Betutu

jenis ikan air tawar
Revisi sejak 2 September 2016 12.46 oleh AABot (bicara | kontrib) (Robot: Perubahan kosmetika)
Betutu
Ikan betutu, Oxyeleotris marmorata
dari Sungai Cihideung, Darmaga, Bogor
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
O. marmorata
Nama binomial
Oxyeleotris marmorata

Betutu (Oxyeleotris marmorata) adalah nama sejenis ikan air tawar. Meskipun agak jarang yang berukuran besar, ikan yang menyebar di Asia Tenggara hingga Kepulauan Nusantara ini digemari pemancing karena betotan (tarikan)nya yang kuat dan tiba-tiba.

Nama-nama lainnya di pelbagai daerah di Indonesia adalah bakut, bakutut, belosoh (nama umum), boso, boboso, bodobodo, ikan bodoh, gabus bodoh, ketutuk, ikan malas, ikan hantu dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris disebut marble goby atau marble sleeper, merujuk pada pola-pola warna di tubuhnya yang serupa batu pualam kemerahan.

Pengenalan

 
Sisi atas ikan betutu

Ikan bertubuh kecil sampai sedang dengan kepala yang besar. Panjang tubuh (SL, standard length) maksimum hingga sekitar 65 cm[1], namun kebanyakan hanya antara 20–40 cm atau kurang. Berwarna merah bata pudar, kecoklatan atau kehitaman, dengan pola-pola gelap simetris di tubuhnya. Tanpa bercak bulat (ocellus) di pangkal ekornya.[2]

Sirip dorsal (punggung) yang sebelah muka dengan enam jari-jari yang keras (duri); dan yang sebelah belakang dengan satu duri dan sembilan jari-jari yang lunak. Sirip anal dengan satu duri dan 7–8 jari-jari lunak. Sisik-sisik di tengah punggung, dari belakang kepala hingga pangkal sirip dorsal (predorsal scales) 60–65 buah. Sisik-sisik di sisi tubuh, di sepanjang gurat sisi (lateral row scales) 80–90 buah.[2]

Seperti dicerminkan oleh namanya, ikan ini malas bergerak atau berpindah tempat. Ia cenderung diam saja di dasar perairan, sekalipun diusik. Hanya di malam hari betutu agak aktif, memburu udang, ikan-ikan kecil, yuyu, atau siput air. Ikan betutu didapati di sungai-sungai di bagian yang terlindung, rawa, waduk, saluran air atau parit.[1]

Penyebaran

Betutu menyebar di Asia Tenggara: Thailand, Vietnam, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Semenanjung Malaya, Filipina, dan Indonesia: Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.[1][2] Didapati pula di Jawa.[3] Diintroduksi ke Singapura, Taiwan, Cina, dan mungkin pula Fiji.[1]

Ikan betutu disukai sebagai ikan pancing maupun ikan konsumsi. Dagingnya enak dan lembut.

