Hibridisasi orbital

Sejarah perkembangan

Teori hibridisasi dipromosikan oleh kimiawan Linus Pauling[1] dalam menjelaskan struktur molekul seperti metana (CH4). Secara historis, konsep ini dikembangkan untuk sistem-sistem kimia yang sederhana, namun pendekatan ini selanjutnya diaplikasikan lebih luas, dan sekarang ini dianggap sebagai sebuah heuristik yang efektif untuk merasionalkan struktur senyawa organik.

Teori hibridisasi tidaklah sepraktis teori orbital molekul dalam hal perhitungan kuantitatif. Masalah-masalah pada hibridisasi terlihat jelas pada ikatan yang melibatkan orbital d, seperti yang terdapat pada kimia koordinasi dan kimia organologam. Walaupun skema hibridisasi pada logam transisi dapat digunakan, ia umumnya tidak akurat.

Sangatlah penting untuk dicatat bahwa orbital adalah sebuah model representasi dari tingkah laku elektron-elektron dalam molekul. Dalam kasus hibridisasi yang sederhana, pendekatan ini didasarkan pada orbital-orbital atom hidrogen. Orbital-orbital yang terhibridisasikan diasumsikan sebagai gabungan dari orbital-orbital atom yang bertumpang tindih satu sama lainnya dengan proporsi yang bervariasi. Orbital-orbital hidrogen digunakan sebagai dasar skema hibridisasi karena ia adalah salah satu dari sedikit orbital yang persamaan Schrödingernya memiliki penyelesaian analitis yang diketahui. Orbital-orbital ini kemudian diasumsikan terdistorsi sedikit untuk atom-atom yang lebih berat seperti karbon, nitrogen, dan oksigen. Dengan asumsi-asumsi ini, teori hibridisasi barulah dapat diaplikasikan. Perlu dicatat bahwa kita tidak memerlukan hibridisasi untuk menjelaskan molekul, namun untuk molekul-molekul yang terdiri dari karbon, nitrogen, dan oksigen, teori hibridisasi menjadikan penjelasan strukturnya lebih mudah.

Teori hibridisasi sering digunakan dalam kimia organik, biasanya digunakan untuk menjelaskan molekul yang terdiri dari atom C, N, dan O (kadang kala juga P dan S). Penjelasannya dimulai dari bagaimana sebuah ikatan terorganisasikan dalam metana.

Hibrid sp3

Hibridisasi menjelaskan atom-atom yang berikatan dari sudut pandang sebuah atom. Untuk sebuah karbon yang berkoordinasi secara tetrahedal (seperti metana, CH4), maka karbon haruslah memiliki orbital-orbital yang memiliki simetri yang tepat dengan 4 atom hidrogen. Konfigurasi keadaan dasar karbon adalah 1s2 2s2 2px1 2py1 atau lebih mudah dilihat:

 

(Perhatikan bahwa orbital 1s memiliki energi lebih rendah dari orbital 2s, dan orbital 2s berenergi sedikit lebih rendah dari orbital-orbital 2p)

Teori ikatan valensi memprediksikan, berdasarkan pada keberadaan dua orbital p yang terisi setengah, bahwa C akan membentuk dua ikatan kovalen, yaitu CH2. Namun, metilena adalah molekul yang sangat reaktif (lihat pula: karbena), sehingga teori ikatan valensi saja tidak cukup untuk menjelaskan keberadaan CH4.

Lebih lanjut lagi, orbital-orbital keadaan dasar tidak bisa digunakan untuk berikatan dalam CH4. Walaupun eksitasi elektron 2s ke orbital 2p secara teori mengizinkan empat ikatan dan sesuai dengan teori ikatan valensi (adalah benar untuk O2), hal ini berarti akan ada beberapa ikatan CH4 yang memiliki energi ikat yang berbeda oleh karena perbedaan aras tumpang tindih orbital. Gagasan ini telah dibuktikan salah secara eksperimen, setiap hidrogen pada CH4 dapat dilepaskan dari karbon dengan energi yang sama.

Untuk menjelaskan keberadaan molekul CH4 ini, maka teori hibridisasi digunakan. Langkah awal hibridisasi adalah eksitasi dari satu (atau lebih) elektron:

 

Proton yang membentuk inti atom hidrogen akan menarik salah satu elektron valensi karbon. Hal ini menyebabkan eksitasi, memindahkan elektron 2s ke orbital 2p. Hal ini meningkatkan pengaruh inti atom terhadap elektron-elektron valensi dengan meningkatkan potensial inti efektif.

