Kekaisaran Tadmur

negara yang memisahkan diri dari Kekaisaran Romawi

Kekaisaran Palmira (270–273), sebuah negara kecil yang berpusat di Palmira, yang melepaskan diri dari Kekaisaran Romawi selama berlangsungnya Krisis Abad Ketiga. Wilayah Kekaisaran Palmira meliputi bekas Provinsi-Provinsi Romawi di Siria Palaestina, Arabia Petraea, Aegyptus dan sebagian besar kawasan Asia Kecil.

Kekaisaran Palmira

270–273
Kekaisaran Palmira pada 271 Masehi.
Kekaisaran Palmira pada 271 Masehi.
Ibu kotaPalmira
Bahasa yang umum digunakan
PemerintahanMonarki
Monark 
• 267/270–272
Vabalathus
• 273–273
Antiokhus
Era SejarahPenghujung Zaman Kuno
• Didirikan
270
• Dibubarkan
273
Didahului oleh
Digantikan oleh
Pataka Kekaisaran Romawi
ksrKekaisaran
Romawi
ksrKekaisaran
Romawi
Pataka Kekaisaran Romawi
Sekarang bagian dari
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Zenobia memerintah Kekaisaran Palmira sebagai wali putranya, Vabalathus, yang menjadi Raja Palmira pada 267. Pada 270 Zenobia berjaya menaklukkan sebagian besar wilayah timur Kekaisaran Ramawi dalam waktu yang relatif singkat, dan berusaha untuk menjaga hubungan baik Roma. Akan tetapi, pada 271 ia menyatakan diri sebagai seorang kaisarina dengan menggunakan gelar [[augusta dan menyatakan putranya sebagai seorang kaisar, lalu berperang melawan Kaisar Romawi, Aurelianus, yang akhirnya menaklukkan Palmira dan meringkus Zenobia. Setahun kemudian rakyat Palmira memberontak, yang menyebabkan Aurelianus memutuskan untuk menghancurkan Palmira. Kekaisaran Palmira sangat diagung-agungkan di Suriah dan dijadikan ikon nasionalisme Suriah.

Latar belakang

Setelah terbunuhnya Kaisar Romawi Alexander Severus pada 235,[2] para panglima saling bertikai memperebutkan kendali atas kekaisaran,[3] daerah-daerah perbatasan terabaikan dan berkali-kali diserbu suku-suku Karpi, Goth, dan Alemanni,[4][5] selain serangan besar-besaran dari Kekaisaran Sasani yang agresif di timur.[6] Pada akhirnya, Syapur I dari Persia menimpakan kekalahan besar atas bala tentara Romawi dalam Pertempuran Edessa pada 260,[7] dan berhasil meringkus Kaisar Romawi, Valerianus. Tak lama kemudian Quietus dan Macrianus memberontak terhadap putra Valerianus, Gallienus, dan merampas kuasa kekaisaran di suriah.[8]

Pemimpin orang-orang Palmira, Odaenathus yang dinobatkan menjadi raja,[9] dan yang secara resmi tetap setia pada Gallienus, membentuk bala tentara yang terdiri atas orang-orang Palmira dan para petani Suriah untuk menyerang Syapur.[note 1][7] Pada 260, Odaenathus berjaya mengalahkan Syapur dalam sebuah pertempuran dekat Sungai Efrat.[8] Sesudah itu, Odaenathus mengalahkan para perampas kuasa pada 261,[8] dan menghabiskan masa pemerintahan selebihnya dengan bertempur melawan Persia.[11][12][13] Odaenathus dianugerahi gelar Gubernur Timur,[8] dan memerintah Suriah mewakili kekaisaran,[14] serta menyatakan diri sebagai Raja segala raja.[note 2][18] Odaenathus dibunuh bersama putranya Hairan pada 267,[8] dan menurut Historia Augusta dan Yohanes Zonaras, Odaenathus dibunuh oleh sepupunya yang menurut Historia Augusta bernama Maeonius.[19] Historia Augusta juga menyatakan bahwa Maeonius sempat dimaklumkan sebagai seorang kaisar selama jangka waktu yang sangat singkat, sebelum akhirnya dihukum mati oleh para prajurit.[19][20][21] Sekalipun demikian, tidak ada satu pun prasasti atau bukti mengenai masa pemerintahan Maeonius, dan kemungkinan besar di langsung dibunuh setelah membunuh Odaenathus.[22][23]