1. MENGENAL BETUTU Bila pernah melihat betutu, hampir dapat dipastikan tak akan terlupa. Ikan ini memang memiliki penampilan sangat khas sehingga mudah di ingat. Dengan ketahanannya berjam – jam tanpa bergeser dari tempatnya, betutu mendapat sebutan ikan malas atau ikan bodoh karena bila kenyang tak mau menyentuh makanan di hadapannya sekalipun. Bagi yang awam, betutu sering kali disamarkan dengan ikan gabus karena sepintas memang ada keserupaan. Namun, bila di amati, antara keduanya terdapat perbedaan yang cukup mencolok. Betutu termasuk keluarga besar Eleotridae yang memiliki kekerabatan dengan keluarga Gobiidae (Beloso) di laut. Keluarga Eleotridae sendiri terdiri atas beberapa spesies yang morfologinya hampir mirip sehingga mesti teliti dan cermat dalam mengindentifikasinya. a. Kalsifikasi dan Nama Lokasl Menurut klasifikasi berdasarkan taksonomi yang dikemukakan ahli ikan singapura, Lie Sieuw Foey (1968), betutu digolonglkan sebagai berikut; Kingdom : Animalia Filum : Chordata Superkelas : Pisces Ordo : Perciformes Subordo : Gobioidea Famili : Eleotridae Genus : Oxyeleotris Spesies : Oxyeleotris Marmorata (Bleeker) Betutu memiliki nama lokal yang sangat beragam, yaitu bloso, ikan mals, ikan bodoh (jawa); Bakut, batutuk, belutu, ikan hantu (kalimantan) Bakut, beluru, bakutut (sumatra); ikan hantu, batutu, ubi, ketuu, belantok (malaysia); pla bu sai (thailand); ca bong twong (vietnam); Marbled goby, sand goby (nama internasional) Soon hock (cina). Nama yang paling populer adalah betutu, sekaligus digunakan sebagai nama resmi dalam dunia per ikanan, bahkan sudah menjadi nama komersialnya. b. Morfologi dan ciri – ciri Jika dilihat sepintas, tampang betutu cukup menyeramkan, bentuk mukanya cekung dengan ujung kepala picak (gepeng), mata yang besar menonjol keluar dan dapat digerak – gerakkan, mulut lebar, tebal, dengan gigi – gigi kecil tajam, cukup lah alasan jika betutu disebut sebagai ikan hantu. Ciri – ciri ikan betutu sebagai berikut ; tubuh memanjang bagian depan silindris dan bagian belakang pipih; panjang total 5 – 6 kali tinggi badan; kepala gepeng, panjang ¼ - 1/3 dari panjang total;moncong meruncing; rahang bawah lebih kedepan daripada rahang atas; gigi terdiri dari beberapab deret, pada deret terluar ukurannya lebih besar; beberapa gigi menyerupai taring (tidak Memiliki taring yang jelas. Sisiknya kecil – kecil dan teratur rapi. Sebagian besar tubuhnya diselimuti sisik ctenoid, sedangkan bagian kepala, tengkuk, dan dada ditutupi sisik cycloid. Sisik kepala terdapat di atas moncong, pipi dan tutup insang. Ukuran sisik pada tutup insang sedikit lebaih lebar dibandingkan sisi pada bagian lainnya. Betutu memiliki du buah sirip punggung yang bentuknya melebar. Sirip punggung kedua sedikit lebih tinggi atau lebih panjang dari yang depan. Jari – jari kedua dan ketiga pada sirip punggung pertama lebih panjang dari yang alinnya. Sirip anal lebih pendek dan ukurannya paling kecil di bandingkan sirip lainnya, sementara sirip dada bentuknya membundar, menandakan ikan ini bisa bergerak secara tiba – tiba. Sirip ekor demikian juga merupakan ciri ikan buas, suka memangsa hewan lain. Warna betutu berwarna kecoklatan sampai gelap dengan bercak – bercak hitam menyebar. Bagian atas tubuh lebih gelap, sementara bagian bawahnya terang. Pada bagian bawah kepala terdapat tanda berwarana merah muda. Tubuh bagian belakang ditandai oleh tiga garis melintang tak beraturan berwarna merah. Pola warna ini sering digunkan untuk membedakan jenis kelamin. Tubuh ikan betina umumnya lebih gelap daripada yang jantan. Sejauh yang pernah ditemukan, betutu dapat mencapai panjang total 70 cm dengan berat 5 kg. Namun, ikan ini sudah mulai dewasa atau dapat mencapai matang gonad pada ukuran 200 grm, sementara ukuran konsumsi biasanya antara 300 – 1000 g/ekor. c. Habitat dan Penyebaran Habitat atau