Kombinasi gaya-gaya ini membentuk fungsi-fungsi matematika yang baru yang dikenal sebagai orbital hibrid. Dalam kasus atom karbon yang berikatan dengan empat hidrogen, orbital 2s (orbital inti hampir tidak pernah terlibat dalam ikatan) "bergabung" dengan tiga orbital 2p membentuk hibrid sp3 (dibaca s-p-tiga) menjadi

 

Pada CH4, empat orbital hibrid sp3 bertumpang tindih dengan orbital 1s hidrogen, menghasilkan empat ikatan sigma. Empat ikatan ini memiliki panjang dan kuat ikat yang sama, sehingga sesuai dengan pengamatan.

  sama dengan  

Sebuah pandangan alternatifnya adalah dengan memandang karbon sebagai anion C4−. Dalam kasus ini, semua orbital karbon terisi:

 

Jika kita menrekombinasi orbital-orbital ini dengan orbital-s 4 hidrogen (4 proton, H+) dan mengijinkan pemisahan maksimum antara 4 hidrogen (yakni tetrahedal), maka kita bisa melihat bahwa pada setiap orientasi orbital-orbital p, sebuah hidrogen tunggal akan bertumpang tindih sebesar 25% dengan orbital-s C dan 75% dengan tiga orbital-p C. HaL ini sama dengan persentase relatif antara s dan p dari orbital hibrid sp3 (25% s dan 75% p).

Menurut teori hibridisasi orbital, elektron-elektron valensi metana seharusnya memiliki tingkat energi yang sama, namun spektrum fotoelekronnya [2] menunjukkan bahwa terdapat dua pita, satu pada 12,7 eV (satu pasangan elektron) dan saty pada 23 eV (tiga pasangan elektron). Ketidakkonsistenan ini dapat dijelaskan apabila kita menganggap adanya penggabungan orbital tambahan yang terjadi ketika orbital-orbital sp3 bergabung dengan 4 orbital hidrogen.

Hibrid sp2

Senyawa karbon ataupun molekul lainnya dapat dijelaskan seperti yang dijelaskan pada metana. Misalnya etilena (C2H4) yang memiliki ikatan rangkap dua di antara karbon-karbonnya. Struktur Kekule metilena akan tampak seperti:

 
Ethene Lewis Structure. Each C bonded to two hydrogens and one double bond between them.

Karbon akan melakukan hibridisasi sp2 karena orbtial-orbital hibrid hanya akan membentuk ikatan sigma dan satu ikatan pi seperti yang disyaratkan untuk ikatan rangkap dua di antara karbon-karbon. Ikatan hidrogen-karbon memiliki panjang dan kuat ikat yang sama. Hal ini sesuai dengan data percobaan.

Dalam hibridisasi sp2, orbital 2s hanya bergabung dengan dua orbital 2p:

 

membentuk 3 orbital sp2 dengan satu orbital p tersisa. Dalam etilena, dua atom karbon membentuk sebuah ikatan sigma dengan bertumpang tindih dengan dua orbital sp2 karbon lainnya dan setiap karbon membentuk dua ikatan kovalen dengan hidrogen dengan tumpang tindih s-sp2 yang bersudut 120°. Ikatan pi antara atom karbon tegak lurus dengan bidang molekul dan dibentuk oleh tumpang tindih 2p-2p (namun, ikatan pi boleh terjadi maupun tidak).

Jumlah huruf p tidaklah seperlunya terbatas pada bilangan bulat, yakni hibridisasi seperti sp2.5 juga dapat terjadi. Dalam kasus ini, geometri orbital terdistorsi dari yang seharusnya. Sebagai contoh, seperti yang dinyatakan dalam kaidah Bent, sebuah ikatan cenderung untuk memiliki huruf-p yang lebih banyak ketika ditujukan ke substituen yang lebih elektronegatif.

Hibrid sp

Ikatan kimia dalam senyawa seperti alkuna dengan ikatan rangkap tiga dijelaskan dengan hibridisasi sp.

 

Dalam model ini, orbital 2s hanya bergabung dengan satu orbital-p, menghasilkan dua orbital sp dan menyisakan dua orbital p. Ikatan kimia dalam asetilena (etuna) terdiri dari tumpang tindih sp-sp antara dua atom karbon membentuk ikatan sigma, dan dua ikatan pi tambahan yang dibentuk oleh tumpang tindih p-p. Setiap karbon juga berikatan dengan hidrogen dengan tumpang tindih s-sp bersudut 180°.

