Kerajaan Lan Xang

kerajaan di Asia Tenggara
Revisi sejak 6 November 2016 11.07 oleh RXerself (bicara | kontrib) (baru)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Templat:In creation

Kerajaan Lan Xang

ລ້ານຊ້າງ
1354–1707
Asia Tenggara kontinental, 1400 Masehi Hijau tua: Lan Xang Ungu: Lan Na Oranye: Sukhothai Ungu tua: Ayutthaya Merah: Khmer Kuning: Champa Biru: Đại Việt
Asia Tenggara kontinental, 1400 Masehi
Hijau tua: Lan Xang
Ungu: Lan Na
Oranye: Sukhothai
Ungu tua: Ayutthaya
Merah: Khmer
Kuning: Champa
Biru: Đại Việt
Ibu kotaLuang Prabang, Vientiane (1560–1707)
Bahasa yang umum digunakanLao
Agama
Budha
PemerintahanKerajaan
Raja 
• 1354–1385
Fa Ngum
• 1373–1416
Samsenethai
• 1548–1571
Setthathirath
• 1637–1694
Sourigna Vongsa
Era SejarahAbad Pertengahan dan Renaisans
• Didirikan oleh Fa Ngum
1354
• Pembagian daerah
1707
Digantikan oleh
krjKerajaan
Luang Prabang
krjKerajaan
Vientiane
krjKerajaan
Champasak
Sekarang bagian dari Laos
 Thailand
 Cambodia
 China
 Myanmar
 Vietnam
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kerajaan Lan Xang Hom Khao (bahasa Lao: ລ້ານຊ້າງຮົ່ມຂາວ; /laːn˥˧ saːŋ˥˧ hom˧ khaːw˥/; "Satu Juta Gajah dan Chatra Putih")[note 1] merupakan sebuah kerajaan yang berdiri dai tahun 1354 hingga tahun 1707.

Kerajaan Lan Xang selama tiga setengah abad merupakan salah satu kerajaan terbesar di Asia Tenggara. Arti dari nama Kerajaan Lan Xang sendiiri menunjukkan kekuatan dari raja dan tentara kerajaan pada masa-masa awal berdirinya.[1] Lan Xang merupakan negara pendahulu dari negara Laos serta menjadi basis bagi identitas historis dan kebudayaan nasional Laos.[2][3]

Ringkasan sejarah

Asal muasal

Daerah Kerajaan Lan Xang dihuni ole masyarakat suku berbahasa Austroasia yang melahirkan kebudayaan Zaman Perunggu di Ban Chiang (kini Isan, Thailand) dan budaya Đông Sơn, serta masyarakat Zaman Besi di wilayah Dataran Tinggi Xiangkhoang di Dataran Jars, Funan, dan Chenla (kini Vat Phou, Provinsi Champasak). [4] [5][6]

Hikayat tentang perluasan daerah selatan Dinasti Han menjadi sumber primer pertama yang menceritakan masyarakat berbahasa Tai–Kadai atau Ai Lao yang menghuni daerah Yunnan dan Guangxi, China kini. Orang Tai bermigrasi ke selatan pada beberapa gelombang mulai dari abda ke-7 dengan jatuhnya Nanzhao ke tangan Dinasti Han yang mempercepat proses Invasi Mongol di Yunnan (1253–1256) di daerah yang kelak menjadi bagian utara Kerajaan Lan Xang.[7][8]

Bagian utara Lembah Sungai Mekong yang subur dihuni oleh masyarakat budaya Dvaravati yang merupakan rumpun Orang Mon. Kekaisaran Khmer kemudian menduduki wilayah tempat berdirinya Kota Muang Sua (Xieng Dong Xieng Thong, "Kota Pohon Api di Sungai Dong", kini of Luang Prabang).[7][8]

Kekuasaan Kerajaan Sukhothai membawa Muang Sua (Luang Prabang) dan Vieng Chan Vieng Kham (Vientiane) berada di bawah pengaruh Tai.[9] Setelah kematian Raja Ram Khamhaeng dan disertai dengan konflik internal di dalam Kerajaan Lan Na, Vieng Chan Vieng Kham (Vientiane) dan Muang Sua (Luang Prabang) menjadi mandala Lao-Tai merdeka hingga berdrinya Lan Xang pada tahun 1354.[10]

Legenda Khun Borom

Ingatan kultural tentang migrasi awal serta pencampuran pengaru Tai dengan masyarkat pribumi, Mon, dan Khmer terabadikan di dalam mitologi kejadian dan tradisi Lan Xang. Akar kebudayaan, bahsa, dan politik yang menyoroti kesamaan di antara legenda-legenda terdahulu digunakan dalam pengkajian mengenai Lan Xang dan hubungannya dengan kerajaan sekitarnya. Nithan Khun Borum atau "Kisah Khun Borom" menjadi bagian pokok dari kisah kejadian dan merupakan pengantar dalam hikayat Phongsavadan yang dibacakan dengan suara lantang saat acara penting dan perayaan.[11] Sepanjang sejarah Lan Xang, legitimasi terletak pada satu wangsa yaitu Khun Lo, dengan legenda Raja Muang Sua, putra dari Khun Borom.[12][13][14]


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "note", tapi tidak ditemukan tag <references group="note"/> yang berkaitan

  1. ^ Stuart-Fox (1998), hlm. 43–44.
  2. ^ Simms (1999), hlm. ix-xiii.
  3. ^ Stuart-Fox (1998), hlm. 143–146.
  4. ^ Solheim (1973), hlm. 145-62.
  5. ^ Gorman (1976), hlm. 14–26.
  6. ^ Higham (1996).
  7. ^ a b Simms (1999), hlm. 24–26.
  8. ^ a b Stuart-Fox (2006), hlm. 6.
  9. ^ Wyatt (2003), hlm. 45,51; 33–35.
  10. ^ Wyatt (2003), hlm. 51.
  11. ^ Stuart-Fox (1998), hlm. 22–29.
  12. ^ Stuart-Fox (2006), hlm. 11–15.
  13. ^ Wyatt (2003), hlm. 9–10.
  14. ^ Evans (2009), hlm. 2.