tempat tinggal betutu tersebar luas, meliputi perairan – perairan tawar di daerah beriklim tropis atau subtropis. Betutu menyenangi tempat yang arusnya tenang dan agak berlumpur seperti rawa, danau, atau muara sungai. Ikan ini gemar sekali membenamkan dirinya di dalam lumpur. Tempat – tempat yang banyak tumbuhan airnya juga disukai sebagi tempat berlindung dan sekaligus tempat melangsungkan pemijahan. Betutu tersebar di wilayah Asia Tengga seperti Tahiland, Kamboja, Vietnam, Singapura, Malaysia, Filipina, Indonesia hingga kepulauan Fiji di fasipik. Di indonesia penyebaran betutu meliputi beberapa daerah berikut ; i. Sumatra; Palembang, Muara Kompeh, Gunung Sahilan, Jambi, Danau Kota, Sungai Si Russu, Enggano (bua – Bua), Riau, dan lampung; ii. Kalimantan; Banjarmasin, Siantang, montrado, batu pangal, Smitau, Danau Baram, Danau Jempang, Pontianak, Sungai Kapuas, Sungai Barito, Sungai Mahakam, Serawak, Kinabatangan, Lahad Datu, dan Tenom; iii. Jawa; Sungai – sungai yang bermuara ke laut jawa, misal Cisadane, Citarum (Waduk Saguling). Di Jawa Barat, pada awalnya betutu belum dikenal oleh penduduk di sekitar waduk Saguling. Ikan ini mulai tertangkap di perairan tersebut pada awal tahun 1987. penyebarannya di duga berasal dari para petani yang berusaha memeliharanya dalam keramba di aliran sungai Citarum. Akibat seringnya banjir yang melanda sungai ini, banyak kurungan (keramba) hancur sehingga ikan ini dengan mudah menyebar dan berkembang biak di seluruh peerairan Waduk Saguling. Terlepas dari asal – usul perkembangannyaikan ini di suatu lokasi, terdapat faktor – faktor yang sangat berperandi dalamnya. Misalnya saja ketersediaan pakan dan kondisi perairan yang sesuai. Jika pada perairan tersebut tersedia tempat yang cocok disertai pakan berlimpah, hampir dapat dipastikan ikan ini akan beranak – pinak. Sebagi ikan danau, betutu menyukai tempat yang tenang, kalaupun ada arusnya tidak deras dan terlindung oleh tumbuhan air. d. Tingkah Laku Betutu hidaup baik di perairan tawar. Biasanya pada tempat – tempat yang berarus tenang, berlumpur, pada kedalaman kira – kira 40 cm.ikan ini hidup di dasar perairan, hanya sesekali saja menyembul ke permukaan. Tempat agak gelap, terlindung di balik batu – batuan atau tumbuhan air sangat disukainya sebagai tempat mengintip mangsa. Jika hari menjelang malam, betutu sering terlihat menyembulkan moncongnya di permukaan air, di sekitar tempat persembunyiannya. Sifat yang snagat menonjol dari ikan ini adalah pemalas, tabiatnya memang malas bergerak.saking malasnya. Bisa berjam – jam lamanya betutu hanya diam di tempatnya, tanpa bergeser sedikitpun. Jika ada yang menyentuh tubuhnya atau ada mangsa di dekatnya, barulah betutu akan bergerak cepat kemudian berhenti dengan tiba – tiba. Gerakannya kadang – kadang sulit di ikuti. Dengan tabiat seperti itu, untuk mencari makan pun betutu merasa enggan. Ia hanya menunggu dan manakal perutnya terasa lapar, barulah betutu akan menyambar ikan – ikan kecil yang melintas di depannya. Setelah kenyang, ia kembali berdiam lagi. Ikan yang bertampang mirip gabus ini ternyata tidak hanya sekadar diam ditempat, tetappi juga “tidur”.oleh karenanya, cukup bealasan bila orang menyebutnya sebagai Sleeper goby, alias si Tukang tidur. Betutu tampak lebih agresif di malam hari. Ikan ini akan terlihat mengintip mangsa jika malan telah menjelang. Demikian pula dalam hal berkembangbiak. Ikan ini seperti juga ikan - ikan lainnya lebih memilih waktu malam hari sebagai saat mengadakan perkawinan. e. Kebiasaan Makan Betutu merupakan pemangsa yang sangat rakus. Ikan ini dapat memakan mangsa seberat bobot tubuhnya setiap hari. Meskipun demikian, sesuai tabiatnya yang malas, ikan ini hanya melulu menunggu mangsa lewat di dekatnya. Untuk itu dia memakai jurus diam seperti benda mati hingga datang kesempatan menyambar mangsanya. Jenis