Odaenathus digantikan oleh putranya yang masih kecil, buah pernikahannya dengan Zenobia, yakni Vabalathus yang masih berusia sepuluh tahun.[24] Di bawah perwalian Zenobia,[24][25] Vabalathus dijauhkan dari perhatian umum sementara ibunya secara langsung mengendalikan pemerintahan dan memperkokoh kekuasaannya.[24] Sang ratu berhati-hati untuk tidak mengusik Roma dan mempergunakan gelar-gelar suaminya bagi dirinya dan putranya, sambil terus berupaya mempertahankan keamanan di garis perbatasan dengan Persia, dan meniadakan ancaman dari suku-suku Tanukh di Hauran.[24]

Pendirian

 
Vabalathus (kanan) sebagai raja pada salah satu sisi sekeping Antoninianus. Di sebelah kirinya, Aurelianus sebagai Augustus pada sisi lain kepingan.

Dibantu para panglimanya, Septimius Zabbai, salah seorang panglima angkatan bersenjata, dan Septimius Zabdas, kepala panglima angkatan bersenjata,[26] Zenobia memulai sebuah ekspedisi melawan kaum Suku Tanukh pada musim semi 270, dalam masa pemerintahan Kaisar Klaudius II.[27] Zabdas menggempur Busra, menewaskan Gubernur Romawi dan berderap menuju selatan untuk mengamankan Arabia Petraea.[27][28] Menurut ahli geografi Persia, Ibn Khordadbeh, Zenobia sendiri menggempur Dumat Al-Jandal tetapi tidak berhasil merebut benteng pertahanannya.[29] Akan tetapi, Ibn Khordadbeh keliru menyamakan Zenobia dengan al-Zabbā, kisah seorang Ratu Arab setengah-dongeng yang kerap secara keliru dicampuradukkan dengan riwayat Zenobia.[30][31][32][33]

Pada Oktober 270,[34] bala tentara Palmira yang terdiri atas 70.000 prajurit menyerbu Mesir,[35][36] dan memaklumkan Zenobia sebagai Ratu Mesir.[37] Panglima Romawi Tenagino Probus berhasil merebut kembali Aleksandria pada bulan November, tetapi akhirnya dikalahkan dan lari menyelamatkan diri ke Benteng Babilonia, tempat ia kemudian dikepung dan tewas di tangan Zabdas, yang kemudian meneruskan pergerakannya ke selatan dan mengamankan Mesir.[38] Kelak, pada 271, Zabbai melaksanakan operasi-operasi tempur di Asia Kecil, dan diperkuat oleh Zabdas yang datang bergabung pada musim semi tahun itu.[39] Orang-orang Palmira menaklukkan Galatia,[39] dan menduduki Ankara, yang menjadi batas terjauh dari gerak ekspansi Palmira.[40] Akan tetapi, upaya-upaya penaklukan atas Kalsedon tidak membuahkan hasil.[39]

Penaklukan yang dilakukan pihak Palmira berjalan lancar berkat sikap takluk yang mereka tunjukkan pada Roma,[41] Zenobia mengeluarkan uang loga atas nama pengganti Klaudius, Aurelianus, yang memuat gambar Vabalathus sebagai seorang raja,[note 3] sementara kaisar mengizinkan pembuatan dan peredaran uang logam Palmira serta menganugerahkan gelar-gelar kerajaan kepada tokoh-tokoh Palmira.[42] Akan tetapi, menjelang akhir tahun 271, Vabalathus dan ibunya mulai menggunakan gelar Augustus (kaisar) dan Augusta (kaisarina).[41]

Penaklukan kembali oleh Roma

 
Vabalathus sebagai Augustus, pada sisi sekeping Antoninianus.
 
