Dataran Tinggi Gayo adalah daerah yang berada di salah satu bagian punggung pegunungan Bukit Barisan yang membentang sepanjang Pulau Sumatera. Secara administratif dataran tinggi Gayo meliputi wilayah Kabupaten Aceh Tengah dan kabupaten Bener Meriah serta kabupaten Gayo Lues. Tiga kota utamanya yaitu Takengon, Blang Kejeren dan Simpang Tiga Redelong.

Jalan yang menghubungkan ketiga kota ini melewati daerah dengan pemandangan yang sangat indah. Pada masa lalu daerah Gayo merupakan kawasan yang terisolir sebelum pembangunan jalan dilaksanakan di daerah ini. Mata pencarian masyarakat Gayo pada umumnya adalah bertani dan berkebun antara lain padi, sayur-sayuran, kopi dan tembakau. Kegiatan perkebunan kopi dan tembakau dilakukan dengan membuka wilayah hutan yang ada di wilayah ini.

Pada umumnya mayarakat di Aceh, orang Gayo juga dikenal karena sifat mereka yang sangat menentang segala bentuk penjajahan dan daerah ini dulu dikenal sebagai kawasan yang sangat menentang pemerintahan kolonial Belanda. Masyarakat Gayo adalah penganut Agama Islam yang kuat. Masyarakat di Gayo banyak yang memelihara kerbau, sehingga ada yang mengatakan jika melihat banyak kerbau di Aceh maka orang itu pasti berada di Gayo.

GayoLand The word comes from the Gayo: "Pegayon" means the place where the crystal clear spring water where the fish are holy (clean) and crab. Gayo culture has existed since man settled Gayo Gayo highlands region and began to flourish in the first century kingdom Linge XM (IV century). Covering aspects of kinship, social community, government, agriculture, arts and others. Customs as an element of the principle cultures Gayo sacred mupakat behu berdedele (glory for consensus, emboldened by joint), tapered glass gelngan song, bulleted umut song, unison song re, stacking track belo (united firm), lives pelok sara, sara ratip Anguk (Konta inner). And many more words that symbol means togetherness and cohesion.

Redelong

Simpang tiga Redelong adalah ibukota kabupaten Bener Meriah. Sebagai kabupaten yang masih sangat muda, Bener meriah mempunyai peluang besar untuk tumbuh dan berkembang, tentunya dengan segala potensi alam serta iklim yang sangat memungkinkan “Bumi Gajah Putih” ini (sebutan lain untuk Kabupaten Bener Meriah) untuk bisa mencapai pematangan secara ekonomi dengan segenap potensi yang dimiliki.

Kabupaten Bener Meriah dengan komoditi unggulan kopi atau lebih dikenal dengan sebutan Kopi Gayo, sebagai jenis tanaman yang mendominasi ketinggian daratan NAD ini, sangat memberi peluang kepada masyarakat Bener Meriah yang berjumlah ± 112.093 jiwa (data profil BPS Aceh Tengah tahun 2004); untuk hidup sejahtera secara ekonomi. Daerah ini juga dikenal sebagai daerah agraris pemasok ± 80% kebutuhan sayur mayur di lingkungan provinsi NAD.

Daerah ini juga tidak kalah dengan pariwisatanya Seperti Makam Datu Beru Di Desa Tunjang, Tugu Monument Radio Rimba Raya, Air Terjun di Pondok Gajah, pacu kude (pacuan kuda tradisional), Gunung Bur Ni Telong, Weh Pesam (pemandian kolam air panas) di desa Simpang Balik, dan lain-lain.

Salah satu cerita rakyat yang paling populer di Bener Meriah adalah Sejarah Gajah Putih.