makanan yang disantapnya berubah dengan bertambahnya umur. Ikan dewasa biasanya memangsa ikan lain, udang – udangan (crustacea), dan serangga air (insekta). Sementara juvenilnya yang masih muda memakan kutu air (Daphnia, Cladocera, Copepoda), jentik – jentik serangga, dan stadia larva, betutu juga memakan plankton nabati (ganggang) dan plankton hewani berukuran renik. Satu hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kebiasaan ikan ini adalah sifat kanibalisme, yaitu kesukaan memangsa sesamanya. Sejak berupa benih berukuran 2 cm (bobot 0.2g), sifat kanibal tersebut sudah mulai tampak. Hal ini dapat dibuktikan dengan membedah perut benih betutu hasil tangkapan dari kolam, misalnya. Didalam perutnya sering kali ditemukan betutu yang lebih kecil. Untuk menghindari kejadian kanibalisme ini, keseragaman ikan yang dipelihara perlu diperhatikan. Hingga saat ii betutu belum terbiasa memakan pakan buatan berupa pelet atau sejenisnya. Paling tidak, betutu mau memakan daging ikan yang sudah di potong – potong (kalau tidak hidup), ikan rucah (trashfish), atau daging bekicot. Hingga mangsa dalam kolam keadaan hidup / segar lebih disukainya. Dari hasil pengamatan ini saluran pencernaan, baik betutu muda maupun dewasa, mangsa utama adalah udang air tawar (palaemonidae), serangga air, da ikan – ikan kecil. f. Perkembangbiakan. Betutu biasanya sudah menjadi pasangan usia subur pada umur kira – kira 1 tahun atau saat bobotnya telah mencapai 200 – 250g. Namun, adakalanya ikan seberat 150g pun sudah dapat bertelur. Di alam, pasangan – pasangan siap kawin akan berkelompok mencari tempat – tempat yang terlindung. Biasanya tempat tersebut banyak tumbuhan airnya dan tersedia substrat keras yang sekitarnya dapat digunakan sebagai tempat menempelkan telur. Telur betutu bersifat melekat. Oleh karenanya, ketersediaan subtrat, baik itu berupa batu atau batang tumbuhan air menjadi sangat penting. Betutu dikenal sebagai ikan yang suka kawin. Pemijahannya tidak mengenal musim dan dapat berlangsung sepanjang tahun : toda sampai empat kali setahun. Kemauan memijah biasanya meningkat pada saat musim hujan. Periode pemijahan relatif pendek, mungkin karena ukuran telur – telur yang ada di dalam gonad-nya hampir seragam. Ikan ini memilih waktu malam hari sebagai saat yang tepat untuk melangsungkan perkawinan. Namun, di siang hari pun mereka kadang – kadang tak segan – segan memijah. Dalam perkawinannya, induk betina akan melekatkan telur – telurnya pada subtrat yang ada. Bersamaan dengan itu, sang jantan akan terus mendampinginya sambil melepaskan spermanya untuk membuahi telur tersebut. Peristiwa pembuahannya terjadi di dalam air (di luar tubuh). Telur yang telah dibuahi berkembang menjadi embrio dann akan menetas kira – kira 2 – 3 hari kemudian. Dalam sekali pemijahan, induk betina sanggup melepaskan telur hingga 40.000 butir telur. g. Fekunditas. Fekunditas dalah jumlah telur yang dikeluarkan seekor induk betina dalam sekali pemijahan. Pada batas – batas tertentu, nilai fekunditas biasanya berhubungan dengan berat induk: semakin besar ukuran induk semakin banyak pula telurnya. Secara alami, jenis ikan yang telurnya kecil diimbangi dengan fekunditas yang besar, demikian sebaliknya. Telur betutu termasuk berukuran kecil sehingga fekunditasnya cukup tinggi, mencapai ratusan ribu butir, fekunditas ini perlu diperhatiakan untuk memperkirakan jumlah danukuran induk yang dibutuhkan dengan target binih yang akan diproduksi. Dengan mengetahui hubungan ukuran (panjang atau berat) ikan dengan fekunditasnya, produksi benih dapat dilakukan secara lebih terencana dan terjadwal. Berat Induk (gram) Panjang (cm) Kisaran Fekunditas (butir) Rata – rata Fekunditas 150 – 200 24 26.000 – 129.000 62.000 200 – 250 25 28.000 – 145.000 90.000 250 – 300 27 34.000 – 179.000 93.000 300 - 350 28 57.000 – 75.000 66.000

