Mesias

Istilah untuk utusan Tuhan bagi umat Yahudi
Revisi sejak 26 Oktober 2016 23.50 oleh JohnThorne (bicara | kontrib) (Perbaikan)

Mesias (berasal dari bahasa Ibrani mashiah) berarti "yang diurapi".[1] Di dalam bahasa Yunani, kata mesias diterjemahkan dengan kata kristos, dan dari situlah dikenal sebutan Kristus yang menjadi salah satu gelar Yesus.[1] Sebutan mesias berakar dari pengertian Yahudi mengenai seorang tokoh pada masa depan yang akan datang sebagai wakil Allah untuk membawa keselamatan bagi umat Yahudi.[2] Konsep mesianik ini dikenal juga di dalam agama-agama yang berakar dari Abraham, yakni kekristenan dan Islam. Di dalam kekristenan, Yesus Kristus dipercaya sebagai mesias yang telah dinanti-nantikan untuk membawa keselamatan dari Allah kepada manusia.[1][2] Sedangkan di dalam Islam, konsep mesianik terdapat di dalam pemahaman Islam mengenai Isa/Yesus yang akan datang pada hari penghakiman untuk mengalahkan dajjal.[3] Pemahaman ini tidak terdapat di dalam Quran, melainkan bersumber dari Hadis.[3]

Yesus, diyakini oleh umat Kristiani sebagai mesias

Kata mesias merujuk kepada orang yang diurapi Allah, sesuai kebiasaan Israel kuno yang melihat tindakan pengurapan sebagai tanda pemilihan dan pengudusan Allah.[4] Orang yang diurapi dianggap sebagai milik Allah dan mendapat tugas khusus.[4] Tokoh-tokoh yang dilantik dengan pengurapan biasanya raja dan imam, ataupun tokoh yang dipilih oleh Tuhan sendiri.[4] Di dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama, istilah tersebut dikenakan kepada Raja dari orang-orang Yahudi yang diurapi saat peristiwa pelantikan dirinya (bdk. 1 Samuel 10:1, Mazmur 2:2).[5]

Perkembangan Konsep Mesianik

Pada Masa Sebelum Pembuangan

Konsep mesias kemudian mengalami perubahan dengan bertambahnya aspek pengharapan pada masa depan setelah masa pemerintahan raja Daud berakhir.[1] Tampaknya pada masa-masa tersebut, kecuali era Salomo, raja-raja yang memerintah Israel tidak mampu memerintah sebaik Daud, bahkan membawa Israel kepada kemunduran dan keterpecahan.[4] Karena itulah, umat mendambakan sosok mesias seperti Daud yang akan membawa Israel ke situasi yang lebih baik.[4] Di sini, Daud menjadi gambaran ideal akan seorang pemimpin Israel untuk generasi-generasi selanjutnya.[6] Mesias tersebut digambarkan dengan ciri-ciri khusus, seperti berasal dari garis keturunan Daud, seorang penyelamat dan raja pemenang yang akan memimpin umat Israel, dan ia bahkan akan memiliki kemuliaan yang melebihi Daud.[4] Nabi-nabi adalah pihak yang turut menyebarkan konsep mesias tersebut di kalangan umat Yahudi.[2][1] Para nabi, antara lain Nabi Amos, Nabi Yesaya, dan Nabi Mikha, mewartakan nubuat mesianik sebagai kritik terhadap situasi Israel yang penuh ketidakadilan ataupun ketika umat ataupun raja berjalan menyimpang dari perintah Allah.[2]

Masa Pembuangan

Pada tahun 587 SM, kerajaan Israel Selatan atau kerajaan Yehuda dikalahkan oleh Babel, sehingga sebagian besar penduduknya dibawa ke Pembuangan di Babel.[5] Selama masa Pembuangan tersebut, pengharapan mesianik mengenai seorang pembebas dari keturunan Daud yang akan menyelamatkan umat Yahudi semakin menguat.[5] Hal tersebut dipicu oleh tidak adanya lagi raja yang memerintah di Israel serta pengharapan untuk kembali ke Palestina.[5]