Dataran Tinggi Gayo, Potongan Tanah Surga untuk Kopi Arabica

KOPI yang sekarang dikenal sebagai minuman populer di seluruh penjuru dunia awalnya hanya tumbuh di Afrika, tepatnya di Ethiophia. Sebuah legenda masyhur tentang penemuan Kopi sebagai minuman adalah cerita tentang Kaldi seorang pengembala kambing yang menyaksikan kambing peliharaannya terlihat sangat gembira setelah memakan buah dari sejenis tanaman perdu yang berwarna merah ketika sudah matang. Kaldi kemudian mencoba merebus buah ini dan meminumnya, dia merasakan sensasi yang menyenangkan. Belakangan, mulai ditemukan cara yang lebih nikmat dalam mengkonsumsi kopi. Dalam waktu yang lama kopi menjadi minuman istimewa yang hanya dikonsumsi para raja dan kaum bangsawan. Dari mana kopi di dapat menjadi rahasia yang ditutup rapat. Belakangan kopi mulai keluar dari Afrika dan menjadi minuman favorit para bangsawan dan orang kaya di Eropa. Tapi saat itu asal usul kopi masih misteri, yang orang tahu bahwa tata niaga kopi sepenuhnya dikuasai oleh para pedagang Arab. Dari sinilah muncul istilah KOPI ARABICA. Pada saat itu tentu saja harga kopi demikian mahal, dan banyak orang dari penjuru dunia yang tergiur untuk terlibat di bisnis komoditas ini, tapi para pedagang arab menutup rapat rahasia asal usul komoditasnya yang sangat berharga itu. Pada akhir abad ke 19, seorang pedagang Belanda berhasil mencuri bibit kopi dari saudagar Arab di sebuah Pelabuhan di Yaman yang bernama Mocha(Inggris). Oleh si Belanda, bibit kopi yang dicuri itu dibawa ke wilayah koloni negaranya, Jawa, tepatnya di lereng pegunungan Ijen di bagian ujung timur pulau ini. Ternyata kopi tumbuh subur di sana. Dan dengan itu berakhirlah monopoli Arab pada komoditas Kopi, Belanda kini jadi pemain baru. Sejak saat itu tidak hanya Arabica yang dikenal dalam istilah kopi, tapi juga muncul istilah JAVA untuk menyebut minuman kopi, kadang istilah ini dipadukan dengan Mocha, menjadi Mocha Java. Ini merujuk pada Kopi Jawa yang berasal dari bibit yang dicuri Belanda di Mocha. Sekarang istilah JAVA ini menjadi lebih terkenal lagi ketika seorang programmer pecandu kopi mengabadikannya menjadi nama sebuah program komputer dengan logo secangkir kopi hangat yang mengepulkan asap. Dari Jawa kopi mulai tersebar ke seluruh penjuru dunia. Awalnya Kopi dari Jawa dibawa ke Perancis untuk diteliti dan dimuliakan di pusat pengembangan tanaman di Perancis. Dan lagi-lagi seorang perancis yang memiliki tanah di koloni negara itu di Amerika Selatan berhasil mencuri tanaman ini, dan mengembangkannya di sana dan kemudian Amerika Selatan pun menjadi produsen kopi terbesar di dunia hingga hari ini. Akhirnya Kopi menjadi komoditas dunia yang konon sekarang merupakan komoditas perdagangan terbesar kedua di dunia setelah Minyak. Awalnya, Belanda menanam kopi di semua tempat. Tapi ternyata mutu kopi tersebut tidak sama di semua tempat. Melalui riset Belanda menemukan bahwa kopi yang tumbuh di dataran tinggi mutunya lebih baik dibanding kopi yang ditanam di dataran rendah. Belakangan diketahui, ini terjadi karena kopi yang ditanam di dataran rendah, terlalu cepat matang karena diakibatkan hawa panas sehingga bijinya menjadi ringan karena belum cukup banyak nutrisi yang diserap dari tanah. Lebih parah lagi, pada tahun 30-an, hampir semua perkebunan kopi milik Belanda di Jawa hancur akibat terserang hama karat daun. Riset kembali dilakukan, akhirnya ditemukan fakta bahwa di wilayah tropis yang dekat dengan khatulistiwa, tanaman kopi hanya bisa tumbuh dengan baik di daerah dengan ketinggian di atas 800 meter. Masalahnya, di Jawa dan seluruh koloni Belanda di Hindia, tidak banyak daerah yang memenuhi syarat itu (Belakangan ditemukan spesies kopi lain yang tahan hama karat daun dan bisa tumbuh di dataran rendah, jenis kopi ini kemudian dikenal dengan nama Kopi Robusta, berasal dari kata ROBUST yang kurang lebih berarti tangguh, tapi sayangnya spesies kopi ini kurang disukai para peminum kopi di eropa). Pada awal abad ke-20, Belanda menaklukkan Aceh. Meskipun secara de jure sebenarnya Belanda tidak pernah benar-benar menaklukkan Aceh. Tapi secara fakta, sejak awal abad ke-20 Belanda lah yang menjadi penguasa memerintah dan menjadikan Aceh sebagai koloninya. Di Aceh Belanda menemukan sebuah dataran tinggi luas yang dikenal dengan nama [[Tanoh Gayo]], terletak