h. Perkembangan Embrio. Telur – telur yang berhasil dibuahi akan melekat pada subtrat dan berkembang menjadi embrio. Sementara telur yang tidak terbuahi akan mati dan berwarna memutih. Telur – telur tersebut terlihat menyebar rapi di permukaan subtrat, terayun – ayun oleh arus air yang melewatinya. Pada suhun 26 – 28 0 C, proses pembelahan pertama terjadi 15 – 20 menit setelah pembuahan. Pembelahan sel terus berjalan hingga telur tumbuh mencapai stadia bersel banyak dalam 5.5 jam, mata mulai terbentuk 16 jam setelah pembuahan dan 2.5 jam kemudian bakal ekor mulai terlihat memanjang. Jantung mulai berdenyut setelah 29 jam. Sementara itu, sel – sel darah merah terlihat di dalam jantung, warnanya masih bening. PERKEMBANGAN EMBRIO BETUTU Stadia Waktu Setelah Pembuahan Jam Menit 2 sel 0 15 – 20 4 sel 0 35 8 sel 1 5 16 sel 2 5 Banyak sel 5 30 Embrio 15 - Mata terbentuk 16 - Ekor terbentuk 18 30 Jantung berdenyut 29 - Menetas 38 - 120 -

i. Perkembangan Larva Telur yang baru menetas menghasilkan larva berukuran 3.5 – 4.0 mm, setiap larva membawa sebuah kuning telur berdiameter kira – kira 0.4mm. di bagian depan kuning telur terdapat butiran minyak berdiameter 0.1mm. tubuhnya masih tembus pandang dengan sedikit pigmen di sekitar kuning telur dan belakang anus. Sirip dada dan sirip ekor sudah ada meskipun belum sempurna bentuknya. Mulut sudah dapat membuka selebar 0.2mm. Sekilas, larva tersebut seperti kewalahan membawa bekal kuning telurnya. Terlalu berat baginya sehingga tak mampu mengambang di dalamair. Selain karena beban yang berat tersebut, penyebab lainnya adalah belum berkembangnya sirip – sirip dan gelembung renag. Semua larva yang baru menetas biasanya mengumpul di dasar wadah. Hanya sesekali saja mencoba berenang vertikal sejauh beberapa sentimeter kemudian turun lagi kedasar. Gelembung renang tampak jelas berwarna hitam,saat larva berumur 30 jam. Pada saat itu larva sudah dapat berenang mendatar. Gerakan berenang larva betutu sangat lemah sehingga sering terombang – ambing terbawa arus air. Selama lebih kurang empat hari, kebutuhan makannya di penuhi dari bekal yang dibawanya sejak lahir, yakni kuning telur. Pada tahap selanjutnya, larva mulai butuh makanan luar. Dalam hal mencari makan pun larva betutu ini tergolong pasif, hanya memangsa makanan yang betul – betul dapat dijangkaunya. Pada umur 3 – 4 hari bekal kuning telur dan oil globule atau butir minyak terserap habis. Saat ini merupakan masa kritis dalam kehidupannya karenamakanan dari luar sudah mulai dibutuhkannya. Namun, sering kali ketiadaan makan yang cocok, betutu tak mampu melakukannya. Akibatnya, tidak sedikit larva betutu yang kemudian mati. Pada umur 4 hari, sudah tampak adanya tonjolan – tonjolan yang merupakan bakal sirip punggung kedua sirip dubur. Filamen insang juga sudah mulai tampak. Di duga insang mulai bekerja sebagai alat pernapasan tetap. Jari – jari sirip dada mulai terlihat pada hari ke tujuh. Larva sudah mulai dapat berenang cepat dan agak aktif mencari makan. Pada usia ini, lambungnya selalu penuh makanan. Pada umur 10 hari, tonjolan bakal sirip punggung kesatu sudah mulai tampak. Letaknya persis di depan sirip punggung kedua yang terbentuk lebih dahulu. Pada waktu ini bakal sirip perut mulai terlihat berupa tonjolan kecil, terletak di depan sirip dada. Pigmentasi terjadi larva menginjak usia dua minggu. Pigmen tersebut menyebar ke bagian sirip ekor. Sementara jari – jari sirip perut mulai tampak dan menjadi lengkap pada umur 17 hari, jumlahnya 6 buah. Pigmen sudah mulai menyebar ke seluruh tubuh, pada saat ini panjang total larva mencapai rata – rata 1 cm. Setelah berusia 21 hari, tubuh larva tampak gelap dan tidak transfaran lagi. Sisik mulai muncul di bagian batang ekor dan gurat sisi. Pada umur 25 hari, seluruh permukaan tubuh sudah tertutupi sisik, serta organ – organ tubuhnya telah lengkap sebagaimana ikan dewasa. Pada saat tersebut benih betutu panjangnya mencapai 1.5 cm, berat 32 mg, lebar mulutnya sekitar 2 mm. j. Pertumbuhan Dibandingkan ikan lain yang umum diperihara, pertumbuhan betutu termasuk lambat. Untuk mencapai ukuran konsumsi saja (kira – kira 1 – 2 ekor/kg) dibutuhkan waktu pemeliharan 2.5 tahun. Namun betutu yang telah mencapai bobot 50 g (umur 9 bulan) sudah dapat diberimakan ikan rucah (trash fish) sehingga pertumbuhannya dapat lebih di pacu. Pemberian ikan curah ini memungkinkan jangka pemeliharaan menjadi lebih pendek. Sampai umur 8 bulan, pertumbuhannya sangat lambat, dari umur 8 bulan hingga setahun, atau berat 50 g menjadi 70 g, tumbuh agak cepat. Pertumbuhan paling cepat terjadi bila sudah mencapai berat kira – kira 75 g, yakni pada saat ikan rucah yang di potong – potong menjadi menu utamanya. PERTUMBUHAN PANJANG DAN BERAT BETUTU YANG DIPELIHARA DI KOLAM Umur (Bulan) Panjang Rata – rata (cm) Berat Rata – rata (gram) 0 2 6 7 8 9 10 11 12 13 16 17 18 0.4 3.5 13.5 15.0 16.5 17.0 18.0 18.5 19.0 19.0 21.5 23.0 23.0 0.0002 0.6 33.5 42.5 53.0 55.0 66.0 72.0 77.0 100.0 130.0 175.0 200.0