Hibridisasi dan bentuk molekul

Hibridisasi membantuk kita dalam menjelaskan bentuk molekul:

Jenis molekul Utama kelompok Logam transisi[3]
AX2
  • Linear (180°)
  • hibridisasi sp
  • E.g., CO2
  • Tekuk (90°)
  • hibridisasi sd
  • E.g., VO2+
AX3
  • Datar trigonal (120°)
  • hibridisasi sp2
  • E.g., BCl3
  • Piramida trigonal (90°)
  • hibridisasi sd2
  • E.g., CrO3
AX4
  • Tetrahedral (109.5°)
  • hibridisasi sp3
  • E.g., CCl4
  • Tetrahedral (109.5°)
  • hibridisasi sd3
  • E.g., MnO4
AX5 -
  • Piramida persegi (73°, 123°)[4]
  • hibridisasi sd4
  • E.g., Ta(CH3)5
AX6 -
  • Prisma trigonal (63.5°, 116.5°)[4]
  • hibridisasi sd5
  • E.g., W(CH3)6

Secara umum, untuk sebuah atom dengan orbital s dan p yang membentuk hibrid hi dengan sudut  , maka berlaku: 1 +  i j cos( ) = 0. Rasio p/s untuk hibrid i adalah  i2, dan untuk hibrid j  j2. Dalam kasus khusus hibrdid dengan atom yang sama, dengan sudut  , persamaan tersebut akan tereduksi menjadi 1 +  2 cos( ) = 0. Sebagai contoh, BH3 memiliki geometri datar trigonal, sudut ikat 120o, dan tiga hibrid yang setara. Maka 1 +  2 cos( ) = 0 menjadi 1 +  2 cos(120o) = 0, berlaku juga  2 = 2 untuk rasio p/s. Dengan kata lain terdapat hibrid sp2 seperti yang diperkirakan dari daftar di atas.

molekul hipervalen[5] (Resonansi)
Jenis molekul Utama kelompok Logam transisi
AX2 - Linear (180°)
Berkas:Di silv.svg
AX3 - Datar trigonal (120°)
Berkas:Tri copp.svg
AX4 - Tetrahedral (109.5°)
Berkas:Tetra nick.svg
Datar persegi (90°)
Berkas:Tetra plat.svg
AX5 Bipiramida trigonal (90°, 120°) Bipiramida trigonal,
Piramida persegi[6]
 
AX6 Oktahedral (90°) Oktahedral (90°)
  Berkas:Hexa moly.svg
AX7 Bipiramida pentagonal (90°, 72°) Bipiramida pentagonal,
oktahedral dengan sudut tambahan,
Piramida persegi dengan sudut tambahan[7]
 

Teori hibridisasi vs. Teori orbital molekul

Teori hibridisasi adalah bagian yang tak terpisahkan dari kimia organik dan secara umum didiskusikan bersama dengan teori orbital molekul dalam buku pelajaran kimia organik tingkat lanjut. Walaupun teori ini masih digunakan secara luas dalam kimia organik, teori hibridisasi secara luas telah ditinggalkan pada kebanyakan cabang kimia lainnya. Masalah dengan teori hibridisasi ini adalah kegagalan teori ini dalam memprediksikan spektra fotoelektron dari kebanyakan molekul, meliputi senyawa yang paling dasar seperti air dan metana. Dari sudut pandang pedagogi, pendekatan hibridisasi ini cenderung terlalu menekankan lokalisasi elektron-elektron ikatan dan tidak secara efektif mencakup simetri molekul seperti yang ada pada teori orbital molekul.

Referensi

  1. ^ L. Pauling, J. Am. Chem. Soc. 53 (1931), 1367
  2. ^ photo electron spectrum of methane 1 photo electron spectrum of methane 2
  3. ^ Weinhold, Frank; Landis, Clark R. (2005). Valency and bonding: A Natural Bond Orbital Donor-Acceptor Perspective. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 381–383. ISBN 0-521-83128-8. 
  4. ^ a b Martin Kaupp Prof. Dr. (2001). ""Non-VSEPR" Structures and Bonding in d(0) Systems". Angew Chem Int Ed Engl. 40 (1): 3534–3565. doi:10.1002/1521-3773(20011001)40:19<3534::AID-ANIE3534>3.0.CO;2-#. 
  5. ^ David L. Cooper , Terry P. Cunningham , Joseph Gerratt , Peter B. Karadakov , Mario Raimondi (1994). "Chemical Bonding to Hypercoordinate Second-Row Atoms: d Orbital Participation versus Democracy". Journal of the American Chemical Society. 116 (10): 4414–4426. doi:10.1021/ja00089a033. 
  6. ^ Angelo R. Rossi, Roald. Hoffmann (1975). "Transition metal pentacoordination". Inorganic Chemistry. 14 (2): 365–374. doi:10.1021/ic50144a032. 
  7. ^ Roald. Hoffmann , Barbara F. Beier , Earl L. Muetterties , Angelo R. Rossi (1977). "Seven-coordination. A molecular orbital exploration of structure, stereochemistry, and reaction dynamics". Inorganic Chemistry. 16 (3): 511–522. doi:10.1021/ic50169a002. 

Lihat pula

Pranala luar