di jantung wilayah ini, yang berdasarkan riset yang mereka lakukan ternyata sangat cocok untuk ditanami Kopi. Dan dari sinilah keajaiban itu bermula. Di Tanoh Gayo, Belanda membangun basis pemerintahannya di Takengon yang terletak tepat di tepi danau Laut Tawar yang permukaannya ada di ketinggian 1250 Mdpl. Belakangan kota ini berkembang menjadi pusat ekonomi dan pemerintahan dan menjadi kota terbesar di Tanoh Gayo. Perkebunan kopi pertama yang dikembangkan Belanda di daerah yang bernama Belang Gele yang terletak tidak jauh dari Kota ini. Sampai hari ini, daerah ini dikenal sebagai salah satu daerah penghasil kopi terbaik di Tanoh Gayo. Dari Belang Gele, Kopi tersebar ke segala penjuru Tanoh Gayo yang berhawa dingin. Ketika pada tahun 1945, Belanda hengkang. Seperti yang terjadi di pulau Jawa, segala aset mereka termasuk perkebunan kopi tinggal di Gayo. Tapi berbeda dengan di Jawa yang operasional perkebunannya dilanjutkan oleh perusahaan pemerintah dan pekerjanya tetap dipekerjakan di Jawa. Di Gayo, yang terjadi berbeda. Setelah Belanda hengkang, kebun-kebun kopi yang tertinggal dibagi-bagikan kepada masyarakat setempat, terutama yang sebelumnya bekerja di sana. Seperti di Jawa, pasca revolusi fisik pemerintah Indonesia terkadang menghadiahkan perkebunan kopi peninggalan Belanda tersebut kepada para petinggi militer sebagai penghargaan atas jasa dan perjuangan mereka. Contohnya seperti perkebunan Kali Klatak di Banyuwangi, perkebunan kopi seluas 1300 hektare yang dulunya milik Belanda dihadiahkan oleh Pemerintah Indonesia kepada seorang perwira militer bernama Suhud. Di Gayo pun begitu, sebuah perkebunan milik Belanda beserta Pabriknya yang terletak di desa Bandar Lampahan (kini masuk wilayah administratif Bener Meriah), tepat di kaki gunung berapi aktif Burni Telong, dihadiahkan oleh pemerintah kepada seorang perwira militer asal Gayo bernama Ilyas Leubee yang pada masa revolusi fisik menyabung nyawa di medan perang Medan Area. Tapi berbeda dengan Suhud, Ilyas Leubee tidak mengambil hadiah itu untuk dirinya sendiri. Ilyas Leubee yang kini telah almarhum, membagikannya kepada masyarakat sekitar dan tidak melanjutkan pengelolaan kebun itu, sehingga pabrik peninggalan Belanda itupun terbengkalai dan menjadi besi tua sampai sekarang. Mendapati bahwa ternyata tanaman Kopi sangat menguntungkan. Para petani yang tidak kebagian kebun kopi pun, mulai menanami lahan-lahan kosong di sekitarnya dengan tanaman kopi, sehingga saat ini terdapat sedikitnya 90 ribu hektare perkebunan kopi di dataran tinggi Gayo yang sekarang dipisahkan menjadi dua kabupaten. Ini menjadikan dataran tinggi Gayo sebagai produsen kopi Arabica terbesar tidak hanya di Indonesia, tapi juga Asia. Karena kebun kopi di Gayo dikelola oleh petani individual dengan rata-rata kepemilikan lahan maksimum 2 hektare. Karakter kopi Gayo menjadi sangat beragam, sudahlah jenis tanah dan ketinggian tumbuh yang berbeda bahkan terbilang ekstrem. (Tanah Vulkanis di Lukup Sabun, Bandar lampahan, Simpang Balik dan wilayah Bener Meriah lainnya dan bukan vulkanis di Jagong Jeget, Batu Lintang dan sekitarnya. Ketinggian sekitar 700-an Mdpl di Singah Mulo, sampai 1500-an Meter di Lukup Sabun). Varietas kopi yang ditanam pun berbeda-beda, mulai dari Bourbon sampai Catimor dengan aneka ragam variasinya. Belum lagi kita bicara penanganan pasca panen. Semua ini menjadikan Kopi Gayo menjadi kopi yang sangat unik dalam pandangan para pecinta kopi di dunia. Rasa kopi Gayo tidak pernah stabil tapi skor-nya selalu di atas rata-rata. Dan ajaibnya belakangan ditemukan, segala perbedaan ekstrem yang ada di Tanoh Gayo ini, membuat segala macam rasa khas kopi istimewa Dunia ada di Tanoh Gayo. Rasa khas Kopi Kintamani, Sulawesi bahkan sampai Kolombia dan Kenya pun bisa ditemukan di tanah ajaib ini. Keajaiban seperti yang ada di Gayo, tidak dapat ditemukan di sentra produksi kopi manapun di planet Bumi. Seperti Tuhan yang menghadiahkan Bordeaux yang layaknya surga bagi para pecinta anggur, ternyata Tuhan pun sudah menghadiahkan Gayo bagi para pecinta kopi di dunia. Bedanya, kalau Bordeaux mendapat apresiasi tinggi di Perancis sana, baik dari warga maupun pemerintahnya. Gayo, saat ini masih sedang berjuang mendapat apresiasi yang sangat layak didapatkannya, meskipun sekarang belum sampai ke tahap itu.

Pranala luar