2. USAHA BUDIDAYA IKAN BETUTU Indonesia mempunyai potensi sangat besar untuk mengembangkan usaha budi daya ikan betutu. Perairan umum sangat luas memberikan peluang sebesar – besarnya bagi pengembangan usaha tersebut. Pada hakikatnya, peluang usaha produksi betutu bukan terletak pada penangkapan, melainkan budi daya. Sebaiknya, budi daya betut dikerjakan secara terpadu, yakni kegiatan – kegiatannya seperti produksi benih, pembesaran, dan juga penyediaan pakan hidup / segar dilakukan dalam suatu lingkup usaha, tidak terpisah – pisah. Dengan demikian, diharapkan jadwal produksi serta penaksiran produksi dapat di atur dengan baik. a. Peluang Usaha di Balik Kelangkaan. Betutu mungkin belum sepopuler lel atau ikan mas. Di tempat – tempat penjualan ikan (pasar ikan), betutu jarang muncul sebagai komoditas yang diperjual belikan, kalaupun ada, hanya beberapa ekor saja. Mengingat harganya, betutu memiliki pangsa pasar yang cukup bergengsi, setidaknya untuk memasok restoran dan bahkan exsport. Pasar singapura masih terbuka lebar bagi para exsportir Indonesia, walaupun negara tetangga Thailand juga melakukannya. Dengan harga di tingkat pengumpul mencapai Rp. 85.000.- per kg, tidak di sangsikan lagi ikan ini akan menjadi primadona perikanan air tawar. Banyaknya permintaan exsport dengan harga yang cukup tinggi telah menempatkan betutu sebagai komoditas tangkapan yang selalu dicari, tanpa memperhitungkan dampak ekologinya. Kemampuan reproduksi alamiah betut memang mengkhawatirkan. Larva ikan ini tergolong paling kecil dibandingkan ikan air tawar lainnya. Karenanya, daya hidupnya pun sangat rendah. Tetasan yang berukuran kecil akan membutuhkan pakan (planton) yang jauh lebih kecil pula pada umumnya sulit tersedia dalam jumlah memadai. Belum lagi munculnya hewan – hewan pemangsa atau kebiasaan buruk kanibalisme, tentu akan semakin memperlemah laju perkembanganbiakan yang lambat tersebut. Kondisi itu membuat betutu sangat sensitif terhadap penangkapan. Campur tangan manusia sedikit saja akan segera berdampak luas terhadap pupolasi ikan ini. Upaya perlindungan, melalui pengaturan atau pelarangan penangkapan, berdasarkan beberapa contoh kasus, tampaknya akan sulit dilakukan. Dengan mempertimbangkan kelangkaannya, sementara harga jualnya relatif tinggi maka usaha pembudidayaan betutu dapat memberikan peluang yang cukup menarik. Lahan maupun modalnya dapat di sesuaikan dengan ketersediaan dan lemampuan. b. Pemilihan Lokasi Berpuluh waduk, sungai besar, dan rawa menunggu pemanfaatan lebih intensif melalui pengembangan budi daya ikan. Berikut ini adalah lokasi di Bandung Barat yang dimanfaatkan untuk pembudidayaan betutu. Waduk : Saguling Profil Waduk Saguling c. Pembudidayaan Kunci utama yang mesti dikuasai adalah pembenihan karena ketersediaan benih merupakan hal mutlak. Penyediaan benih, yang selama ini masih mengandalkan kemurahan alam, sebetulnya sudah dapat dilakukan secara terkendali. Dengan tekhnik yang sederhana (alami) pun, benih betutu dapat di produksi secara masal. Hasil – hasil percobaan memberikan gambaran mengenai mengenai prospek produksi benih betutu sebagi sesuatu yang cukup mudah dan tidak membutuhkan modal terlalu besar. Hanya saja, karena ikan ini belum terlalu populer maka masih jarang perternak yang mencoba mengusahakan pembenihannya. Pembudidayaan ikan betutu sedikitnya menyangkut dua tahap, yaklni produksi benih dan pembesaran. Tahap produksi benih maupun pembesaran dapat dilakukan terpadu ataupun terpisah, tergantung pada kepentingan dan ketersediaan unsur produksi. i. Produksi Benih Dari praktik yang sudah dilakukan para pengumpul ikan, benih betutu umumnya diperoleh dari alam dan siap ditebarkan lebih lanjut di kolam pembesaran sampai menjadi ikan ukuran konsumsi. Namun, benih betutu hasil tangkapan ini tidak dapat diandalkan karena secara jumlahmaupun ukuran tentu saja tidak mencukupi. Untukl itulah, pengadaan benih dengan pemijahan perlu di upayakan. Dalam tahap produksi benih, kegiatan yang dilakukan antara lain menyangkut 1) pemeliharaan induk atau calon induk hingga siap memijah, 2) pemijahan induk – induk ikan yang menghasilkan telur, 3) penetasan telur, dan 4) perawatan larva (burayak) hingga menjadi benih. ii. Pembesaran Kegiatan pembesaranmeliputi pemeliharaan benih dari ukuran 50 g hingga menjadi ikan konsumsi. Kegiatan ini membutuhkan waktu kira – kira 8 – 10 bulan. Data mengenai usaha pembesaran betutu masih sangat sedikit karena budidaya ikan ini belum populer dan kalupun ada masih sebatas penelitian para ahli. Pembesaran betutu di kolam di lakukan secara polikultur bersama ikan – ikan lain, misalnya karper. Di singapura, betutu dipelihara bersama karper untuk membasmi mujair yang sering kali menjadi hama atau pesaing dalam hal makan. Usaha pembesaran sistem monokurtur sudah di coba pula di saerah Bendungan Saguling Oleh Kelompok Tani Budidaya Boboso Saguling “TEUGA MO THU”. Pembesaran dengan sistem monokultur ini dikerjakan dalam keramba terapung. Hasil panennya cukup memberikan harapan, dapat mencapai 30 – 40 kg/m3/tahun. Namun, sayangnya kelanjutan usaha ini mendapat banyak kendala, salah satunya adalah belum tersedianya benih secara teratur, karena pada saat ini kami hanya baru mengambil benih di alam dengan penangkapan, itu pun sangat terbatas karena kelompok kami menyadarai ekosistem yang akan terjadi bila pengambilan dilakukan dengan besar – besaran, tanpa ada dukungan pembenihan yang dilakukan secara teratur. Padahal ikan ini memilki pasaran yang bagus di Singapura dan Hongkong. Bentuk usaha pembesaran lain, misalnya di dalam kolam air deras, belum ada yang mencoba. Datanya pun otomatis tidak ada. Bila melihat sifatnya yang pendiam, betutu memang kurang cocok di peliharan di lingkungan air deras. Model lain adalah dengan pembesaran di keramba dan hampang (pen-culture). Dengan teknik budi daya ini, usaha pembesaran bettutu ternyata sangat prospestif karena dapat dilakukan pada lahan relatif sempit dengan produksi yang cukup tinggi. d. Penyediaan Pakan. Ketersediaan pakan yang sesuai untuk betutu menjadi sangat penting. Sesuai dengan tabiatnya sebagi ikan buas, pakan untuk betutu harus berupa produk hewani, misal ikan rucah, udang (juka tersedia dengan harga murah), atau daging bekicot/keong. Pakan tersebut dapat dipasok dari nberbagi lokasi pendaratan ikan, di kulturkan sendiri, atau dengan cara menerapkan sistem budi daya polikultur. Yakni, pemeliharaan betutu bersama sama ikan nila atau mujair, yang akan menjadi santapannya, dan bahkan yang jelas ketersediaan pakan di seputar waduk Saguling cukup tersedia dan memadai. e. Jadwal Budi Daya Pembuatan jadwal budi daya menjadi sangat penting apabila dikaitkan dengan target produksi yang mesti di capai dalam waktu tertentu. Jadwal ini tentunya bersifat khas untuk setiap jenis ikan. Artinya, bagi setiap jenis ikan terdapat langkah – langkah dan persiapan tersendiri dalam pemeliharaannya. Namun, umumnya jadwal budi daya ikan terdiri atas tiga kegiatan pokok, yakni, pemijahan, pendederan, dan pembesaran. Jumlah, ukuran ikan, ukuran kolam, pakan, dan waktu yang dibutuhkan pada setiap tahap kegiatan tersebut tergantung pada jenis ikan dan target produksi yang hendak di capai. Jadwal budi daya secara garis besar mencakup kegiatan pemijahan dan penetasan telur, pendederan I, pendederan II, serta pembesaran. Jadwal tersebut dapat disesuaikan dengan k ondisi yang ada dan kesiapan fasilitasnya. Pada sistem usaha terpadu, yakni, semua asfek budi daya dikerjakan dalam satu lingkup, jadwal ini sangat menolong, baik dalam hal penyiapan benih, penyediaan pakan, maupun dalam memproduksi ikan siap jual.