Masa Pasca-Pembuangan

Setelah orang-orang Yahudi keluar dari Pembuangan Babel, mereka tidak langsung menjadi bangsa yang merdeka, sebab masih diperintah oleh bangsa-bangsa asing (kecuali untuk periode yang amat singkat di bawah pemerintahan wangsa Hashmonayim).[6] Akan tetapi, pengharapan akan mesias itu masih tetap ada, bahkan ada tokoh yang dianggap sebagai mesias yakni Zerubabel, yang bertugas membangun Bait Suci kembali.[6]

Di sisi lain, ada perkembangan lain terhadap pemahaman konsep mesias, yaitu mesias sebagai tokoh yang dikirim langsung oleh Tuhan pada waktu yang telah ditentukan.[6] Tokoh itu disebut juga Anak Manusia.[6] Anak Manusia memiliki ciri-ciri, yaitu bersifat Ilahi, telah ada sebelum dunia diciptakan (pra-eksistensi), berasal dari sorga, dan akan datang untuk menyelamatkan sekaligus menghakimi dunia pada waktu yang ditentukan Tuhan.[6] Perkembangan ini terlihat di dalam sastra apokaliptik yang mulai ditulis pada masa ini, misalnya Kitab Daniel.[6] Pada masa ini, pemaknaan mesias sebagai raja yang akan menggantikan tahta Daud di dunia telah hilang sepenuhnya dari tulisan-tulisan apokaliptik.[6] Barulah pada perkembangan kemudian, kepercayaan akan konsep mesias yang duniawi dari keturunan Daud dan konsep mesias ilahi dari surga bergabung menjadi satu.[6]

Masa Pra-Kehancuran Bait Suci Kedua

Sebelum kehancuran Bait Suci kedua pada tahun 70 M, telah ada pelbagai aliran keagamaan Yahudi, seperti Farisi, Saduki, Eseni, dan Zelot.[5] Pelbagai aliran tersebut, kecuali Saduki, mewarisi kepercayaan mesianis yang berbeda-beda, sebab berakar dari dua tradisi mesianik masa sebelumnya.[7] Orang-orang Eseni mempercayai akan datangnya dua orang mesias, yakni mesias imam yang berasal dari keturunan Zadok dan mesias prajurit yang merupakan keturunan Daud.[7] Keduanya akan bekerja sama dalam memerintah umat serta membawa umat Yahudi kepada kemenangan terakhir.[7]

Ada pula pemahaman mesianik yang mengharapkan pembebas Israel secara politis seperti sosok Daud.[5] Pemahaman seperti ini terdapat dapat dilihat pada kaum Zelot.[5] Karena itulah, ketika ada gerakan perlawanan bersenjata terhadap pemerintah Romawi, seringkali tokoh utamanya diyakini sebagai mesias.[6] Contohnya adalah Bar Kokhba, pemimpin pemberontakan Yahudi kedua, yang dilantik sebagai mesias oleh Rabi Akiba.[6]

Masa Yudaisme Rabinik hingga Kini

Setelah Bait Suci dihancurkan, masa Yudaisme Rabinik dimulai dengan nilai-nilai utama yang tadinya dipegang oleh kaum Farisi.[6] Pemahaman mesianik yang berkembang saat itu adalah pengharapan mesianik berkenaan ketaatan yang keras terhadap hukum-hukum Taurat.[6] Mereka percaya bahwa dengan mempelajari dan menaati hukum-hukum Taurat, maka kedatangan Mesias akan dipercepat.[6]

Pada masa-masa setelah itu, aspek penantian akan kedatangan mesias tetap bertahan hingga saat ini, walaupun bentuknya berbeda-beda.[6] Sebagai contoh, pada abad ke-5 ketika kekristenan menjadi agama negara, kaum Yahudi mengalami tekanan akibat sentimen anti-semit sehingga pengharapan akan kedatangan mesias yang akan membebaskan mereka kembali menguat.[6] Kemudian pada abad pertengahan, kepercayaan tersebut juga masih bertahan sebagaimana terlihat di dalam butir ke-12 dari pengakuan iman yang disusun oleh Moses ben Maimon atau Maimonides.[6] Di dalam aliran Kabalah juga terdapat kepercayaan terhadap mesias yang akan datang.[6] Kemudian gerakan zionisme yang dimulai pada awal abad ke-20 juga didasarkan pada kepercayaan akan datangnya Mesias.[6]

Bentuk/Rupa Mesias

Bentuk/Rupa Mesias dapat kita telaah pada saat keberadaan-Nya di Surga dan belum menjalankan tugas-Nya sebagai Almasih dan sesudah-Nya. Untuk mencocokkan Keberadaan Mesias pada zaman Perjanjian Lama dan zaman Perjanjian Baru, dengan pengalaman para Nabi-Nabi dan Rasul yang bertemu dengan keberadaan Mesias di Surga. Dan diperoleh kesamaan bentuk/rupa Mesias dari tiga kitab dan dari tiga nabi/rasul berbeda dan dari zaman yang berbeda-beda[8].

