Genosida penduduk asli Brasil
Kejadian yang digambarkan sebagai genosida penduduk asli (masyarakat adat) di Brasil dimulai dengan kolonisasi portugis di Amerika, ketika Pedro Alvares Cabral melakukan pendaratan pada tahun 1500 di tempat yang sekarang menjadi negara Brasil. Hal ini memulai proses yang berujung pada depopulasi masyarakat adat di Brasil, karena penyakit dan kekerasan yang dilakukan oleh pendatang dari Eropa, dan mereka digantikan secara bertahap dengan pendatang dari Eropa dan Afrika. Proses ini digambarkan sebagai genosida, dan berlanjut ke era modern dengan berlangsungnya penghancuran masyarakat adat di wilayah Amazon.[1][2]
Lebih dari 80 suku asli punah antara tahun 1900 dan tahun 1957, dan populasi penduduk pribumi menurun lebih dari 80%, dari sekitar satu juta menjadi sekitar dua ratus ribu.[3] Konstitusi Brasil tahun 1988 mengakui hak masyarakat adat untuk menempuh cara hidup tradisional dan kepemilikan permanen dan eksklusif atas "tanah adat", yang didefinisikan sebagai Wilayah Adat.[4] Dalam prakteknya, bagaimanapun, masyarakat adat Brazil masih menghadapi sejumlah ancaman eksternal dan tantangan terhadap keberlangsungan eksistensi dan warisan budaya mereka.[5] Proses penentuan batas-batas lahan berjalan lambat dan seringkali melibatkan proses hukum yang panjang—dan FUNAI tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menegakkan perlindungan hukum atas tanah adat.[6][5][7][8][9]
Sejak tahun 1980-an telah terjadi eksploitasi hutan hujan Amazon secara masif untuk pertambangan, penebangan, dan peternakan sapi, menimbulkan ancaman serius bagi penduduk asli di wilayah tersebut. Pendatang yang merambah tanah adat secara ilegal terus merusak lingkungan yang merupakan bagian penting dari tatanan kehidupan tradisional masyarakat adat, memprovokasi terjadinya bentrokan fisik dan menyebarkan penyakit.[5] orang-Orang seperti Akuntsu dan Kanoê telah terbawa ke ambang kepunahan dalam tiga dekade terakhir.[10][11] Pada 13 November 2012, asosiasi masyarakat adat nasional dari Brasil APIB menyerahkan dokumen hak asasi yang berisi keluhan tentang rancangan peraturan baru di Brazil yang akan semakin mengikis hak-hak mereka jika disahkan.[12]
Beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) telah terbentuk akibat penganiayaan yang terus terjadi kepada masyarakat adat di Brasil, dan telah menghadirkan tekanan internasional pada negara setelah Laporan Figueiredo yang mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia secara masif dirilis.
Pelanggaran hak asasi tersebut dideskripsikan sebagai genosida, ethnosida dan genosida budaya.
Suku yang terkena dampak
Di tahun 1940-an negara dan Indian Protection Service (IPS) secara paksa memindahkan suku Aikanã, Kanôc, Kwazá dan Salamái untuk bekerja pada perkebunan karet. Selama perjalanan banyak dari masyarakat adat yang mati kelaparan, masyarakat yang selamat dalam perjalanan ditempatkan di pemukiman IPS yang disebut Posto Ricardo Franco. Tindakan ini mengakibatkan suku Kanôc berada di ambang kepunahan.[13]
Kejadian etnosida Yanomami terdokumentasi dengan baik, diperkirakan sekitar sembilan ribu saat ini hidup di drainase Upper Orinoco di Brazil dan lebih dari lima belas ribu di Venezuela.[14] LSM Survival International telah melaporkan bahwa sepanjang tahun 1980-an hingga empat puluh ribu pendulang emas ilegal memasuki wilayah Yanomami membawa penyakit yang masyarakat Yanomami tidak memiliki kekebalan terhadapnya, pemburu emas menembak dan menghancurkan seluruh desa, dan Survival International memperkirakan bahwa terdapat hingga 27 persen masyarakat Yanomami yang mati dalam waktu tujuh tahun.[15]
Kawasan suku Uru-Eu-Wau-Wau, yang wilayahnya telah dilindungi oleh undang-undang sejak tahun 1991, dimasuki pendatang sekitar 800 orang pada tahun 2007. Para pemimpin suku bertemu dengan otoritas sipil dan menuntut untuk mengusir pendatang. Suku yang mulai berhubungan dengan masyarakat modern pada tahun 1981 ini mengalami penurunan pada populasi secara signifikan setelah pendatang dan penambang membawa penyakit. Suku Uru-Eu-Wau-Wau yang saat ini tersisa diperkirakan tinggal beberapa ratus saja.[16]