JADWAL BUDI DAYA BETUTU Kegiatan Wadah Budi Daya Ukuran ikan Pakan Waktu Produksi Pemijahan Kolam tembok/tanah (8 – 200m2) 200 – 400 g Ikan rucah, udang, mujair Sepanjang tahun Penetasan telur Akuarium atau tangki - - 1 – 3 hari Pendederan I Bak/ Kkolam tembok (4 – 10 m2) 4 mm – 3 cm Fitoplankton, rolifera, artemia, moinasp, daphia sp, cacing lubifex, cincangan ikan segar 2 bulan Pendederan II Kolam tanah (50 – 200m2) 1 – 50 g cacing lubifex, daging bekicot/keong, ikan rucah, ikan seribu, udang 4 bulan Pembesaran Kolam tanah (50 – 200m2) 50 – 400 g Anak mujair, ikan rucah daging bekicot/keong 8 – 10 bulan Keramba ( 6 – 49 m2) 100 – 1000 g Ikan rucah 9 – 12 bulan Hampang (sekitar 8 m2) 150 – 500 g Ikan rucah, daging bekicot/ keong 6 bulan

f. Penaksiran Produksi Berapa jumlah benih yang dapat dihasilkan oleh sepasang induk dan berapa persen benih tersebut dapat tumbuh mencapai ukuran konsumsi? Berpa ton produksinya dalam satu siklus pemeliharaan? Pertanyaan – pertanyaan tersebut akan menjadi dasar bagi suatu usaha budi daya ikan. Dari hasil berbagai uji coba pemeliharaan betutu yang kami lakukan (Kelompok Tani Budidaya Boboso Saguling “TEUGA MO THU”), di dapat nilai – nilai yang memungkinkan dikaukannya prakiraan junlah produksi yang dpaat dicapai. Dalam kaitan ini, nilai produksi de didekati dari sudut biologinya, yakni tingkat keberhasilan hidup (survival rate) dan kecepatan tumbuh (grouwth rate). Jumlah produksi di telusuri mulai dari banyaknya telur yang dihasilkan seekor induk hingga tumbuh menjadi ikan siap konsumsi. Proses dari bentuk telur hingga tumbuh menjadi ikan siap konsumsi di istilahkan sebagai siklus, jangka waktunya sekitar 1.5 tahun.