  1. Yehezkiel 1:26–28,9,10:1–2 1 Di atas cakrawala yang ada di atas kepala mereka ada menyerupai takhta yang kelihatan seperti permata lazurit; dan di atas yang menyerupai takhta itu ada yang kelihatan seperti rupa manusia. Dari yang menyerupai pinggangnya ke bawah aku lihat seperti api yang dikelilingi sinar. Seperti busur pelangi, yang terlihat pada musim hujan di awan-awan, demikianlah kelihatan sinar yang mengelilinginya. Begitulah kelihatan gambar kemuliaan Tuhan. Tatkala aku melihatnya aku sembah sujud, lalu kudengar suara Dia yang berfirman. 2 Orang yang berpakaian lenan yang mempunyai alat penulis di sisinya ( seluruh jemaat Tuhan/Allah diberi tanda T pada dahinya yang merupakan simbol SALIB kekristenan pada masa yang akan datang). 3 Yehezkiel 10.
  2. Daniel 9:24–27,10 1 Daniel 9:24–27. 2 Seseorang yang berpakaian kain lenan dan berikat pinggang emas dari ulas. Tubuhnya seperti permata Tarsis dan wajahnya seperti cahaya kilat: matanya seperti suluh yang menyala-nyala, lengan dan kakinya seperti kilau tembaga yang di gilap, dan suara ucapnya seperti gaduh orang banyak Daniel 10:5,6.
  3. Wahyu 1:13–1613Dan di tengah-tengah kaki dian itu ada seorang serupa Anak Manusia, berpakaian jubah yang panjangnya sampai di kaki, dan dadanya berlilitkan ikat pinggang dari emas.14Kepala dan rambut-Nya putih bagaikan bulu yang putih metah, dan matanya bagaikan nyala api.15Dan kakinya mengkilap seperti tembaga membara di dalam perapian; suara-Nya bagaikan desau air bah16Dan di tangan kanan-Nya Ia memegang tujuh bintang dan dari mulut-Nya keluar sebilah pedang tajam bermata dua, dan wajah-Nya bersinar-sinar bagaikan matahari yang terik.Wahyu 4:2,32Segera aku dikuasai oleh Roh dan lihatlah, sebuah takhta berdiri di Surga dan di takhta itu duduk Seorang.3Dan Dia yang duduk di takhta itu nampaknya bagai permata yaspis dan permata sardis; dan suatu pelangi melingkungi takhta itu gilang-gemilang bagaikan zamrud rupanya. Wahyu 19:8,128Dan kepada-Nya dikaruniakan supaya memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih (Lenan halus itu adalah perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus).12Dan matanya bagaikan nyala api dan di atas kepala-Nya terdapat banyak mahkota dan pada-Nya ada tertulis suatu nama yang tidak diketahui seorangpun, kecuali Ia sendiri.

Lihat Juga

Referensi

  1. ^ a b c d e S.M. Siahaan. 2001. Pengharapan Mesianis dalam Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
  2. ^ a b c d Barnabas Ludji. Kerajaan Mesias. Jakarta: UPI STT Jakarta.
  3. ^ a b John Iskander. 2009. "Antichrist". In Encyclopedia of Islam. Juan Campo (ed.).New York: Facts On File.
  4. ^ a b c d e f C. Groenen. 1980. Pengantar ke dalam Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius.80-82.
  5. ^ a b c d e f g (Inggris)Bart D. Ehrman. 2004. The New Testament: A Historical Introduction to the Early Christian Writings. New York, Oxford: Oxford University Press.
  6. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s (Inggris)Hans Küng. 1995. Judaism. London: SCM Press.
  7. ^ a b c (Indonesia)Lawrence E. Toombs. 1978. Di Ambang Fajar Kekristenan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 84-85
  8. ^ Kamus Alkitab - Lembaga Alkitab Indonesia, cetakan ke-164 1997 (ISBN 979-463-087-X)

Pranala luar