Penjajahan Portugis
Selama penjajahan Portugis di America, Cabral melakukan pendaratan di lepas pantai atlantik. Selama dekade berikutnya Tupí, Tapuya dan suku-suku lain yang tinggal di sepanjang pantai mengalami depopulasi drastis akibat penyakit dan kekerasan. Proses perkawinan antar ras antara kalangan Portugis dan penduduk setempat juga terjadi.[17] Dari 2,5 juta masyarakat adat yang telah tinggal di wilayah yang sekarang menjadi negara Brasil, kurang dari 10 persen bertahan hingga tahun 1600-an.[1] Alasan utama untuk depopulasi adalah penyakit seperti cacar yang berkembang jauh melampaui kecepatan pergerakan kaum Eropa pendatang.[18]
Reaksi Negara Brazil
Pada tahun 1952, Brasil telah meratifikasi konvensi genosida dan pasal II konvensi tersebut dimasukkan ke hukum pidana negara.[19] Sewaktu statuta sedang disusun, Brasil menentang masuknya genosida budaya, mengklaim bahwa beberapa kelompok minoritas dapat menggunakannya untuk menentang asimilasi normal yang terjadi di negara baru. Menurut Larry May, profesor hukum dari Vanderbilt University, argumen yang dikemukakan oleh Brasil sangat signifikan, tapi tetap tidak boleh mengesampingkan genosida budaya, dan jenis genosida tersebut harus dimasukkan dalam definisi genosida.[20]
Pada tahun 1967 jaksa penuntut umum Jader de Figueiredo Correia, menyampaikan Laporan Figueiredo ke rezim diktator yang saat itu berkuasa. Laporan, yang berisi tujuh ribu halaman, disembunyikan selama lebih dari empat puluh tahun. Pembukaan dokumen tersebut direspon dengan kemarahan dari dunia internasional. Dokumen yang ditemukan kembali sedang diperiksa oleh Komisi Kebenaran Nasional (National Truth Commission) yang ditugaskan menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada periode 1947 hingga tahun 1988. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa IPS telah memperbudak masyarakat adat, menyiksa anak-anak, dan merampas lahan. Komisi tersebut berpendapat bahwa seluruh suku di Maranhão telah punah dan di Mato Grosso, serangan pada 30 Cinturão Largo hanya menyisakan dua orang yang selamat. Laporan ini juga menyatakan bahwa pemilik lahan dan anggota IPS telah memasuki desa-desa terpencil dan dengan sengaja membawa virus cacar. Dari 134 orang yang diduga terlibat, negara sampai saat ini belum memperkarakan satu pun diantaranya.[21] Laporan ini juga menjelaskan dengan rinci tindakan pembunuhan massal, pemerkosaan, dan penyiksaan. Figueiredo menyatakan bahwa tindakan IPS telah menyebabkan masyarakat adat dekat dengan kepunahan. Pemerintah Brazil membubarkan IPS setelah laporan tersebut dirilis. Organisasi Palang Merah melakukan penyelidikan setelah muncul tudingan tetap dilakukannya pembersihan etnis walau IPS telah dibubarkan.[22][23]
Pada tahun 1992, sebuah kelompok yang mengincar emas mencoba untuk melakukan genosida terhadap suku Yanomami. Sebuah laporan dari seorang antropolog, yang diajukan sebagai bukti dalam persidangan, menyatakan bahwa masuknya penyusup ke wilayah Yanomami memiliki efek buruk pada kehidupan mereka, karena para penyusup ini membawa penyakit. Mereka juga telah mengontaminasi sungai yang Yanomami gunakan sebagai sumber makanan.[19] PBB melaporkan bahwa ribuan warga suku Yanomami telah tewas karena pemerintah Brasil gagal untuk menegakkan hukum, dan bahkan setelah wilayah suku Yanomami telah ditetapkan sebagai wilayah masyarakat adat negara tidak menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk menghentikan masuknya penambang emas ilegal. Penambang ini telah menyebabkan kebakaran hutan masif yang berujung pada kehancuran ekstensif lahan pertanian maupun hutan hujan.[24]
Reaksi internasional
At the 1992 Earth Summit in Brazil the Kari-Oka Declaration and the Indigenous Peoples Earth Charter were presented by the representatives of indigenous peoples from around the world. The Kari-Oka Declaration states "We continue to maintain our rights as peoples despite centuries of deprivation, assimilation and genocide". The declaration also asserted that the genocide convention must be amended so as to include the genocide of indigenous peoples.[25] The International Work Group for Indigenous Affairs (IWGIA) was founded in 1968 in response to the genocide of indigenous peoples in Brazil and Paraguay, and in 1969 Survival International was founded in London as a response to the atrocities, theft of land and genocide occurring in the Brazilian Amazon. In 1972 anthropologists from Harvard university founded Cultural survival.[26]