PRAKIRAAN PRODUKSI BETUTU DALAM SATU SIKLUS PEMELIHARAAN Stadia Ukuran Panjang atau berat Jumlah populasi (%) Telur - 100 Larva 3.5 – 4. 0 mm 80 Benih 1 Bulan 1.5 cm 15 Benih 2 Bulan 3.0 cm (0.6 g) 12 Ikan Dewasa 175 – 200 g 8 Ikan Konsumsi 400 – 500 g 5

Di lapangan, nilai – nilai tersebut akansangat bervariasi, tergantung pada kondisi tempat, kelengkapan fasilitas, dan penguasaan terhadap tekhnologi. Setiap tahap budi daya dapat merupakan bagian yang terpisah – pisah, lain kondisi, dan lain tekhnologinya. Namun, dapat pula berupa suatu lingkup kegiatan terpadu. Nilai persentase tersebut. Merupakan hasil perbandinga dengan jumlah telur yang dihasilkan dan di buahi saat pemijahan induk. Larva adlah telur yang berhasil menetas, dengan derajat penetasan 80%. Larva yang berhasil lolos menjadi benih (juvenil) berumur 1 bulan adalah 20%, sementara yang dapat bertahan hidup sampai bulan kedua sekitar 75% dari jumlah juvenil 1 bulan. Setelah lepas masa pendederan I hingga mencapai umur dewasa (175 g), kelangsungan hidupnya mencapai 45% dan bila terus dipeliharan hingga ukuran konsumsi tingkat kelangsungan hidupnya sekitar 95%. Dari hasil percobaan yang dilakukan maka di taksir bahwa jumlah ikan yang lolos damnpai ukuran konsumsi (400 – 500 g) adalah sekitar 5% dari total telur yang dikeluarkan induk. g. Tata Niaga. Budi daya ikan dapat digolongkan sebagai usaha bermodal cukup besar yang perlu di dukung oleh keahlian dan teknolodi yang mantap. Kegiatan ini tentunya juga tidak sekadar memelihara ikan asal hidup, berbagai jenis input, prosedur produksi, dan nilai output yang dihasilkan harus di hitung secara cermat dengan pertimbangan untung – rugi, termasuk penguasaan terhadap tata niaganya. Singkatnya, budi daya ikan, termasuk ikan betutu, adalah sebuah bisnis. Mengacu pada konsep bisnis tersebut, sudah selayaknya kegiatan budi daya ikan menerapkan pola market oriented. Seluruh sistem yang akan dibangun harus mengacu pada kebutuhan pasar. Dari runutan tersebut dengan sendirinya akan muncul berbagai jenis ikan yang bernilai ekonomi tinggi, termasuk di dalamnya ikan betutu. Berdasarkan pertimbangan prospek pemasaran, risiko untung – rugi, dan penguasaan tekhnologi produksi maka sangatlah wajar bila hanya komoditas bernilai ekonomi tinggi yang diusahakan.


TATA NIAGA BETUTU


3. PEMIJAHAN DAN PRODUKSI BENIH Peternak betutu di sekitar waduk Saguling Oleh Kelompok Tani Budidaya Boboso Saguling “TEUGA MO THU” masih mengandalkan pengambilan bibit dari alam............(bendungan saguling)dan dikelola di bawah naungan Karang Taruna Kecamatan Cipongkor http://www.facebook.com/groups/171411649583038/

Referensi

  1. ^ a b c d Oxyeleotris marmorata, Marble goby pada laman FishBase.org, diakses 25/04/2008
  2. ^ a b c Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, dan S. Wirjoatmodjo. 1993. Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Periplus dan Proyek EMDI KMNKLH. Jakarta. p.186
  3. ^ Soewardi, K. 2006. Studi Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata Bleeker) di Sungai Cisadane dan Waduk Saguling, Jawa Barat. Jurnal Natur Indonesia 8 (2): 105 – 113. Abstract.

Pranala luar