Tanailandu, Mawasangka, Buton Tengah
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Tanailandu adalah desa di Kecamatan Mawasangka, Kabupaten Buton dan , Sulawesi Tenggara. Berdasarkan UU No.15 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Buton Tengah, maka Desa Tanaialndu masuk daerah Kabupaten Buton Tengah. Desa Tanailandu biasa orang menyebutnya Wasindoli atau kampobaru (kampung Baru), 6 km dari pusat kecamatan Mawasangka dengan jalan aspal dan pengerasan.
Desa Tanailandu yang ditempati sekarang adalah kampung baru hasil dari perpindahan dari kampung lama sekitar tahun 1970-an, sekitar 15 km dari kampung sekarang atau di pertengaan desa Kadete dan Polidu. Desa Tanailandu dulunya adalah sebuah kerajaan Bonto Tanailandu yang daerahnya Wasindoli (kampung lama) yang merupakan bagian dari kesultanan Buton bahkan menjadi nama kamboru dari 12 kamboru-boru (istilah sekarang Partai besar yang berhak mengusulkan/menjadi sultan Buton). Sisa peninggalan berupa benteng yang mengelilingi perkampungan sampai sekarang masih bisa disaksikan, walaupun batu-batu benteng sudah banyak diambil sebagai bahan bangunan.
Desa tanailandu Terdiri atas tiga dusun, dipimpin oleh kepala Desa yang bernama La Harisu, Darman (2012-2018/sekarang) Desa Tanailandu mendapat Tambahan Wilayah (2006) dan warga dari Suku Bajau/Bajo (suku nomeden yang tinggal di perahu) yang hampir ada diseluruh dunia salah satunya yang terdapat di desa Tanailandu, yang pada tahun 90-an membentuk komunitas perkampungan tetap di laut dekat Desa Tanailandu. Penduduk Tanailandu termasuk perantau banyak tersebar di beberapa daerah di Indonesia sebagai perantau terutama di Kota Balikpapan dan membentuk paguyuban Kerukunan Keluarga Tanailandu (KKT) yang diketuai H. La Daisa.
Desa tanailandu juga mempunyai Hutan Mangrove (bakau) yang cukup luas dan subur di sepanjang garis pantainya dan menjadi tempat hidup kepiting, walaupun mengalami berbagai kerusakan akibat pembukaan tambak.
Dengan penduduk sekitar 500 jiwa, yang seluruhnya beragama Islam, mata pencaharian penduduknya adalah sebagai petani dan nelayan. Komoditas yang dihasilkan antara lain; jambu mete, rumput laut, ubi, jagung, rumput laut, dll. Fasilitas Pendidikan: TK Sangia Jampaka (TK Negeri), SDN Tanailandu, SMPN 3 Mawasangka dan SMKN 1 Mawasangka dengan jurusan komputer dan elektronika. Fasilitas ibadah satu buah Masjid, yaitu Masjid Babuttaqwa, Fasilitas lain PDAM yang merupakan bantuan dari LSM Internasional (Jerman) yang berasal dari sumber mata air alam yang sangat jernih di dalam goa di hutan sekitar 10 km dari kampung, yang juga melayani di desa sekitarnya; desa Banga, keluarahan Mawasangka, Polindu, Tampunawau, dll. Fasilitas kesehatan berupa puskesmas, Penerangan PLN 24 jam, serta komunikasi sudah bisa dengan jaringan Telkomsel.
Kegiatan olahraga untuk pemuda ada club Bola PERSETAN (Persatuan Sepak bola Tanailandu)[1] yang sering mengikuti perlombaan antar desa dalam perayaan HUT RI, atau HUT kecamatan. Mempunyai organisasi pelajarnya yang mahasiswanya juga tersebar di beberapa kota seperti di Kendari, Bau-bau, Gorontalo, di Jawa, walaupun masih dalam jumlah yang sedikit.
Makanan pokok; Jagung, ubi kayu, dan beras karena semakin berkurangnya kebun dan bervariasinya mata pencaharian warga sehingga makanan pokok banyak beralih ke beras. Nama-nama makanan khas, kambewe (dari jagung muda) biasanya ada ketika pertengahan panen jagung, kantovi (ubi hasil parut yang dikukus), kasinole (ubi), kambuse (jagung tua rebus), dll, biasnya hasil olahan jagung dan ubi, sedangkan pada hari raya biasanya masayarakat membuat lapa (beras).
Tokoh-tokoh Tanailandu 1. H. La Daisa (Balikpapan) 2. Dr. Erman, M.Pd (Dosen Univ. Negeri Surabaya) <ref>http://www.profildosen.com/detail/0005067105.html 3. La Rifai (Balikpapan) 4. La Suruhi (Mawasangka-Buton) 5. La Wahid, SP (Balikpapan) 6. La Edi Nur Harisu (Balikpapan) 7. La Osi, ST (Balikpapan) 8. La Patola (Mawasangka) 9. La Hanafi, M.Si (Ambon) 10. DRS. Hasa Pesa, M.Pd (Tanailandu) 11. La Harisu (Tanailandu) 12 Rafiudin