Pengguna:Dr Iwan Zahar/Aliran fotografi
ALIRAN ATAU GAYA DALAM FOTOGRAFI
Aliran dalam dunia fotografi tidak selengkap dan sebanyak lukisan, tetapi aliran atau gaya ini juga berkembang terus sampai saat ini. Penamaan gaya atau aliran dalam duania fotografi agak berbeda satu sama lain, tetapi untuk mempemudah pengertian penulisan ini akan disesuaikan dengan aliran dalam lukisan.
Aliran Piktorial(pictorial)[1] aliran ini diperkenalkan oleh Alfred Stiegltiz mementingkan ekspresi emosi dan fotonya kebanyakan di tusir berat jadi mirip lukisan. Edward Weston keluar dari aliran ini dan gabung dengan Ansel Adams membuat kelompok puritan yang memotret setajam-tajamnya dengan diafragma f/64. Edward Weston berujar kalau Piktorial itu pseudo painting atau lukisan palsu [2]
Aliran Naturalisme aliran ini termasuk aliran yang paling tua dan secara tidak sadar sudah dilakukan oleh para fotografer. Aliran ini sebenarnya berusaha meniru sejelas-jelasnya dan seakurat mungkin subyek yang difoto. Aliran ini termasuk banyak dibuat fotografer Indonesia yang terjun di dunia komersial, pengantin, foto produk, foto arsitektur, foto landscape dan foto potret. Pemotretan dengan gaya ini termasuk gaya abadi karena sepanjang masa orang suka dengan gaya ini yang mudah dimengerti dan dirasakan keindahannya. Sebagai contoh kita memotret pemandangan yang indah di Gunung Bromo atau pantai Sanur, Bali bahkan Raja Ampat, tentu saja pada waktu dan komposisi yang tepat maka gambar ini akan indah seperti lukisan-lukisan Naturalisme Basuki Abdullah. Aliran Naturalisme ini biasa dibuat dengan gambar setajam-tajamnya, tidak distorsi dan boleh dimanipulasi digital. Misal kita memotret wanita cantik atau pria ganteng maka bisa dibuat lebih cantik atau ganteng lagi. Bahkan boleh memindahkan awan-awan dari satu foto ke foto lain untuk memperindah pemandangan. Fotografer Amerika Ansel Adams, Edward Weston, Imogen Cunningham, Brett Weston. yang bergabung dengan nama kelompok f/4 ini termasuk aliran ini karena gambar dibuat setajam mungkin, tetapi mereka tidak pernah memindahkan awan-awan pada foto pemandangan mereka. Sedangkan fotografer Indonesia adalah Kassian Chepas dan hampir semua fotografer komersial di Indonesia. Pemotretan setajam-tajamnya dengan diafagma sekecil-kecilnya dan langsung sering disebut penulis sejarah foto sebagai foto straight. Foto yang langsung dan merupakan pemberontakan dari foto yang dibuat buram atau meniru-niru lukisan atau pseodo painting (Edward Weston).
Aliran Realisme Aliran realisme ini hampir sama dengan aliran naturalisme yang merekam langsung subyek didepannya dan baisanya juga tidak boleh distorsi atau merekam seakurat mungkin. Seperti juga foto potret aliran naturalisme yang dibuat tidak dengan diafragma setajam-tahamnya melainkan agak kabur di latar belakang. Walaupun begitu aliran realis tidak membuat orang lebih cantik atau ganteng tetapi merekam sejujurnya. Manipulasi digital seperti menghilangkan bagian-bagian yang ada dalam foto tidak dibenarkan. Maka foto aliran realisme ini lebih dekat dengan foto jurnalistik. Pada aliran ini juga kebnayakan pembuatan foto candid dan jarang diatur kecuali pada foto esei. Itupun pengaturan foto esei tetapi tidak merubah fakta. Kecurangan pada lomba foto World PRess foto yang meingkat pada era digital. Pemotretan foto esei yang mengarang cerita seperti pada Lomba foto World Press Photo yang mencoret kemenangan Giovanni Troilo dari kategori isu kontemporer mengenai degenerasi urban di Charleroi, Belgium yang sebenarnya dGiovanni mengambil foto di Molenbeek, Brussels. Judul La Ville Noire, The Dark Heart of Europe. Seandainya Giovanni ikut lomba lain yang bukan jurnalistik dibenarkan.
Referensi [1]ttps://www.academia.edu/21870593/Photo_Exemplar_Classification_The_Integration_of_Photographic_History_into_Photographic_Technique
- ^ Zahar, I. (2015). Photo Exemplar Classification: The Integration of Photographic Technique. In O. H. Hassan, S. Z. Abidin, R. Legino, R. Anwar, & M. F. Kamaruzaman (Eds.), International Colloqium of Art and Design Education Research (i-CADER 2014) (1 ed., pp. 161-172). Singapore: Springer-Verlag. doi:10.1007/978-981-287-332-3_18h