Zenobia sebagai Augusta, pada sisi sekeping Antoninianus.
 
Perang Aurelianus-Zenobia.

Pada 272, Aurelianus menyeberangi Selat Boshorus dan bergerak cepat melintasi Anatolia.[43] Menurut salah satu sumber, Markus Aurelius Probus merebut kembali Mesir dari tangan Palmira,[note 4][44] Sementara itu kaisar terus maju sampai ke Tyana.[45] Kisah penaklukan Tyana telah menjadi sebuah legenda tersendiri; Aurelianus sampai dengan saat itu telah berhasil menghancurkan setiap kota yang berani menentangnya, namun ia membiarkan Tyana tetap utuh setelah bermimpi dikunjungi filsuf agung Apollonius dari Tyana, yang sangat ia hormati.[46] Apollonius mengiba-hiba padanya, seraya berkata: "Aurelianus, jikalau engkau berhasrat untuk berkuasa, berhentilah menumpahkan darah orang yang tidak berdosa! Aurelianus, jikalau engkau hendak menaklukkan, maka berbelaskasihanlah!".[47] Apa pun penyebab yang mendorong Aurelianus memberi pengampunan atas Tyana, tindakannya itu mendapatkan balasan yang setimpal, lebih banyak kota langsung menyerah begitu melihat bahwa kaisar tidak akan melampiaskan murkanya pada mereka.[46]

Ketika memasuki Issos dalam pergerakan menuju Antiokhia, Aurelianus mengalahkan Zenobia dalam Pertempuran Immae.[48] Zenobia mundur ke Antiohia dan selanjutnya melarikan diri ke Emesa sementara Aurelianus maju merebut Antiokhia.[49] Setelah merapikan kembali barisan, bala tentara Romawi pertama-tama menghancurkan sebuah garnisun Palmira yang ditempatkan di Benteng Dafne,[note 5][51] setelah itu bergerak ke selatan menuju Apamea,[52] kemudian meneruskan pergerakan menuju Emesa dan sekali lagi mengalahkan Zenobia dalam Pertempuran Emesa, sehingga Zenobia terpaksa mengungsi ke ibu kota.[53] Aurelianus bergerak melintasi gurun dan mendapat serangan dari suku-suku Badawi yang setia pada Palmira; sekalipun demikian, segera sesudah sampai di gerbang kota, ia melakukan negosiasi dengan suku-suku Badawi yang akhirnya mengkhianati Palmira dan memasok air dan makanan kepada bala tentara Romawi.[54] Aurelianus mengepung kota Palmira pada musim panas 272,[55] dan mencoba bernegosiasi dengan Zenobia, dengan syarat Zenobia harus datang menyerahkan diri secara pribadi kepadanya, yang ditolak mentah-mentah.[40] Pihak Romawi beberapa kali mencoba menerobos pertahanan kota namun dapat dihalau,[56] akan tetapi dengan memburuknya situasi, Zenobia pun meninggalkan Palmira dan bergegas ke timur meminta pertolongan dari Persia.[57] Pasukan Romawi mengejar kaisarina itu dan berhasil menangkapnya di dekat Sungai Efrat. Mereka kemudian membawanya kembali dan menghadapkannya kepada kaisar. Tak lama kemudian, warga Palmira memohon perdamaian,[57] dan kota itu pun bertekuk lutut.[55][58]