Referensi
- ^ a b Churchill, Ward (2000). Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Churchill 2000 p433" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ Scherrer, Christian P. (2003). Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Scherrer 2003 p294" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ Hinton, Alexander L. (2002). Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Hinton 2002 p57" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ Federal Constitution of Brazil.
- ^ a b c "2008 Human Rights Report: Brazil". United States Department of State: Bureau for Democracy, Human Rights and Labor. 25 February 2009. Diakses tanggal 24 March 2011.
- ^ "Indigenous Lands > Introduction > About Lands". Povos Indígenas no Brasil. Instituo Socioambiental (ISA). Diakses tanggal 24 March 2011.
- ^ Borges, Beto; Combrisson, Gilles. "Indigenous Rights in Brazil: Stagnation to Political Impasse". South and Meso American Indian Rights Center. Diakses tanggal 24 March 2011.
- ^ Schwartzman, Stephan; Valéria Araújo, Ana; Pankararú, Paulo (1996). "Brazil: The Legal Battle Over Indigenous Land Rights". NACLA Report on the Americas. 29 (5). Diakses tanggal 24 March 2011.
- ^ "Brazilian Indians 'win land case'". BBC News. 11 December 2008. Diakses tanggal 24 March 2011.
- ^ Instituto Socioambiental (ISA). "Introduction > Akuntsu". Povos Indígenas no Brasil. Diakses tanggal 8 March 2011.
- ^ Instituto Socioambiental (ISA). "Introduction > Kanoê". Povos Indígenas no Brasil. Diakses tanggal 8 March 2011.
- ^ "English version of human rights complaint document submitted to the United Nations by the National Indigenous Peoples Organization from Brazil (APIB)". Earth Peoples. 13 November 2012. Diakses tanggal 19 November 2012.
- ^ Van Der Voort, Hein (2004). Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Van Der Voort 2004 p5" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ Haviland, William A.; Harald E. L. Prins; Dana Walrath (2013). Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Haviland 2013 p628" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ Davi, Kopenawa Yanomami (2013). Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Kopenawa Yanomami 2013" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ International, Survival. Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Survival International 2007" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ Darcy Ribeiro – O Povo Brasileiro, Vol. 07, 1997 (1997), pp. 28 to 33; 72 to 75 and 95 to 101.
- ^ "Unnatural Histories - Amazon". BBC Four.
- ^ a b Quigley, John B. (2006). Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Quigley 2006 p48" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ May, Larry (2010). Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "May 2010 p103" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ Watts, Jonathan; Jan Rocha (19 May 2013). Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Watts 19 May 2013" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ Garfield, Seth (2001). Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Garfield 2001 p143" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ Warren, Jonathan W. (2001). Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Warren 2001 p84" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ Travis, Hannibal (2013). Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Travis 2013 pp147-148" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ Totten, Samuel; Robert K. Hitchcock (2010). Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Totten 2010 p4" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ Morgan, Rhiannon (2011). Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Morgan 2011 p65" didefinisikan berulang dengan isi berbeda