepen ("got" dalam bahasa Jawa).
Namun ciri khasnya adalah dari lagu-lagu ciptaannya yang bertema nasionalis, seperti Dewa Ruci, Gugur Bunga, Gaung Mojokerto-Surabaya, Indonesia Kami, Indonesiaku, Indonesiamu, Pesan Buat Negeriku, dan BK, lagu yang bertutur tentang Bung Karno, sang proklamator. Lagunya Kebyar Kebyar banyak dinyanyikan di masa perjuangan menuntut Reformasi.
Ia pernah pula menyanyikan lagu berbahasa Jawa bercorak mistik Jawa berjudul Hong Wilaheng, yang mendapat pengaruh kuat dari gaya bernyanyi Leo Kristi.
Lagu-lagu karya Gombloh sempat diangkat dalam penelitian Martin Hatch seorang peneliti dari Universitas Cornell dan ditulis sebagai karya ilmiah yang berjudul "Social Criticsm in the Songs of 1980’s Indonesian Pop Country Singers", yang dibawakan dalam seminar musik The Society of Ethnomusicology di Toronto, Kanada pada 2000.
Kematian
Gombloh meninggal dunia di Surabaya pada 9 Januari 1988 setelah lama menderita penyakit. Tubuhnya yang kurus memang banyak menyimpan berbagai penyakit, ditambah kebiasaan merokoknya yang sulit dihilangkan. Menurut salah seorang
Mengenang Gombloh
Pada 1996 sejumlah seniman Surabaya membentuk Solidaritas Seniman Surabaya dengan tujuan menciptakan suatu kenangan untuk Gombloh yang dianggap sebagai pahlawan seniman kota itu. Mereka sepakat membuat patung Gombloh seberat 200 kg dari perunggu. Patung ini ditempatkan di halaman Taman Hiburan Rakyat Surabaya, salah satu pusat kesenian di kota itu.
Diskografi
- Nadia dan Atmosphere (1978)
- Mawar Desa (1978)
- Kadar Bangsaku (1979)
- Kebyar Kebyar (1979)
- Pesan Buat Negeriku (1980)
- Sekar Mayang (1981)
- Terimakasih Indonesiaku (1981)
- Pesan Buat Kaum Belia (1982)
- Berita Cuaca (1982)
- Kami Anak Negeri Ini (1983)
- Gila (1983)
- 1/2 Gila (1984)
- Semakin Gila (1986)
- Apel (1986)
- Apa Itu Tidak Edan (1987)
Kutipan
- "Kalau cinta sudah melekat, tahi kucing rasa coklat" (dari lirik lagu Lepen).