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Tidak ada bukti keberadaan satuan-satuan pasukan Romawi yang bertugas di bawah kepemimpinan Odaenathus; ada maupun tidak ada prajurit-prajurit Romawi yang bertempur di bawah pimpinan Odaenathus merupakan hasil spekulasi semata.[10]
  2. ^ Bukti pertama penggunaan gelar ini bagi Odaenathus adalah sebuah prasasti berpenanggalan 271, yang secara anumerta menggelari Odaenathus sebagai raja segala raja.[15][16] Akan tetapi, putra Odaenathus, Hairan I, secara langsung digelari "Raja segala raja" semasa hidupnya. Hairan I dimaklumkan oleh ayahandanya sebagai rekan-penguasa dan ikut terbunuh dalam peristiwa pembunuhan Odaenathus dan agaknya Odaenathus bukan sekadar seorang raja saja mengingat putranya digelari raja segala raja.[17]
  3. ^ Klaudius wafat pada Agustus 270, tak lama sebelum invasi Zenobia atas Mesir.[34]
  4. ^ Semua sumber lain menyiratkan bahwa tindakan militer tidaklah diperlukan, karena tampaknya Zenobia telah menarik kembali kekuatan tempurnya demi mempertahankan Suriah.[44]
  5. ^ Daphne was a garden located six miles south of Antioch.[50]

Referensi

Kutipan

  1. ^ a b Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 280. 
  2. ^ Averil Cameron (1993). The Later Roman Empire, AD 284-430. hlm. 3. 
  3. ^ Averil Cameron (1993). The Later Roman Empire, AD 284-430. hlm. 4. 
  4. ^ Yann Le Bohec (2013). Imperial Roman Army. hlm. 196. 
  5. ^ Patrick J. Geary (2003). The Myth of Nations: The Medieval Origins of Europe. hlm. 81. 
  6. ^ Nic Fields (2008). The Walls of Rome. hlm. 12. 
  7. ^ a b Andrew M. Smith II (2013). Roman Palmyra: Identity, Community, and State Formation. hlm. 177. 
  8. ^ a b c d e David L. Vagi (2000). Coinage and History of the Roman Empire, C. 82 B.C.--A.D. 480: History. hlm. 398. 
  9. ^ Beate Dignas; Engelbert Winter (2007). Rome and Persia in Late Antiquity: Neighbours and Rivals. hlm. 159. 
  10. ^ Pat Southern (17 November 2008). Empress Zenobia: Palmyra's Rebel Queen. Bloomsbury Publishing. hlm. 60. ISBN 978-1-4411-7351-5. 
  11. ^ Edward Gibbon (2004). The Decline and Fall of the Roman Empire. hlm. 501. 
  12. ^ Clifford Ando (2012). Imperial Rome AD 193 to 284: The Critical Century. hlm. 237. 
  13. ^ Lukas De Blois (1976). The Policy of the Emperor Gallienus. hlm. 3. 
  14. ^ Nathanael J. Andrade (2013). Syrian Identity in the Greco-Roman World. hlm. 333. 
  15. ^ Richard Stoneman (1994). Palmyra and Its Empire: Zenobia's Revolt Against Rome. hlm. 78. 
  16. ^ Andrew M. Smith II (2013). Roman Palmyra: Identity, Community, and State Formation. hlm. 177. 
  17. ^ Pat Southern (2008). Empress Zenobia: Palmyra's Rebel Queen. hlm. 72. 
  18. ^ Maurice Sartre (2005). The Middle East Under Rome. hlm. 354. 
  19. ^ a b Pat Southern (2008). Empress Zenobia: Palmyra s Rebel Queen. hlm. 78. 
  20. ^ Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 292. 
  21. ^ Richard Stoneman (1994). Palmyra and Its Empire: Zenobia's Revolt Against Rome. hlm. 108. 
  22. ^ Edward Gibbon; Thomas Bowdler (1826). History of the decline and fall of the Roman empire for the use of families and young persons: dicetak ulang dari naskah asli, dengan penghilangan secara hati-hati muatan-muatan yang cenderung anti agama, Volume 1. hlm. 321. 
  23. ^ George C. Brauer (1975). The Age of the Soldier Emperors: Imperial Rome, A.D. 244-284. hlm. 163. 
  24. ^ a b c d Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 299. 
  25. ^ Richard Stoneman (1994). Palmyra and Its Empire: Zenobia's Revolt Against Rome. hlm. 114. 
  26. ^ Andrew M. Smith II (2013). Roman Palmyra: Identity, Community, and State Formation. hlm. 48. 
  27. ^ a b Trevor Bryce (2004). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 302. 
  28. ^ Alaric Watson (2004). Aurelian and the Third Century. hlm. 61. 
  29. ^ Khaleel Ibrahim Muaikel (1994). Dirasah li-āthār Mintaqat al-Jawf. hlm. 43. 
  30. ^ Fergus Millar (1993). The Roman Near East, 31 B.C.-A.D. 337. hlm. 433. 
  31. ^ Roxani Eleni Margariti; Adam Sabra; Petra Sijpesteijn (2010). Histories of the Middle East: Studies in Middle Eastern Society, Economy and Law in Honor of A.L. Udovitch. hlm. 148. 
  32. ^ Mohammad Rihan (2014). The Politics and Culture of an Umayyad Tribe: Conflict and Factionalism in the Early Islamic Period. hlm. 28. 
  33. ^ Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 296. 
  34. ^ a b Alaric Watson (2014). Aurelian and the Third Century. hlm. 62. 
  35. ^ Pat Southern (2008). Empress Zenobia: Palmyra's Rebel Queen. hlm. 133. 
  36. ^ Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 303. 
  37. ^ Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 304. 
  38. ^ Alaric Watson (2014). Aurelian and the Third Century. hlm. 63. 
  39. ^ a b c Alaric Watson (2014). Aurelian and the Third Century. hlm. 64. 
  40. ^ a b Warwick Ball (2002). Rome in the East: The Transformation of an Empire. hlm. 80. 
  41. ^ a b Andrew M. Smith II (2013). Roman Palmyra: Identity, Community, and State Formation. hlm. 179. 
  42. ^ David L. Vagi (2000). Coinage and History of the Roman Empire, C. 82 B.C.--A.D. 480: History. hlm. 365. 
  43. ^ Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 307. 
  44. ^ a b Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 308. 
  45. ^ Alaric Watson (2004). Aurelian and the Third Century. hlm. 71. 
  46. ^ a b Alaric Watson (2004). Aurelian and the Third Century. hlm. 72. 
  47. ^ Richard Stoneman (1994). Palmyra and Its Empire: Zenobia's Revolt Against Rome. hlm. 167. 
  48. ^ Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 309. 
  49. ^ Alaric Watson (2004). Aurelian and the Third Century. hlm. 74. 
  50. ^ John Carne; William Purser (1836). Syria, the Holy Land, Asia Minor, &c. illustrated: In a series of views drawn from nature. hlm. 31. 
  51. ^ Pat Southern (2008). Empress Zenobia: Palmyra's Rebel Queen. hlm. 138. 
  52. ^ Alaric Watson (2004). Aurelian and the Third Century. hlm. 75. 
  53. ^ Trevor Bryce (2014). Ancient Syria: A Three Thousand Year History. hlm. 310. 
  54. ^ Alaric Watson (2004). Aurelian and the Third Century. hlm. 76. 
  55. ^ a b Alan Bowman; Peter Garnsey; Averil Cameron (2005). The Cambridge Ancient History: Jilid 12, The Crisis of Empire, AD 193-337. hlm. 52. 
  56. ^ Richard Stoneman (1994). Palmyra and Its Empire: Zenobia's Revolt Against Rome. hlm. 175. 
  57. ^ a b Alaric Watson (2004). Aurelian and the Third Century. hlm. 77. 
  58. ^ Warwick Ball (2002). Rome in the East: The Transformation of an Empire. hlm. 81. 

Daftar pustaka

Koordinat: 34°33′36″N 38°16′2″E / 34.56000°N 38.26722°E / 34.56000; 38.26722